Oleh Eko B. Supriyanto, Pemimpin Redaksi Infobank
DEBT collector telah digambarkan sebagai sosok yang menakutkan. Bahkan, Pangdam Jaya pun menjadikan debt collector sebagai profesi yang harus ditumpas. Premanisme debt collector harus ditumpas habis. Sudah meresahkan masyarakat Jakarta. Para gubernur di beberapa daerah pun menabuh genderang perang terhadap debt collector, seperti Gubernur Jawa Tengah dan Jawa Timur. Juga, Bambang Soesatyo, Ketua MPR, pun “berisik” soal debt collector.
Di daerah-daerah keberadaan debt collector juga menjadi bulan-bulanan masyarakat. Bahkan, ada banyak debt collector yang nyawanya melayang akibat disiksa sejumlah masyarakat. Padahal, keberadaan debt collector merupakan bagian dari ekosistem industri multifinance. Juga, industri perbankan. Bayangkan jika tukang tagih ini tidak ada, maka leasing yang sebagian besar menggunakan uang bank akan remuk.
Peristiwa yang terjadi di Jakarta Utara, jujur saja bukan cerminan dari industri leasing di Indonesia. Itu hanya ekses, karena tiap hari leasing melakukan eksekusi terhadap debitur yang macet. Bayangkan jika kendaraan yang macet cicilannya tidak segera ditarik, tentu akan menurunkan nilai kendaraan tersebut (depresiasi). Berbeda dengan jaminan tanah dan bangunan yang nilainya naik tiap tahun (apresiasi).
Sebenarnya ada program restrukturisasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) – berupa keringanan angsuran karena dampak COVID-19. Namun, bagi yang sudah nunggak sebelum COVID-19 tentunya tidak mendapatkan keringanan seperti debitur setelah COVID-19. Utang harus dibayar. Jika tidak sanggup, segera diselesaikan.
Namun, penarikan makin seret. Sebab, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 24 Maret 2020 secara terbuka menegaskan agar leasing tidak menarik kendaraan. Sedang krisis. Demikian alasan Presiden. Presiden tidak salah. Bisa jadi Presiden hanya ingin ada keringanan karena krisis. Namun, oleh masyarakat, pernyataan Presiden diterjemahkan lain. Ramai-ramai mendadak debitur tak bayar pinjaman dengan membawa video pidato Presiden Jokowi.
Tidak sedikit debitur macet yang nakal dan berusaha agar kendaraan bermotornya tidak ditarik. Kasusnya pun beragam. Satu, kendaraannya ada, tapi debiturnya sudah tidak ada. Dua, debiturnya ada, tapi kendaraannya sudah tidak ada – sudah pindah tangan, dijual atau digadaikan. Tiga, kendaraannya tidak ada dan nasabahnya sulit ditemukan. Empat, kendaraan ada dan debiturnya ada, tapi dijamin oleh preman yang berkedok lembaga swadaya masyarakat (LSM). Lima, debitur ada, kendaraan dipreteli dan diganti pelat nomornya.
Jujur saja, melihat debt collector harus secara jernih. Bagaimanapun utang harus dibayar. Menurut Undang-Undang Fidusia, kendaraan yang belum lunas itu masih dimiliki oleh perusahaan leasing. Nah, jika ada kasus kendaraan dipindah tangan, maka debitur bersangkutan bisa dihukum dua tahun (pasal 36). Jadi, jika debt collector dilarang beroperasi, akan menimbulkan dampak buruk juga bagi debitur, karena seumur hidup debitur yang menunggak itu akan masuk daftar hitam. Seumur hidup tidak akan bisa mendapatkan pinjaman lagi, baik dari bank maupun leasing.
Jangan sampai gerakan memerangi debt collector ini seperti mengajarkan ke masyarakat untuk ngemplang utang. Bahwa ada debt collector yang salah prosedur, memang itu harus ditindak. Kasus di Jakarta Utara bisa jadi hanya salah prosedur, tapi keberadaan debt collector itu penting bagi ekosistem leasing.
Berdasarkan data Infobank Institute, industri leasing (Maret 2020-Maret 2021) melorot sebesar 20%. Industri ini harus diselamatkan. Karena pandemi COVID-19, perusahaan leasing juga bermasalah dengan non performing financing (NPF) dan loan at risk (LAR) sebesar Rp193 triliun — akibat melakukan restrukturisasi.
Karena itu, mari kita mendudukkan kembali posisi debt collector sebagai ekosistem bank dan leasing. Dan, debt collector itu merupakan profesi, sebagai credit collection support.
