Analisis

Diserbu Fintech, Ditantang Neo Bank

Para bankir membuka kalender 2021 dengan rasa gamang. Berbagai proyeksi pertumbuhan ekonomi yang optimistis hingga 5,5% tak serta-merta membuat industri perbankan dan dunia usaha antusias membuat rencana bisnis yang optimistis. Kendati non performing loan (NPL) masih di bawah 5% karena kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit, tapi loan at risk (LAR) pada akhir 2020 mencapai kisaran 25%-30%, melonjak dari 9% pada akhir 2019. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun sudah mengeluarkan jurus “pawang hujan” untuk menunda hujan NPL agar tidak turun pada 2021. Kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit yang berakhir Maret 2021 diundur menjadi Maret 2022 dan itu memberi sinyal bahwa dunia usaha belum bisa lolos dari tekanan akibat dampak pandemi COVID-19.

Kendati vaksin sudah ditemukan, belum ada yang bisa menjamin pandemi COVID-19 akan segera berakhir. Bahkan, sejumlah negara yang dianggap berhasil menghadapi COVID-19, seperti Jerman dan Korea Selatan, tidak mau ikut euforia vaksin dan memilih kembali memperketat pelaksanaan protokol kesehatan dan pembatasan sosial untuk menghadapi lonjakan kasus COVID-19. Sampai dengan tulisan ini dimuat belum ada satu petunjuk jelas kapan pandemi COVID-19 akan berakhir sehingga pemulihan ekonomi pun masih belum pasti.

Dalam kajian Biro Riset Infobank (birI) yang dibuat pada Oktober 2020, proyeksi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) pada 2021 di kisaran 2% hingga 3%, sementara kredit perbankan sulit untuk mencetak pertumbuhan di atas 5%. Sedangkan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) bisa mencapai 10%-12%. Pola konsumsi masyarakat masih terbatas dan mereka mengutamakan simpanannya, terutama kelompok atau kelas menengah ke atas. Sedangkan kelompok menengah ke bawah, yang pada masa normal menjadi pendorong kredit konsumsi, banyak yang terkena dampak pandemi COVID-19 sehingga tidak terlalu signifikan dalam menggunakan jasa pembiayaan maupun simpanan di perbankan. Apalagi, sebagian dari mereka telah jatuh ke kelompok miskin dan tidak bisa membayar kewajibannya. Seperti laporan Bank Dunia yang mengatakan bahwa sebanyak 45% atau 115 juta penduduk Indonesia masuk dalam kategori rentan atau terancam jatuh ke kategori miskin.

Jadi, masa ujian para bankir belum berakhir, terutama karena adanya ketidakpastian kapan pandemi COVID-19 akan berakhir sekaligus menghadapi dunia baru. Menurut Infobank Institute, industri perbankan menghadapi empat isu dan tren pada 2021.

Apa saja isu dan tren tersebut, simak di Majalah Infobank terbaru, edisi tahun baru, Januari 2021. (*)

Paulus Yoga

Recent Posts

Mau ke Karawang Naik Kereta Cepat Whoosh, Cek Tarif dan Cara Pesannya di Sini!

Jakarta - PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) resmi membuka penjualan tiket kereta cepat Whoosh… Read More

46 mins ago

Komitmen Kuat BSI Dorong Pariwisata Berkelanjutan dan Ekonomi Sirkular

Jakarta - PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) terus berkomitmen mendukung pengembangan sektor pariwisata berkelanjutan… Read More

3 hours ago

Melalui Program Diskon Ini, Pengusaha Ritel Incar Transaksi Rp14,5 Triliun

Tangerang - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) meluncurkan program… Read More

3 hours ago

IHSG Sepekan Anjlok 4,65 Persen, Kapitalisasi Pasar Ikut Tertekan

Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat bahwa data perdagangan saham selama periode 16-20… Read More

5 hours ago

Aliran Modal Asing Rp8,81 Triliun Kabur dari RI Selama Sepekan

Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat di minggu ketiga Desember 2024, aliran modal asing keluar… Read More

10 hours ago

Bos BRI Life Ungkap Strategi Capai Target Bisnis 2025

Jakarta - PT Asuransi BRI Life meyakini bisnis asuransi jiwa akan tetap tumbuh positif pada… Read More

12 hours ago