Opini

Dewan Komisioner Baru OJK Dihantui Keuangan yang Defisit

oleh Eko B. Supriyanto

 

AWAL bulan lalu Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang baru sudah terpilih dengan sistem paket. Kerja keras Pansel memilih calon sesuai dengan kapabilitasnya dan Presiden pun mengusulkan yang sesuai dengan bidangnya tidak diindahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pilihan sudah dijatuhkan dan tantangan OJK terbesar ialah pembenahan internal dan masalah anggaran OJK yang diperkirakan akan defisit, jika selama lima tahun ke depan tak ada perubahan struktur penerimaan.

Terlepas dari itu, Wimboh Santoso, mantan pejabat Bank Indonesia (BI), orang makroprudensial, sudah terpilih menjadi Ketua OJK 2017-2022. Ia memperoleh 50 suara, mengalahkan Sigit Pramono, mantan bankir, yang oleh Pansel merupakan calon nomor 1. Banyak kalangan memperkirakan Wimboh akan lebih akomodatif dibandingkan dengan Sigit Pramono jika menjadi Ketua OJK. Alasannya, kolega-kolega Wimboh di OJK adalah mantan koleganya di BI. Sementara, jika Sigit yang terpilih tentu cerita akan lain.

Melihat perjalanan OJK, fase pertama yang dilalui OJK ialah upaya meletakkan dasar bagi OJK dan tentunya patut dihargai kerja keras para Anggota Dewan Komisioner OJK periode 2011-2017 yang diketuai Muliaman D. Hadad. Dua lembaga, BI dan Kementerian Keuangan, yang selama ini sulit disatukan dapat dicairkan menjadi satu—walau tahun lalu OJK ditinggal oleh 350 pengawasnya kembali ke BI. Untuk fase ini, kita ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dewan Komisioner OJK periode 2012-2107.

OJK dibentuk berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2011. Fungsinya ialah melakukan pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap sektor jasa keuangan, baik perbankan, pasar modal, maupun industri keuangan nonbank, seperti asuransi, dana pensiun, dan lembaga pembiayaan.

Sektor perbankan yang tetap dominan dari sektor keuangan sekarang ini tampak dari luar sehat karena menggunakan restrukturisasi kredit tidak semestinya. Relaksasi kebijakan restrukturisasi kredit ini akan berakhir Agustus 2017 ini, dan jika itu diberlakukan, tentu banyak bank yang akan terkena timbunan kredit macet. Karena itu, tidak ada jalan lain selain tetap memperpanjang masa berlakunya relaksasi kebijakan restrukturisasi kredit bermasalah ini. (Bersambung ke halaman berikutnya)

Page: 1 2 3

Paulus Yoga

Recent Posts

H-3 Lebaran, Penumpang Whoosh Melonjak hingga 20 Ribu Orang Sehari

Jakarta – Memasuki H-3 Lebaran 2025, Jumat (28/3), PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) mencatat… Read More

13 hours ago

Didukung Logistik dan Sewa, Adi Sarana Armada (ASSA) Raih Laba Bersih Rp330,1 M di 2024

Jakarta - PT Adi Sarana Armada Tbk (ASSA), emiten yang bergerak di ekosistem mobilitas orang… Read More

16 hours ago

8.500 Pemudik Rayakan Lebaran di Kampung dengan Mudik Gratis Bank Mandiri

Jakarta – Bank Mandiri kembali menyelenggarakan Program Mudik Gratis 2025 dengan tema “Mudik Aman Sampai… Read More

17 hours ago

IHSG Sepekan Naik 4,03 Persen, Kapitalisasi Pasar jadi Rp11.126 Triliun

Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan, data perdagangan saham pada pekan ini, 24-27… Read More

17 hours ago

4 Tips Agar Tetap Sehat dan Bugar Selama Mudik Lebaran

Jakarta - Saat melakukan perjalanan mudik jauh untuk bertemu dengan keluarga, kemungkinan kondisi tubuh akan… Read More

18 hours ago

Mudik Aman Sampai Tujuan, Bank Mandiri Berangkatkan 8.500 Pemudik dengan 170 Bus

Suasana saat pemberangkatan mudik aman sampai tujuan yang gelar Bank Mandiri yang dilepas dari Parkir… Read More

19 hours ago