Moneter dan Fiskal

Dolar AS Dekati Rp15.000, BI Sebut Intensitas Intervensi Sudah Tinggi

Jakarta – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus melanjutkan depresiasinya, bahkan pelemahan rupiah hampir menembus level Rp15.000 per dolar AS. Padahal, Bank Indonesia (BI) mengaku sudah meningkatkan intensitas intervensi rupiah yang tinggi, namun laju rupiah masih mengalami pelemahan cukup dalam.

Asal tahu saja, pada perdagangan hari ini (4/9) rupiah dibuka melemah 8 poin atau 0,05 persen ke level 14.823 per dolar AS. Kemudian, laju rupiah ditutup melemah 120 poin atau 0,81 persen ke level Rp14.935 per dolar AS. Laju rupiah diprediksi masih terus melemah sejalan dengan ekspektasi pasar terkait adanya kenaikan bunga bank sentral AS.

“Kami dari BI komitmen menstabilkan nilai tukar rupiah. Kami meningkatkan intensitas dari intervensi kami baik dari pasar valas maupun pembelian Surat Berharga Negara (SBN) dari pasar sekunder sejak seminggu lalu,” ujar Gubernur BI Perry Warjiyo di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa, 4 September 2018.

Menurutnya, BI terus melakukan intervensi ganda di pasar valas dan SBN untuk menahan pelemahan rupiah, selain opsi menaikkan suku bunga BI 7-Day Reverse Repo Rate. Intervensi ganda yang dilakukan BI adalah dengan menstabiliasi pasar valas agar likuiditas terjaga, dan membeli SBN yang dilepas investor asing di pasar sekunder.

“Intensitasnya semakin tinggi jumlahnya kami tingkatkan dari hari Kamis, Jumat, Senin apalagi hari ini kami juga intervensi dalam jumlah yang besar di pasar valas. Kami juga beli SBN dari pasar sekunder yang dilepas oleh asing,” ucap Perry.

Di sisi lain, tambah dia, Bank Sentral juga terus melakukan koordinasi dengan pemerintah untuk dapat menahan pelemahan rupiah terhadap dolar AS. Salah satunya yakni menekan defisit transaksi berjalan dengan mengeluarkan kebijakan pergantian bahan bakar solar dengan biodiesel (B20) untuk mengurangi impor minyak mentah.

“Ini langkah stabilisasi yang terus kami lakukan intervensi ganda, buka swap, koordinasi dengan pemerintah untuk segera menurunkan defisit transaksi berjalan,” paparnya.

Dia mengungkapkan, selain adanya ekspektasi pasar terhadap kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS pada September dan Oktober 2018, pelemahan rupiah yang cukup dalam ini juga dipicu oleh dinamika perang dagang AS dan Tiongkok. Menurutnya, pelemahan nilai tukar rupiah sepanjang tahun ini sudah mencapai 7,8 persen (year to date/ytd).

Namun demikian, tegas dia, angka pelemahan tersebut diklaim masih lebih baik bila dibandingkan negara-negara dengan kapasitas ekonomi serupa (peers) seperti Rupee India yang mengalami pelemahan hingga 10,3 persen, Rand Afrika Selatan yang turun 15,9 persen, Real Brasil 20 persen, dan Lira Turki yang sudah melemah 42 persen. (*)

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Harita Nickel Raup Pendapatan Rp20,38 Triliun di Kuartal III 2024, Ini Penopangnya

Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel pada hari ini (22/11)… Read More

7 hours ago

NPI Kuartal III 2024 Surplus, Airlangga: Sinyal Stabilitas Ketahanan Eksternal Terjaga

Jakarta - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, di… Read More

7 hours ago

Peluncuran Reksa Dana Indeks ESGQ45 IDX KEHATI

Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia Kunardy Lie memberikan sambutan saat acara… Read More

9 hours ago

Pacu Bisnis, Bank Mandiri Bidik Transaksi di Ajang GATF 2024

Pengunjung melintas didepan layar yang ada dalam ajang gelaran Garuda Indonesia Travel Festival (GATF) 2024… Read More

9 hours ago

Eastspring Investments Gandeng DBS Indonesia Terbitkan Reksa Dana Berbasis ESG

Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More

10 hours ago

Transaksi Kartu ATM Makin Menyusut, Masyarakat Lebih Pilih QRIS

Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More

10 hours ago