Oleh Ryan Kiryanto, Ekonom Senior dan Associate Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia
TINJAUAN analitis ini mengupas tentang bagaimana dinamika perekonomian (global, kawasan, dan domestik) memengaruhi kegiatan operasional dan strategi perbankan sehingga mampu bertahan serta terus bertumbuh dan berkembang. Saat dunia memasuki 2024, lanskap ekonomi global menghadirkan hamparan peluang dan tantangan yang kompleks. Tahun-tahun sebelumnya ditandai oleh peristiwa global yang belum pernah terjadi, terutama terkait dengan kebijakan ekonomi dan kemajuan teknologi informasi/TI (baca: digitalisasi), ketika pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) melanda seluruh dunia.
Situasi dan kondisi yang berubah cepat itu memaksa pelaku industri perbankan melakukan langkah-langkah transformasi untuk tetap dapat beroperasi, lalu bertahan, hingga akhirnya bertumbuh dan berkembang secara berkesinambungan (sustainble growth). Akselerasi menuju digitalisasi, ditambah dengan perubahan ekspektasi konsumen dan lingkungan peraturan yang terus berkembang, telah secara signifikan memengaruhi lintasan operasi dan strategi perbankan.
Perekonomian global, meski menunjukkan sinyal pemulihan – terutama di kawasan Asia, terus bergulat dengan dampak ikutan pandemi COVID-19, ketegangan geopolitik, dan gangguan rantai pasokan. Faktor-faktor makro-ekonomi ini, termasuk tingkat inflasi, penyesuaian suku bunga oleh bank sentral, dan pergeseran ke arah keberlanjutan, membentuk kembali lanskap sektor perbankan. Bank sekarang dituntut untuk menilai kembali kerangka kerja operasional, strategi investasi, dan infrastruktur teknologi mereka agar selaras dengan realitas ekonomi baru.
Upaya mengantisipasi perlambatan ekonomi di berbagai belahan dunia memerlukan pendekatan strategis ketahanan perbankan. Lembaga keuangan makin mengadopsi model operasional yang gesit (agile), mendiversifikasi portofolio investasi untuk memitigasi risiko, dan memanfaatkan TI untuk menekan biaya operasional terkait dengan fluktuasi ekonomi.
Fokusnya adalah membangun kerangka kerja yang kuat, yang tidak hanya tahan terhadap kemerosotan ekonomi, tapi juga mampu memanfaatkan peluang yang tersedia. Kemitraan strategis, transformasi digital, dan inovasi dalam penawaran produk dan jasa muncul sebagai pilar-pilar utama yang mendukung ketahanan perbankan.
Maklum, inflasi terus menjadi perhatian penting bagi sektor perbankan, memengaruhi segala sesuatu, mulai dari suku bunga pinjaman hingga strategi investasi. Ketika bank sentral di seluruh dunia menyesuaikan kebijakan moneter mereka untuk memerangi inflasi melalui kebijakan ketat (hawkish policy), bank dihadapkan pada tantangan untuk dapat mengelola peningkatan biaya operasional sambil mempertahankan suku bunga kompetitif bagi nasabah.
Skenario ini menuntut pendekatan yang cermat terhadap strategi penetapan harga, alokasi aset, dan manajemen biaya. Selain itu, upaya meningkatkan efisiensi operasional mendorong bank untuk berinvestasi cukup signifikan dalam perangkat kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dan otomatisasi, merampingkan proses, serta meningkatkan pengalaman nasabah dalam menghadapi kenaikan inflasi.
Untuk mampu melewati tantangan ekonomi yang sulit ini, kemampuan untuk beradaptasi dan pandangan visioner ke depan sektor perbankan diuji. Bank yang dapat secara efektif memanfaatkan teknologi, memahami dan memprediksi kebutuhan nasabah, dan mempertahankan model operasional yang fleksibel cenderung muncul lebih kuat.
Kebijakan moneter bank sentral, terutama mengenai suku bunga kebijakan, memiliki dampak besar bagi sektor perbankan. Kebijakan ini memengaruhi suku bunga pinjaman bank, biaya pinjaman (biaya dana), dan stabilitas keuangan secara keseluruhan.
