Ilustrasi Industri fintech P2P lending. (Foto: istimewa)
Jakarta– Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) meminta regulator Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk lebih memahami lebih dalam berbagai model bisnis fintech lending di Indonesia dengan segmentasi yang berbeda-beda.
Hal ini terutama ditujukan AFTECH untuk menanggapi pernyataan Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso yang menganggap fintech dengan layanan platform pinjaman langsung (peer to peer lending) seperti rentenir digital. Dirinya menilai fintech tersebut memiliki risiko tinggi yakni dengan bunga pinjaman dipatok cukup tinggi rata-rata sekitar 19 persen.
Wakil Ketua Umum AFTECH yang juga adalah CEO lnvestree, Adrian Gunadi menjelaskan, model bisnis yang dijalankan fintech berbeda-beda mulai dari yang fokus ke dana talangan konsumen dangan nominal di bawah Rp3 juta dan termin pinjaman kurang dari 1 minggu, hingga yang melayani pinjaman untuk modal usaha mikro-kecil-menengah (UMKM) hingga Rp. 2 millar dengan termin pembayaran 1-12 bulan.
“Hal lni ditawarkan senantiasa dangan merujuk pada tingkat bunga pinjaman bank atau lembaga keuangan lainnya. Tentu karakteristik produk dan pandekatan mitigaai risikonya sangat barbeda untuk masing-masing layanan. Sehingga inilah yang menentukan tingkat bunga pinjaman yang ditawarkan dengan tetap menekankan pada aksasabilitas dan proses,” ungkap Adrian di Centennial Tower Jakarta, Selasa 6 Maret 2018.
Baca juga: AFTECH: Fintech Mengurangi Tingginya Gap Pembiayaan UMKM
Maraknya kelahiran berbagai jenis layanan P2P lending saat ini menunjukkan besarnya kebutuhan publik akan akses terhadap pinjaman dana baik dalam kapasitas individu maupun sebagai UMKM yang direspon dunia usaha malalui besamya variasi model pinjaman yang berbada-beda.
“Kegiatan pinjam meminjam dalam tekfin tidak dapat disamaratakan dengan kegiatan rentenir. P2P lending yang sejati tidak beroperasi seperti pemberi pay-day loan. Sangat berbahaya bila OJK menyamakan semua model bisnis tekfin sebagai rentenir,” tegas Adrian.
Sebagai informasi, Wimboh Santoso baru-baru ini telah melontarkan pertanyaan yang kontroversial dengan menyebut fintech P2P tidak lain seperti rentenir yang menawarkan pinjaman dengan bunga tinggi namun tinggi resiko.
“Suku bunga rata-rata 19%, kalau suku bunganya mahal, apakah itu tidak seperti rentenir? Yang punya risiko itu ya peer to peer lending, itu kayak rentenir, digital rentenir. Kita perlu atur supaya adil dan tidak mencekik,” ungkap Wimboh. (*)
Poin Penting Hashim Djojohadikusumo meraih penghargaan “Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability” berkat perannya… Read More
Poin Penting Mirae Asset merekomendasikan BBCA dan BMRI untuk 2026 karena kualitas aset, EPS yang… Read More
Poin Penting Indonesia menegaskan komitmen memimpin upaya global melawan perubahan iklim, seiring semakin destruktifnya dampak… Read More
Poin Penting OJK menerbitkan POJK 29/2025 untuk menyederhanakan perizinan pergadaian kabupaten/kota, meningkatkan kemudahan berusaha, dan… Read More
Poin Penting Sebanyak 40 perusahaan dan 10 tokoh menerima penghargaan Investing on Climate 2025 atas… Read More
Poin Penting IHSG ditutup melemah 0,09% ke level 8.632 pada 5 Desember 2025, meski beberapa… Read More