Jakarta – Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Sunarso mengatakan, digitalisasi menjadi ‘obat’ manjur dalam menghadapi berbagai tantangan bisnis perusahaan pelat merah yang fokus pada pemberdayakan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Tanah Air.
“Tantangan paling nyata yang dihadapi bank yang fokus pada UMKM ini yakni operational cost dan operational risk yang tinggi. Kedua penyakit tersebut harus kita obati dengan obat yang disebut digitaliasi,” kata Sunarso, dalam program Leadership in Changing Atmosphere, Kamis (24/8).
Baca juga: Cara Bank DKI Dorong UMKM Agar Mampu Hadapi Era Ekonomi yang Kompetitif
Ia mengatakan, dalam praktiknya transformasi digital atau digitalisasi yang dilakukan oleh Bank BRI tidak dapat dipisahkan dengan sisi budaya (culture) seluruh manajemen perusahaan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab pekerjaan.
“Jika digital ada pabriknya ada vendornya, maka culture itu tidak ada pabriknya. Pabriknya hanya ada di mindset para karyawan dan jajaran pemimpinnya yang ingin maju dan sukses mencapai tujuan,” terangnya.
Dijelaskannya, sejak tahun 2016, dua kunci digitalisasi dan culture tersebut sudah diaplikasikan Bank BRI dalam penyusunan blueprint transformasi dengan visi besar BRIvolution 1.0 dan berubah menjadi menjadi BRIvolution 2.0 karena tantangan bisnis di masa pandemi.
“Dan ternyata di tengah jalan ada pademi. Maka kita harus segera menyesuaikan terutama masalah transformasi digital,” akunya.
Segmen UMKM yang menjadi tulang punggung BRI berhasil melewati tantangan pandemi Covid-19 berkat transformasi digital. Hingga September 2021, BRI secara konsolidasi membukukan pertumbuhan aset sebesar 11,87% year on year (yoy) senilai Rp1.619,77 triliun.
Berkat transformasi yang dijalankan BRI dalam blueprint BRIVolution 2.0 itu membawa visi menjadi The Most Valuable Banking Group in South East Asia & Champion of Financial Inclusion pada 2025.
Baca juga: Akses Penjualan UMKM Diperluas Demi Majukan Produk Dalam Negeri
Untuk mendukung hal tersebut, pihaknya melakukan transformasi digital dan human capital. Strateginya yakni dengan menciptakan new growth engine, melakukan akselerasi, meningkatkan kemampuan cross selling, mengadaptasi kultur dan kapabilitas, memperbaiki kultur, serta menjaga credit cost dalam keadaan manageable.
“Jadi kalau kita ingin menjadi the most valuable bank, maka kita sekarang harus mengidentifikasi, tidak cukup hanya bank saja. Kita harus membentuk konglomerasi keuangan untuk support UMKM,” pungkasnya. (*)
Editor: Galih Pratama
Jakarta – Rencana aksi korporasi BTN untuk mengakuisisi bank syariah lain masih belum menemukan titik terang. Otoritas… Read More
Suasana saat penandatanganan strategis antara Dana Pensiun Lembaga Keuangan PT AXA Mandiri Financial Services (DPLK… Read More
Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) bakal kedatangan satu perusahaan dengan kategori lighthouse yang… Read More
Jakarta – PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI menyatakan bahwa Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang… Read More
Jakarta - Zurich Topas Life berhasil mencatat kinerja yang solid hingga September 2024, dengan kontribusi… Read More
Jakarta - Fenomena judi online (judol) di Indonesia kian marak, ditandai dengan lonjakan transaksi hingga… Read More