Ketika bank sentral menyesuaikan suku bunga untuk mengelola pertumbuhan ekonomi dan inflasi, bank harus menavigasi lanskap yang berubah untuk mempertahankan profitabilitas dan efisiensi operasional. Suku bunga yang lebih tinggi biasanya mengakibatkan peningkatan biaya pinjaman, yang memengaruhi pinjaman dan belanja konsumen. Sebaliknya, mereka dapat menyebabkan pendapatan bunga pinjaman yang lebih tinggi serta menghadirkan tantangan dan peluang bagi lembaga keuangan.
Untuk mengelola tantangan ganda dari biaya dana (terutama deposito) dan pinjaman yang lebih tinggi, bank harus mengadopsi berbagai strategi. Ini termasuk mendiversifikasi sumber pendapatan di luar pendapatan bunga (fee based income/FBI), mengoptimalkan strategi bauran aset-kewajiban (aktiva-pasiva), dan meningkatkan praktik manajemen likuiditas.
Bank juga berinvestasi dalam teknologi keuangan untuk meningkatkan penjaminan pinjaman dan proses manajemen risiko yang lebih andal. Selain itu, ada dorongan untuk menciptakan produk dan layanan perbankan yang lebih personal, memanfaatkan analisis data untuk lebih memahami kebutuhan dan perilaku nasabah, sehingga memungkinkan penetapan harga dan pengembangan produk yang lebih strategis dan kompetitif.
Kecerdasan buatan (AI) dan komputasi awan berada di garis depan dalam mendorong efisiensi operasional perbankan. Aplikasi AI berkisar dari peningkatan layanan dengan chatbots dan asisten virtual hingga model penilaian kredit canggih yang mampu meningkatkan proses pengambilan keputusan pinjaman.
Cloud computing, di lain sisi, menawarkan solusi infrastruktur yang terukur dan fleksibel kepada bank yang mendukung penyebaran cepat layanan baru, meningkatkan kolaborasi atau sinergi, dan mengurangi biaya operasional. Secara bersamaan, teknologi ini memungkinkan bank untuk tidak hanya merampingkan operasi mereka, tapi juga menawarkan produk dan layanan inovatif yang disesuaikan dengan kebutuhan nasabah yang terus berkembang dinamis.
Komputasi kuantum mewakili perbatasan berikutnya dalam teknologi perbankan, menawarkan kemajuan signifikan dalam keamanan siber dan estimasi keuangan. Kemampuannya untuk memproses perhitungan kompleks dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya menjadikannya alat yang ampuh untuk mendeteksi penipuan, meningkatkan metode enkripsi, dan melakukan uji ketahanan (stress test) pada portofolio keuangan.
Algoritma kuantum memiliki potensi untuk mengidentifikasi pola dan risiko yang tidak terlihat oleh metode komputasi klasik, menawarkan wawasan yang lebih dalam tentang dinamika pasar dan perilaku nasabah yang dinamis. Karena komputasi kuantum terus berkembang, perangkat ini diyakini memiliki kemampuan untuk mengubah sektor perbankan, menyediakan cara yang lebih aman dan efisien untuk mengelola data keuangan dan memprediksi tren masa depan.
Saat ini, sektor perbankan telah menyaksikan pergeseran paradigma menuju hiper-personalisasi, didorong oleh kemajuan dalam analisis data dan kecerdasan buatan. Hiper-personalisasi melampaui layanan pribadi tradisional untuk memberikan pengalaman perbankan yang secara unik disesuaikan dengan preferensi, perilaku, dan riwayat keuangan setiap pelanggan.
Dengan memanfaatkan sejumlah besar data dan algoritma canggih, mulai sekarang bank dapat memprediksi kebutuhan nasabah, menawarkan saran keuangan yang dipersonalisasi, serta menyesuaikan produk dan layanan agar sesuai dengan kondisi individu nasabah. Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan kepuasan nasabah, tapi juga mendorong loyalitas dan keterlibatan, menetapkan standar baru dalam keunggulan layanan nasabah.
