Categories: Analisis

Dibalik Kebijakan Devaluasi Yuan

Devaluasi CNY secara berlebihan akan menghambat langkah pemerintah Tiongkok yang menginginkan CNY sebagai salah satu mata uang dengan status SDR pada IMF.

Jakarta–Sejak akhir 2014, Tiongkok terus mengeluarkan kebijakan-kebijakan untuk mendorong perekonomiannya yang melambat, melalui relaksasi kebijakan investasi dan pelonggaran moneter. Namun kebijakan-kebijakan tersebut belum efektif menghasilkan dampak yang diharapkan, terlihat dari rilis data-data ekonomi terakhir.

Per Juli 2015, ekspor tumbuh minus 8% secara year on year (yoy) dibandingkan ekspektasi minus 1% yoy. PMI mulai menunjukkan berada di area kontraksi, serta Industrial production dengan pertumbuhan 6% dibandingkan Juli 2014 yang tumbuh 9%.

Diluar perkiraan para analis, pada 11 Agustus 2015, People Bank of China (PboC) atau bank sentral Tiongkok mengimplementasikan kebijakan terbaru dengan melakukan devaluasi CNY sebesar 1.9%. Hal ini dilakukan sebagai salah satu upaya meningkatkan daya saing ekspor dan mendorong laju pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Keputusan devaluasi ini memicu penjualan saham dan pelemahan mata uang secara global, dimulai dari kawasan Asia, diikuti Eropa, dan Amerika Serikat (AS).

Di Indonesia sendiri, pada 11 Agustus 2015 IHSG anjlok 2.66% ke level 4,622.59 dan Rupiah melemah 0.41% ke level Rp13,607. Walaupun dalam rilis resmi pertamanya, PBoC menyatakan bahwa devaluasi ini adalah “one off devaluation”, kenyataannya pada 12 Agustus, PBoC kembali menurunkan reference rate CNY dari 6.2298 ke 6.3306, yang artinya devaluasi lebih lanjut sebesar 1.6%. Langkah ini secara spontan kembali membuat pasar saham & mata uang global kembali anjlok, termasuk IHSG dan Rupiah. Pada 12 Agustus 2015 lalu, IHSG melemah 3.1% ke level 4,479.49 dan Rupiah melemah 1.42% ke level Rp13,799.

Pada 13 Agustus, Tiongkok masih meneruskan devaluasi mata uangnya. Namun dalam konferensi pers siang ini, Deputi Gubernur PboC, Yi Gang menyatakan bahwa rezim nilai tukar Tiongkok sekarang lebih terarah pada orientasi pasar dan baik untuk stabilitas nilai tukar jangka panjang. Satu komentar menarik yang dinyatakan adalah “the adjustment in the RMB exchange rate has basically completed.

Yi Gang juga menyatakan bahwa berita mengenai PBoC akan mendevaluasi CNY sampai 10% adalah berita yang tidak masuk akal. Walaupun langkah selanjutnya dan tujuan konkrit kebijakan pemerintah Tiongkok terkait nilai tukar Yuan masih belum terlalu jelas.

Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) menilai, potensi terjadinya kembali devaluasi CNY akan lebih terbatas. Kita masih ingat bahwa Tiongkok berulang kali memposisikan diri akan beralih dari negara dengan orientasi ekspor menjadi negara dengan orientasi konsumsi domestik, sehingga pelemahan yang terlalu berlebihan pada nilai tukar CNY tentu akan menghambat kekuatan konsumsi domestik masyarakat Tiongkok. Selain itu, devaluasi CNY secara berlebihan akan menghambat langkah pemerintah Tiongkok yang menginginkan CNY sebagai salah satu mata uang dengan status SDR (Special Drawing Rights) pada IMF.

MAMI melihat, dalam jangka pendek volatilitas pasar modal di Asia akan meningkat, dan pelemahan mata uang Asia. Namun dalam jangka menengah akan terbentuk keseimbangan baru pada struktrur perdagangan atau ekspor impor yang terkait dengan Tiongkok.

Mencermati kondisi saat ini dan kaitannya terhadap pengelolaan portofolio saham, MAMI akan secara fleksibel melakukan penyesuaian pada portofolio, diantaranya, satu, tetap fokus dalam melakukan pendekatan bottom-up, mencari emiten-emiten yang memiliki valuasi dan fundamental baik yang dapat beradaptasi dengan kondisi ekonomi saat ini.

Dua, dengan terus memonitor perkembangan ekonomi domestik dan global, pada saat ini MAMI memilih fokus pada saham-saham yang lebih defensif dan memiliki prospek pertumbuhan yang baik dan valuasi menarik.

Tiga, MAMI akan terus mencermati likuiditas dan volatilitas pasar agar memberikan hasil yang optimal dengan risiko yang terkendali.

Sedangkan untuk pengelolaan portofolio obligasi, MAMI akan senantiasa melakukan penyesuaian pada durasi portofolio dalam menghadapi volatilitas pasar, dengan mencari sweet spots pada tenor-tenor tertentu.

Mencermati dinamika yang terus terjadi di pasar finansial akhir-akhir ini, MAMI akan berupaya senantiasa memberikan informasi terkini kepada para investor.

 

Apriyani

Recent Posts

Veronica Tan Siapkan Platform Inovatif untuk Perlindungan Perempuan dan Anak

Jakarta - Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Wamen PPPA), Veronica Tan, mengungkapkan rencana… Read More

35 mins ago

BTPN Resmi Ubah Nama jadi Bank SMBC Indonesia

Jakarta – PT Bank Tabungan Pensiunan Negara Tbk (BTPN) resmi mengganti nama menjadi Sumitomo Mitsui Banking Corporation… Read More

49 mins ago

PPN 12 Persen Berlaku 2025, Ini Respons Maybank Indonesia

Jakarta - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyatakan bahwa kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN)… Read More

1 hour ago

Tolak PPN 12 Persen, Siap-siap 5 Juta Buruh Bakal Gelar Mogok Nasional

Jakarta - Presiden KSPI Said Iqbal menyatakan rencana pemerintah untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)… Read More

1 hour ago

Begini Sinergi Pemerintah dan Swasta Perangi Judi Online

Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebut judi online menjadi permasalahan serius… Read More

2 hours ago

Gegara Makan Bergizi Gratis, APBN Bisa Defisit hingga 3,34 Persen

Jakarta - Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudhistira mengungkapkan bahwa program Makan Bergizi Gratis (MBG) berisiko memicu defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja… Read More

4 hours ago