Kita sepakat perangi debt collector yang tidak punya sertifikat dan ugal-ugalan seperti preman. Jadi, debt collector yang ilegal itu hanya kasus. Bahkan, mayoritas (98%) tidak ada ekses negatif. Aman-aman saja.
Jangan sampai perang melawan debt collector yang dilakukan para pejabat ini seperti mengajarkan masyarakat untuk tidak membayar utang. Atau, seperti membekingi masyarakat untuk tidak membayar pinjaman, alias ngemplang. Padahal, yang namanya utang, harus dibayar, Bos! Ini bukan uang hibah dari Nabi Sulaeman. (*)
Dukung Akses Telekomunikasi danInformasi, IIF Salurkan Kredit SindikasiRp500 miliar. PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF)bekerja sama… Read More
Jakarta - PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) resmi menjual salah satu kepemilikan aset propertinya, yakni… Read More
Jakarta - Saham PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (kode saham: BBNI) menempati posisi penting… Read More
Jakarta – Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) menyebutkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai… Read More
Jakarta - PT IDX Solusi Teknologi Informasi (IDXSTI) bersama PT Datawave Korpora Indonesia resmi meluncurkan… Read More
Jakarta - Tingginya permintaan pasar untuk produk berbasis kelor, mendorong Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)… Read More
View Comments
Kalau gk mau di utang , ngapain anda membuat perkriditan...itu sudah rosiko utang piutang, kalau si utang itu gk sanggup pulangin aja dp dan selama angsran bagi dua...biar tidak meresah kan,
Bagus nih,, sumber semua masalah itu ya konsumen yang gagal bayar.. adanya debt collector itu ya karena adanya konsumen bandel,, perangi dulu konsumen bandel,, kl masi ada debt collector yang ugal ugalan setelah pejabat memerangi konsumen bandel barulah tindak debt collector nya.
Banyak oknum Lembaga Swadaya Masyarakat atau lembaga perlindungna konsumen memberikan doktrin ke masyarakat kalo debt coll adalah kriminal dan harus di tumpas padahal mereka malah memperjual belikan kendaaraan masih angsuran bahkan berani memposting di FB atau wa untuk memperjual belikan nya.. Bnayak di daerah-daerah leasing tutup karna memiliki kridit macet.
Mantap... Hutang harus d bayar... Aturan juga jelas.. Nunggak tagih,. Macet tarik..
D luar banyak statment aparat yg kurang berimbang d masyarakat.. Pelaksana finance slalu d sudutkan.. Mungkin trlalu banyak kepentingan
Masyarakat jgn diracuni dgn hutang. Biar bisa saling menjaga keharmonisan antar sesama
Betul sekali Bosqu...
Perusahaan leasing tak dpt dipisahkan dgn Debt Collector
Selama msh ada perkreditan, debt collector hrs ttp ada
Emng para depcolektor harus dibasmi..krna kebanyakan depcolektor main hakim sendiri atau mereka menagih tdk pernh sopan..saya berani bilang bgini karena saya mengalaminya sendiri..bahkn mrka menagih membawa teman pdhl surat tugasnya itu cuma 1orng..saya sangat setuju depcolektor ditindak tegas..dan sebnrnyA sudh resiko perbankan dalam meminjamkan apabila nasabah mangkir membayar,.kita negara hukum,negara pancasila tidak dibenarkan premanisme diindonesi..
Karena kalau depcolektor tidk ditindak dan diberantas mereka akan seenaknya..bahkan sama aparat aja tidak takut...kasus terkhr terjadi dijakrta...ayo masyarakat kita dukung para pemimpin buat membenahi para leasing yg mamakai depcolektor secara anarkis...jgn kita biarkan para leasing memakai depcolektor seenaknya saja...krna selama ini belum pernah para leasing atau perbankan yang memggunakan depcolektor yg anarkis ditindak tegas sampai pencabutan ijin..
Cuma mau bilang sama penulis wkwkwkwkwk...buat para pejabat note tuuh kata penulis "bapak bapak jangan ngajarin" katanya, mas brooh yg diperangi masyarakat n aparat itu yg ugal2 an mau yg pake eksternal legal kek maupun ilegal kek kalo ugal2 an sikaat ajalaah, apalagi banyakan tuuh kalo nyegat dijalan, lagian kan kalian punya collector internal ngapain pake eksternal lagian kan ada jalur hukum ngapain pake debt ekternal, hayyoooo "ada" apa tuh??suwun
jangan sembarangan beri utang,biar tidak butuh dept collector,....yang salah tetap yang memberi hutang,...kerjanya ngerjain masyarakat.