Moneter dan Fiskal

Dolar AS Dekati Rp14.000, BI: Banyak Dana Asing Kabur dari RI

JakartaBank Indonesia (BI) menilai, seiring dengan melemahnya nilai tukar rupiah yang mendekati level Rp14.000 per dolar Amerika Serikat (AS) menyebabkan banyaknya dana asing yang keluar dari Indonesia. Namun, kondisi tersebut hanya bersifat sementara.

Demikian pernyataan tersebut seperti disampaikan oleh Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah, di Jakarta, Jumat, 4 Mei 2018. Menurutnya, portfolio asing yang keluar dari Indonesia tersebut hanya investor yang sifatnya jangka pendek.

Sementara untuk investor yang sifatnya jangka panjang hingga saat ini masih bertahan di Indonesia. “Ada penyesuaian portfolio asing di dalam negeri yang sifatnya jangka pendek, tapi kami lihat long term investment masih ada di Indonesia, masih bisa percaya ekonomi Indonesia,” ujarnya.

Lebih lanjut dirinya meyakini, bahwa dana-dana asing yang kabur dari Indonesia tersebut akan kembali lagi. Terlebih, Indnesia sebgai negara berkembang (emerging market) menawarkan yeild imbal hasil yang menarik ketimbang negara emerging market lainnya.

Bahkan, sambung dia, meskipun yeild nya sama dengan Indonesia namun fundamental ekonominya jauh berbeda. Hal ini sejalan dengan Indonesia yang mampu menjaga laju inflasinya di level 3,5 persen, sementara negara-negara lain jauh di atas angka tersebut.

Baca juga: Awal Tahun, Modal Asing Yang Masuk ke RI Naik 170%

“Bandingkan dengan Argentina, Brazil. Inflasi Brazil itu sampai 9 persen, kita bisa mantain 3,5 persen. Jadi secara fundamental, dengan yeild masih menarik itu masih bisa jadi magnet daya tarik portfolio,” ucapnya.

Untuk menjaga agar investor tetap bertahan di Indonesia, kata dia, maka pemerintah dan BI harus memastikan kebijakan makro baik moneter dan fiskal tetap kredibel dan konsisten. Dirinya percaya bahwa saat ini baik kebijakan fiskal maupun moneter di Indonesia sudah sangat kredibel.

“Kebijakan fiskal kita sangat kredibel, kita bisa maintain defisit di bawah 3 persen. Negara lain defisitnya sudah besar. Jadi secara fiskal bisa kita kelola dengan baik. Kita bisa turunkan inflasi dari 7 persen di 2005 jadi 3,5 persen. Jadi secara fundamental, kebijakan moneter dan fiskal kita kredibel,” paparnya.

Di sisi lain, perbaikan kredit rating Indonesia yang dilakukan oleh beberapa lembaga rating internasional, juga menambah keyakinan para investor untuk kembali menaruh dananya di Indonesia. “Jadi itu modal dasar untuk memperkuat keyakinan kita bahwa kita melalui tekanan eksternal dengan cukup baik,” tutupnya. (*)

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Begini Respons BEI Soal Bukalapak yang Bakal Setop Jualan Produk Fisik

Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) buka suara terkait dengan PT Bukalapak.com Tbk (BUKA)… Read More

1 hour ago

Sah! Pramono-Rano Resmi jadi Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta Terpilih

Jakarta - Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Jakarta resmi menetapkan Pramono Anung dan Rano Karno sebagai… Read More

2 hours ago

Makin Suram! Begini Nasib Unilever di Tengah Boikot dan Gempuran Merek Lokal

Jakarta – Aksi boikot terhadap Unilever dan perusahaan multinasional lain yang beroperasi di Israel turut… Read More

2 hours ago

OJK Terbitkan 2 Aturan Baru Terkait Perusahaan Asuransi dan Dana Pensiun, Ini Rinciannya

Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi menerbitkan dua Peraturan OJK (POJK) baru yang mengatur… Read More

2 hours ago

Ada Makan Bergizi Gratis, Luhut Optimistis Ekonomi 8 Persen Tercapai

Jakarta – Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut B. Pandjaitan optimis dengan adanya program makan bergizi gratis… Read More

2 hours ago

IHSG Ditutup Merosot 0,22 Persen ke Level 7.064

Jakarta – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada hari ini, 9 Januari 2025 ditutup flat… Read More

2 hours ago