Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae. (Foto: Istimewa)
Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyoroti potensi risiko kredit dari pelemahan nilai tukar rupiah terhadap Non Performing Loan (NPL). Meski demikian, depresiasi rupiah juga dapat memberikan dampak positif terhadap peningkatan profitabilitas perbankan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae mengatakan pada Januari 2025, risiko pasar terkait nilai tukar masih tergolong sangat rendah. Hal ini tecermin dari Posisi Devisa Neto (PDN) perbankan yang tercatat sebesar 1,24 persen, jauh di bawah ambang batas (threshold) 20 persen.
“Ini dapat diterjemahkan bahwa eksposur langsung bank terhadap risiko nilai tukar relatif kecil, sehingga pelemahan nilai tukar tidak akan banyak berpengaruh secara langsung terhadap neraca bank,” ujar Dian dalam keterangan tertulis, dikutip, Kamis, 27 Maret 2025.
Baca juga: Kredit Tumbuh Double Digit, Bank Sulteng Kantongi Laba Rp242,23 Miliar di 2024
Dari sisi kredit valuta asing (valas), umumnya kredit dalam valas yang disalurkan perbankan digunakan untuk kegiatan berbasis ekspor. Dengan demikian, penerimaan debitur juga berbentuk valas, yang secara alami memberikan perlindungan terhadap risiko nilai tukar (naturally hedged).
Dian menjelaskan, eksposur perbankan terhadap valas dalam bentuk kredit dan surat berharga justru berpotensi meningkatkan nilai aset bank saat terjadi depresiasi rupiah. Hal ini berdampak pada peningkatan profitabilitas bank.
Pada Januari 2025, pertumbuhan kredit valas mencapai 13,39 persen (year-on-year), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) valas yang tercatat sebesar 7,19 persen (yoy). Akibatnya, loan to deposit ratio (LDR) valas meningkat menjadi 80,62 persen, naik dari 76,22 persen pada Januari 2024.
Baca juga: Rupiah Kian Melemah, Ini Kiat Memaksimalkan Volatilitas Valas
Lebih lanjut, kata Dian, patut disadari bahwa terdapat potensi risiko kredit dari pelemahan nilai tukar rupiah terhadap NPL, utamanya karena depresiasi rupiah dapat menyebabkan kenaikan biaya input sehingga memengaruhi laba perusahaan dan kemampuan membayar debitur.
“Namun demikian, hal ini sudah diantisipasi oleh perbankan melalui pembentukan pencadangan yang cukup untuk dapat mengantisipasi pemburukan pada risiko kredit, selain daripada permodalan bank yang cukup tinggi,” ujarnya.
Dian menyebutkan bahwa OJK selalu memberikan arahan kepada perbankan terkait perubahan kondisi di pasar global maupun domestik. Dalam menghadapi volatilitas nilai tukar, bank diwajibkan menerapkan manajemen risiko yang kuat, termasuk melakukan stress test dengan berbagai skenario dan menyiapkan mitigasi risiko yang tepat.
“Bank juga telah diwajibkan membentuk tambahan modal di atas persyaratan penyediaan modal minimum sesuai profil risiko yang berfungsi sebagai penyangga (buffer) apabila terjadi krisis keuangan dan ekonomi yang dapat mengganggu stabilitas sistem keuangan, yang dapat digunakan untuk mengantisipasi dampak volatilitas nilai tukar,” pungkasnya. (*)
Editor: Yulian Saputra
Jakarta - LRT Jabodebek akan tetap melayani masyarakat selama libur Idul Fitri 2025. Untuk mendukung… Read More
Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada pekan 24-27 Maret 2025 mengalami penguatan sebesar… Read More
Jakarta – Bank Mega Syariah memastikan kesiapan layanan untuk memenuhi kebutuhan transaksi nasabah selama periode… Read More
Jakarta - Jelang libur panjang Nyepi dan Lebaran 2025, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada… Read More
Jakarta - PT Kereta Api Indonesia (Persero) mencatat tingginya animo masyarakat dalam menggunakan layanan kereta… Read More
Jakarta - Center of Economic and Law Studies (CELIOS) memperkirakan perputaran uang selama Ramadan dan… Read More