Analisis

Disruption di Tahun Politik: Bagaimana Nasib Kantor Cabang?

PEMILIHAN presiden (pilpres) dan pemilihan legislatif (pileg) akan dilakukan pada 2019. Namun, keriuhan bernuansa politik sudah akan terasa pada 2018. Apalagi, Juni tahun depan akan dilakukan pemilihan kepada daerah (pilkada) serentak di 171 daerah. Penghuni dunia maya (cyber space) akan makin diserbu berita-berita palsu (hoax) yang diproduksi oleh sindikat-sindikat penebar kebencian dan di-back up oleh partai politik (parpol).

Jika pada 2017 banyak pengusaha yang tidak berekspansi karena takut dikejar petugas pajak pasca-tax amnesty (program pengampunan pajak), pada 2018 bisa muncul kecenderungan kalangan pengusaha untuk wait and see, mengingat hawa panas yang bisa mencuat pada tahun politik. Apalagi, sejak kampanye Pilkada DKI akhir 2016, telah muncul isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), ditambah lagi sekarang sudah digoreng isu komunisme yang berpotensi menimbulkan gesekan di masyarakat.

Di tengah laris manisnya bisnis “kebencian” dan sektor imajiner, para pelaku usaha di sektor riil pun makin sibuk memutar otak. Setelah pertumbuhan omzetnya melambat akibat digerogoti lemahnya daya beli masyarakat plus terkena gangguan (disruption) inovasi teknologi dalam tiga tahun terakhir, para pelaku bisnis harus mampu menerobos celah sempit untuk mencetak pertumbuhan omzet pada 2018. Perusahaan yang gagal mencetak pertumbuhan omzet, kinerjanya bisa terbakar biaya operasional, seperti dialami sejumlah peritel yang penjualannya “termehek-mehek” dan harus menutup gerainya pada 2017.

Apa yang dialami pelaku usaha di sektor riil berdampak langsung pada industri keuangan, terutama perbankan, seperti terjadi sejak 2014. Kendati pada 2017 beban non performing loan (NPL) mulai berkurang, konsolidasi korporasi belum selesai, terutama di sektor komoditas primer seperti batu bara dan kelapa sawit yang pada 2013 hingga 2016 berdarah-darah dan pada 2017, meski harga komoditas naik, masih fluktuatif.

Belum lagi dari sektor multifinance, yang tekanannya mulai dirasakan perbankan pada 2017 karena beberapa perusahaan pembiayaan mengibarkan “bendera putih” lantaran tak mampu membayar kewajibannya. Hasrat bank-bank untuk menggenjot kredit sesuai dengan rencana bisnis bank (RBB) pun tertahan.

Bagaimana nasib kantor cabang bank? Benarkah kredit macet sudah tidak akan meledak lagi? Semua dikupas tuntas di Infobank edisi Oktober 2017. (*)

Paulus Yoga

Recent Posts

Mau ke Karawang Naik Kereta Cepat Whoosh, Cek Tarif dan Cara Pesannya di Sini!

Jakarta - PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) resmi membuka penjualan tiket kereta cepat Whoosh… Read More

10 hours ago

Komitmen Kuat BSI Dorong Pariwisata Berkelanjutan dan Ekonomi Sirkular

Jakarta - PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) terus berkomitmen mendukung pengembangan sektor pariwisata berkelanjutan… Read More

12 hours ago

Melalui Program Diskon Ini, Pengusaha Ritel Incar Transaksi Rp14,5 Triliun

Tangerang - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) meluncurkan program… Read More

12 hours ago

IHSG Sepekan Anjlok 4,65 Persen, Kapitalisasi Pasar Ikut Tertekan

Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat bahwa data perdagangan saham selama periode 16-20… Read More

14 hours ago

Aliran Modal Asing Rp8,81 Triliun Kabur dari RI Selama Sepekan

Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat di minggu ketiga Desember 2024, aliran modal asing keluar… Read More

20 hours ago

Bos BRI Life Ungkap Strategi Capai Target Bisnis 2025

Jakarta - PT Asuransi BRI Life meyakini bisnis asuransi jiwa akan tetap tumbuh positif pada… Read More

21 hours ago