krisis keuangan
Jakarta – Kecenderungan rupiah bergerak melemah terhadap dollar Amerika Serikat diperkirakan masih berlanjut. Pada hari ini saja (5/9), rupiah masih bertengger di Rp 14.927 perdollar AS. Beberapa pengamat pun mengkhawatirkan kondisi ini seperti dengan kondisi krisis moneter pada tahun 1998. Namun, kendati semakin dekat dengan level pada saat krisis moneter 1998, pelemahan rupiah saat ini dinilai sangat jauh berbeda dibandingkan dengan situasi saat krisis pada dua dekade silam tersebut.
Deputi III Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-isu Ekonomi Strategis Kantor Staf Presiden Republik Indonesia Denni Puspa Purbasari menjelaskan, setidaknya, ada tiga alasan yang membuat pelemahan rupiah saat ini berbeda dengan krisis moneter pada tahun 1998 lalu.
Pertama, pelemahan rupiah saat ini dinilai tidak drastis, sebab Pelemahan rupiah yang terjadi saat ini relatif berlangsung secara perlahan dan tidak drastis. Sejak awal tahun hingga level terendahnya,rupiah melemah 9,3%. Bila dibandingkan dengan pelemahan rupiah yang terjadi saat krisis 1998. Tahun itu, pada 17 Juni, rupiah mencapai level terendahnya, Rp 15.250 per dollar AS. Dihitung dari sejak awal tahun,nilai tukar rupiah terjun 124,39%.
Fakta kedua, untuk cadangan devisa saat ini dinilai jauh lebih besar. Kendati turun dari posisi akhir tahun 2017, posisi cadangan devisa saat ini masihjauh lebih besar dibandingkan dengan kondisi saat krisis 1998.
Saat 1998, cadangan devisa Indonesia hanya mencapai US$ 23,61 miliar. Sedangkan, per akhir Juli 2018, cadangan devisa mencapai US$ 118,3 miliar. Fakta itu menunjukkan lima kali lipat lebihbesar ketimbang cadangan devisa 20 tahun silam.
Dengan cadangan devisa yang jauh lebih besar, bank sentral memiliki lebih banyak “modal” untuk meredam gejolak nilai tukar. Melihat pelemahan hari ini,misalnya,Bank Indonesia turun mengintervensi pasar sehingga pelemahan rupiah tidak terlalu dalam. Singkatnya, masyarakat, termasuk pelaku pasar dan dunia usaha, tidak perlu khawatir mengenai nilai rupiah. Di samping itu, pemerintah turut mendukung kebijakan Bank Indonesia dalam mengawal rupiah.
“Pemerintah tidak akan mengintervensi Bank Indonesia. Pemerintah terus berkoordinasi dengan Bank Indonesia, OJK(Otoritas Jasa Keuangan), dan LPS (Lembaga Penjamin Simpanan),” ujar Denni Puspa Purbasari, Deputi III Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-isu Ekonomi Strategis, Kantor Staf Presiden Republik Indonesia, melalui keterangan resminya di Jakarta Selasa 4 September 2018.
Sedangkan fakta ketiga ialah kepercayaan investor dinilai masih kuat dimana Minat investasi asing terhadap surat utang suatu negara merupakan salah satu indikator yang secara tidak langsung memperlihatkan baik buruk kondisi makroekonomi suatu negara.
Tercatat, pada akhir pekan lalu, asing mencatatkan beli bersih Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 6,92 triliun. Fakta itu menandakan kepercayaan investor asingterhadap Indonesia masih kuat. Ini memberi harapan, nilai rupiah ke depan akan cenderung stabil atau tidak akan jatuh terlalu dalam.(*)
Poin Penting Sebanyak 36 dari 38 provinsi telah menetapkan UMP 2026, sesuai PP 49/2025 yang… Read More
Poin Penting Pemerintah memastikan formulasi UMP 2026 telah memasukkan indikator ekonomi seperti inflasi, indeks alfa,… Read More
Poin Penting Modal asing masuk Rp3,98 triliun pada 22–23 Desember 2025, dengan beli bersih di… Read More
Poin Penting Menurut Asuransi Jasindo mobilitas tinggi memicu potensi kecelakaan dan kejahatan, sehingga perlindungan risiko… Read More
Poin Penting Pemerintah menyelamatkan lebih dari Rp6,6 triliun keuangan negara, sebagai langkah awal komitmen Presiden… Read More
Poin Penting Bank Mandiri menerapkan perlakuan khusus kredit bagi debitur terdampak bencana di Aceh, Sumut,… Read More