Perbankan

Dihantui Banyak Kendala, DPR Dorong Aturan Fintech Syariah Berlaku Adil

Jakarta – Perkembangan financial technology (fintech) syariah kian menggeliat dalam beberapa tahun terakhir. Akan tetapi, dalam perjalanannya ada banyak kendala yang dihadapi seperti permasalahan regulasi.

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fathan Subchi mengatakan, ada banyak kendala dan evaluasi yang harus diatasi terkait dengan keberadaan fintech syariah di Tanah Air. Padahal kata dia, pertumbuhan fintech menunjukan nilai positif.

“Kemarin kami dari DPR dan OJK tengah menyusun roadmap tentang fintech, dari 102 fintech hanya ada 7 fintech syariah. Meski pasarnya masih kecil tapi pertumbuhan fintech per tahun mencapai Rp52 triliun,” kata dia saat menjadi pembicara secara daring dalam acara bertajuk ‘Babak Baru Spin Off Unit Usaha Syariah’, di Jakarta, Rabu (27/9).

Baca juga: Siap-Siap! OJK Mau Terbitkan Aturan Baru Lagi Untuk Perbankan Syariah

Berdasarkan Laporan Perkembangan Keuangan Syariah Indonesia 2022 yang dipublikasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah pemain fintech syariah Indonesia menyusut dibandingkan dengan periode 2018 yang mencapai 12 pemain fintech syariah dan kembali berkurang menjadi 10 pemain fintech syariah pada 2019. 

Namun, jumlahnya cukup konsisten sejak tahun 2020-2022, yakni ada 7 pemain fintech syariah. Artinya, dalam kurun tiga tahun terakhir saja, pemain fintech syariah tak mengalami pertumbuhan. 

Hingga akhir Desember 2022, ada 7 penyelenggara berdasarkan prinsip syariah atau 6,86 persen dari total sebanyak 102 penyelenggara fintech P2P lending di Tanah Air.

“Fintech syariah memang belum banyak memberikan kontribusi bagi ekonomi nasional. Oleh sebab itu, kita mendorong fintech syariah untuk memberikan ruang agar bisa berkembang,” jelasnya.

Lanjutnya, DPR pun mendorong agar Peraturan OJK (POJK) tentang Unit Usaha Syariah (UUS) berlaku secara adil dan selektif sesuai dengan ukurannya masing-masing. Bagaimana pun tidak ada peraturan yang tidak bermanfaat jika pada akhirnya hanya akan membunuh industri dan bisnis syariah.

“Peran regulator memang penting, tapi yang lebih penting bagaimana industri dan bisnis bisa tumbuh dan memberikan manfaat bagi ekonomi nasional,” terangnya.

Baca juga: Sederet Tantangan yang Melemahkan Market Industri Perbankan Syariah di RI

Sebagaimana diketahui, penyelenggaraan fintech lending syariah di Tanah Air masih berkiblat kepada peraturan fintech konvensional sehingga menimbulkan potensi adanya penyimpangan dalam hal kepatuhan syariah (sharia compliance).

Selain itu, bisa memberikan celah bagi penyelenggara untuk melakukan berbagai penyimpangan yang merugikan pengguna layanan. (*)

Editor: Galih Pratama

Muhamad Ibrahim

Recent Posts

Harita Nickel Raup Pendapatan Rp20,38 Triliun di Kuartal III 2024, Ini Penopangnya

Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel pada hari ini (22/11)… Read More

4 hours ago

NPI Kuartal III 2024 Surplus, Airlangga: Sinyal Stabilitas Ketahanan Eksternal Terjaga

Jakarta - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, di… Read More

4 hours ago

Peluncuran Reksa Dana Indeks ESGQ45 IDX KEHATI

Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia Kunardy Lie memberikan sambutan saat acara… Read More

6 hours ago

Pacu Bisnis, Bank Mandiri Bidik Transaksi di Ajang GATF 2024

Pengunjung melintas didepan layar yang ada dalam ajang gelaran Garuda Indonesia Travel Festival (GATF) 2024… Read More

6 hours ago

Eastspring Investments Gandeng DBS Indonesia Terbitkan Reksa Dana Berbasis ESG

Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More

8 hours ago

Transaksi Kartu ATM Makin Menyusut, Masyarakat Lebih Pilih QRIS

Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More

8 hours ago