Lanskap regulasi di perbankan terus berkembang seiring dengan perubahan ekosistem dalam arti luas, dengan kerangka kerja baru diperkenalkan untuk mengatasi risiko yang muncul, melindungi konsumen dan masyarakat, serta memastikan terwujudnya stabilitas sistem keuangan (SSK). Bank diharuskan untuk menavigasi perubahan ini dengan menerapkan sistem mekanisme kepatuhan yang kuat dan menyesuaikan kegiatan operasionalnya guna memenuhi persyaratan peraturan baru. Ini termasuk meningkatkan praktik manajemen risiko, meningkatkan transparansi, dan mengadopsi teknologi yang mampu memfasilitasi kepatuhan.
Beradaptasi dengan kerangka peraturan baru tak hanya membantu bank mengurangi risiko hukum, kepatuhan, dan reputasi, tapi juga memosisikan bank untuk memanfaatkan peluang baru dengan menumbuhkan kepercayaan terhadap nasabah dan regulator.
Dalam lingkungan regulasi yang dinamis, kolaborasi yang efektif antara bank dan regulator sangat penting. Kolaborasi semacam itu dapat mengambil berbagai bentuk, termasuk dialog reguler, kelompok kerja bersama, dan partisipasi dalam proyek percontohan untuk menguji teknologi peraturan baru (regtech).
Pendekatan kooperatif ini membantu memastikan bahwa kebijakan regulasi praktis, mengatasi tantangan nyata yang dihadapi bank, dan mendukung inovasi di sektor keuangan. Selain itu, kolaborasi membantu dalam identifikasi dan penyelesaian masalah kepatuhan yang tepat waktu, mengurangi beban bank, dan mendorong ekosistem perbankan yang lebih tangguh.
Melalui kerja sama dengan regulator, bank dapat berkontribusi pada pengembangan kebijakan regulasi yang menyeimbangkan kebutuhan akan keamanan dan stabilitas dengan dorongan untuk inovasi dan daya saing. Yang penting, proses penyusunan kebijakan oleh regulator (rules making rules process) telah dilakukan dengan baik, sistematis, dan terarah.
Sektor perbankan makin menyadari pentingnya prinsip-prinsip environmental,social, and governance (ESG) dalam membangun praktik bisnis berkelanjutan. Memasukkan kriteria ESG ke dalam operasi perbankan melibatkan evaluasi investasi, pinjaman, dan layanan keuangan lainnya berdasarkan dampak lingkungan (prinsip E), tanggung jawab sosial (prinsip S), dan standar tata kelola (prinsip G).
Pergeseran ini tidak hanya mengatasi meningkatnya permintaan dari konsumen untuk perbankan etis, tapi juga mengurangi risiko keuangan jangka panjang yang terkait dengan perubahan iklim (climate change), kerusuhan sosial, dan kegagalan tata kelola. Bank seyogianya mengembangkan kerangka kerja ESG untuk memandu aktivitasnya, mulai dari pembiayaan hijau dan investasi dalam proyek-proyek berkelanjutan hingga meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam praktik tata kelola bank.
Dalam konteks ini, keuangan berkelanjutan (sustainable finance/SF) menghadirkan peluang dan tantangan yang signifikan bagi sektor perbankan. Di satu sisi, ini membuka jalan baru untuk investasi dalam energi terbarukan, pertanian berkelanjutan, dan teknologi hijau, serta mendorong inovasi dan pertumbuhan ekonomi. Di lain sisi, bank menghadapi tantangan dalam menilai keberlanjutan dan profitabilitas jangka panjang dari investasi ini, yang membutuhkan alat analisis yang kuat dan keahlian ESG. Selain itu, menavigasi lanskap peraturan yang berkembang seputar pelaporan keberlanjutan dan kepatuhan dinilai menambah kompleksitas tantangan.
Namun, terlepas dari tantangan-tantangan tersebut, sejatinya pendekatan keuangan berkelanjutan sangat penting untuk mendorong sektor perbankan yang lebih tangguh dan bertanggung jawab terhadap lingkungan. Sistem manajemen risiko terkait dengan pembiayaan hijau untuk mendukung ekonomi dan investasi hijau juga perlu ditingkatkan untuk mengeliminasi setiap potensi risiko.
