Moneter dan Fiskal

Dihadang Ancaman Inflasi, BI: Semua Daerah Harus ‘Siskamling’

Bali – Perbaikan ekonomi dunia berlanjut pada 2022 namun berisiko lebih rendah karena masih terganggungnya rantai pasokan global, ketegangan geopolitik Rusia dan Barat serta lonjakan harga komoditas baik energi, pangan dan logam. Ancaman inflasi makin kuat dan normalisasi kebijakan di negara-negara maju bisa terjadi lebih cepat.

“Ini bisa menjadi masalah besar. Beberapa negara lebih mementingkan ketahanan domestik terkait pangan dan energi. PDB global berisiko menurun, perdagangan menurun, dan inflasi sangat tinggi. Ini sangat dilematis buat policy maker. Dan kita lihat banyak negara mementingkan stability, sehingga pertumbuhan ekonomi global tahun ini lebih rendah dari perkiraan awal 3,5%,” ujar Wahyu Agung Nugroho, Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi Moneter Bank Indonesia (BI) pada acara Focus Group Discussion dengan sejumlah senior editor, di Bali, 4 Juni 2022.

Pada kesempatan itu, Doni P Joewono, Deputi Gubernur BI mengatakan bahwa saat ini laju inflasi menjadi indikator yang paling menjadi perhatian karena di sejumlah negara sudah terjadi lonjakan yang melebihi kenaikan PDB. “Yang paling menjadi perhatian BI adalah inflasi, meskipun tetap terkendali di 3,55% year on year per Mei, tapi naik. Makanya kami meminta “sisklamling” dijalankan setiap daerah melalui TPID,” ucapnya.

TPID adalah Tim Pengendalian Inflasi Daerah yang merupakan wadah koordinasi dengan beranggotakan berbagai instansi pemerintah daerah, Badan Pusat Statistik (BPS), ketua pasar dan perbankan.

Belum berubah dari proyeksi awal, BI masih memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022 di kisaran 4,5% hingga 5,3%.

“Global rise on tapi perkiraaannya tidak setinggi sebelumnya. Tapi kita bersyukur bahwa neraca pembayaran bagus dan surplus, nilai tukar terkendali, mobilitas masyarakat naik, dan kredit meningkat, sehingga kita confidence. Kita akan melakukan normalisasi kebijakan dimulai dengan Giro Wajib Minimum. Lalu kapan suku bunga naik? Itu kita akan lihat inflasinya seberapa besar,” ungkap Doni.

Pada Rapat Dewan Gubernur 24 Mei lalu, BI mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate 3,50%, suku bunga Deposit Facility 2,75%, dan suku bunga Lending Facility 4,25%. (*) KM.

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Fintech Lending Dinilai Mampu Atasi Gap Pembiayaan UMKM

Jakarta – Ekonom Senior Core Indonesia Hendri Saparini mengatakan masih terdapat gap yang tinggi antara kebutuhan pendanaan… Read More

3 hours ago

Dukung Program 3 Juta Rumah, Bank Mandiri Sinergi dengan Pengembang

Suasana saat penantanganan kerja sama Bank Mandiri dengan PT Delta Mitra Sejahtera dengan membangun 1.012… Read More

4 hours ago

BEI Optimistis Pasar Modal RI Tetap Tumbuh Positif di 2025

Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menyebut kinerja pasar modal Indonesia masih akan mengalami… Read More

4 hours ago

Jadwal Operasional BCA Selama Libur Nataru, Cek di Sini!

Jakarta - PT Bank Central Asia Tbk (BCA) menyesuaikan jadwal operasional kantor cabang sepanjang periode… Read More

6 hours ago

IHSG Tinggalkan Level 7.000, BEI Beberkan Biang Keroknya

Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada hari ini (19/12) kembali ditutup merah ke… Read More

6 hours ago

Ekonomi AS dan China Turun, Indonesia Kena Imbasnya?

Jakarta - Senior Ekonom INDEF Tauhid Ahmad menilai, perlambatan ekonomi dua negara adidaya, yakni Amerika… Read More

6 hours ago