Perbankan

Digitalisasi Tumbuh Pesat, Literasi Keuangan Masih Terhambat

Jakarta – Digitalisasi perbankan Indonesia yang sangat berkembang saat ini khususnya pada ekonomi digital telah menyumbang sebesar 3,7% dari PDB Nasional atau sebesar USD70 miliar pada tahun 2021 berdasarkan data dari INDEF dan menjadi yang terbesar dibandingkan negara ASEAN lainnya.

Digital Economy Researcher INDEF, Nailul Huda menjelaskan, bahwa hal tersebut didorong oleh peningkatan volume transaksi uang elektronik sebesar 5.450,40 juta transaksi dan nominal transaksi uang elektronik sebesar Rp305,44 triliun pada tahun 2021.

“Makanya kalau kita lihat di transaksi uang elektronik dan nominal transaksi uang elektronik itu meningkat eksponensial, nah ini yang terjadi di pembayaran melalui uang elektronik,” ucap Nailul dalam webinar oleh ISEI Jakarta, 21 Juli 2022.

Namun, di samping adanya peningkatan volume dan nominal transaksi uang elektronik, data INDEF menunjukan bahwa masih ada sebanyak 92 juta penduduk dewasa yang dinyatakan unbanked atau tidak memiliki layanan keuangan sama sekali dan 47 juta penduduk dewasa yang termasuk underbanked yaitu penduduk yang memiliki akun bank tetapi tidak menggunakan jasa keuangan lainnya yang menunjukan adanya peluang pertumbuhan digital banking.

“Bahwa digital bank itu kalau bisa mengincar untuk kategori penduduk yang unbanked dan underbanked, jadi ini porsinya masih cukup besar di Indonesia,” ujar Nailul.

Oleh karena itu, akibat dari masih banyaknya penduduk dewasa yang dinyatakan unbanked dan underbanked berdampak pada masih rendahnya literasi keuangan Indonesia. Dimana berdasarkan financial knowledge score, Indonesia hanya memiliki skor 3,7 dan masih berada di bawah skor rata-rata negara OECD yaitu 4,6 dan menduduki ranking 60an dari sisi knowledge yang dinilai relative rendah.

Baca juga : Gubernur BI Klaim Digitalisasi Akan jadi Pilar Penting Indonesia Maju

“Ini sedikit tentang literasi keuangan kita dimana skor di financial knowledge score dari OECD kita skornya 3,7 masih di bawah rata-rata negara OECD dan untuk digital skills kita, dimana menduduki di ranking 60an dari 100an negara, itu kita dari sisi knowledge masih relative rendah,” pungkasnya. 

Sehingga, masalah yang timbul akibat kurangnya literasi keuangan adalah maraknya platform pinjaman online ilegal yang mendominasi hingga 95% atau sebanyak 3.193 platform dan hanya sebanyak 5% atau 149 platform untuk platform pinjaman online yang terdaftar secara resmi hingga tahun 2021. (*) Khoirifa

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Fintech Lending Dinilai Mampu Atasi Gap Pembiayaan UMKM

Jakarta – Ekonom Senior Core Indonesia Hendri Saparini mengatakan masih terdapat gap yang tinggi antara kebutuhan pendanaan… Read More

7 hours ago

Dukung Program 3 Juta Rumah, Bank Mandiri Sinergi dengan Pengembang

Suasana saat penantanganan kerja sama Bank Mandiri dengan PT Delta Mitra Sejahtera dengan membangun 1.012… Read More

8 hours ago

BEI Optimistis Pasar Modal RI Tetap Tumbuh Positif di 2025

Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menyebut kinerja pasar modal Indonesia masih akan mengalami… Read More

9 hours ago

Jadwal Operasional BCA Selama Libur Nataru, Cek di Sini!

Jakarta - PT Bank Central Asia Tbk (BCA) menyesuaikan jadwal operasional kantor cabang sepanjang periode… Read More

10 hours ago

IHSG Tinggalkan Level 7.000, BEI Beberkan Biang Keroknya

Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada hari ini (19/12) kembali ditutup merah ke… Read More

10 hours ago

Ekonomi AS dan China Turun, Indonesia Kena Imbasnya?

Jakarta - Senior Ekonom INDEF Tauhid Ahmad menilai, perlambatan ekonomi dua negara adidaya, yakni Amerika… Read More

10 hours ago