Di dunia yang bergejolak saat ini, bank dihadapkan pada beragam risiko, mulai dari fluktuasi pasar keuangan dan penurunan ekonomi hingga ancaman yang muncul, seperti perubahan iklim dan ketidakstabilan geopolitik. Mengidentifikasi dan memitigasi bentuk-bentuk risiko baru ini mengharuskan bank mengadopsi strategi manajemen risiko lanjutan yang proaktif daripada reaktif.
Ini melibatkan pemanfaatan analisis data besar dan kecerdasan buatan untuk memprediksi dan menilai risiko, mendiversifikasi portofolio untuk menyebarkan eksposur, dan mengembangkan rencana darurat untuk kejadian atau peristiwa yang tidak terduga. Selain itu, bank meningkatkan ketahanannya dengan berinvestasi dalam praktik berkelanjutan yang mengurangi kerentanan terhadap risiko lingkungan dan sosial.
Ketika praktik perbankan menjadi makin digital, keamanan siber muncul sebagai perhatian kritis. Era perbankan digital telah memperluas cakupan serangan untuk ancaman dunia maya, mulai dari pelanggaran data dan penipuan phishing hingga serangan dunia maya canggih yang ditujukan untuk infrastruktur keuangan.
Untuk melindungi sistem mereka dan melindungi data nasabah, bank berinvestasi secara besar-besaran dalam langkah-langkah keamanan siber, termasuk teknologi enkripsi, autentikasi multifaktor, dan sistem pemantauan waktu nyata.
Selain itu, bank menumbuhkan budaya kesadaran keamanan siber di antara karyawan dan nasabah. Berkolaborasi dengan regulator dan berpartisipasi dalam platform berbagi informasi juga memainkan peran penting dalam memperkuat pertahanan sektor perbankan terhadap ancaman dunia maya.
Pada akhirnya, sektor perbankan bersiap untuk transformasi signifikan dalam dekade mendatang, didorong oleh inovasi teknologi, perubahan harapan konsumen, dan lanskap peraturan yang berkembang. Menata ulang perbankan tidak hanya melibatkan integrasi teknologi canggih seperti AI, blockchain, dan komputasi kuantum ke dalam praktik sehari-hari, tapi juga mengadopsi pendekatan yang berpusat pada nasabah yang memprioritaskan pengalaman perbankan yang dipersonalisasi dengan baik.
Bank juga harus mengeksplorasi model bisnis baru, seperti Banking-as-a-Service (BaaS) dan kolaborasi dengan fintech, agar tetap kompetitif dan memenuhi beragam kebutuhan pelanggan mereka. Perencanaan strategis dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi menuntut bank untuk gesit, berpikiran maju, dan tangguh.
Selain itu, bank harus fokus pada penguatan praktik berkelanjutan dan berinvestasi dalam infrastruktur digital untuk membuktikan praktik perbankan masa depan. Bank juga dituntut untuk menumbuhkan budaya inovasi dan pembelajaran berkelanjutan yang menjadi kunci untuk beradaptasi dengan perubahan yang cepat dan kemampuan mengidentifikasi peluang di masa-masa sulit.
Perjalanan menuju penataan ulang perbankan sedang berlangsung, dengan pandangan ke depan yang strategis dan kemampuan beradaptasi menjadi kunci untuk membuka pertumbuhan dan keberlanjutan di masa depan. (*)
Jakarta - PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) resmi membuka penjualan tiket kereta cepat Whoosh… Read More
Jakarta - PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) terus berkomitmen mendukung pengembangan sektor pariwisata berkelanjutan… Read More
Tangerang - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) meluncurkan program… Read More
Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat bahwa data perdagangan saham selama periode 16-20… Read More
Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat di minggu ketiga Desember 2024, aliran modal asing keluar… Read More
Jakarta - PT Asuransi BRI Life meyakini bisnis asuransi jiwa akan tetap tumbuh positif pada… Read More