oleh Agung Galih Satwiko
UTANG Luar Negeri Indonesia per 31 oktober 2015 sebesar USD304.118 juta (Rp4.161 triliun), yang terdiri dari utang luar negeri Pemerintah dan Bank Sentral sebesar USD136.621 juta (Rp1.869 triliun/ 45%) dan utang luar negeri swasta sebesar USD167.498 juta (Rp2.292 triliun/ 55%).
Utang ke beberapa Negara terkemuka: ke Singapura USD57.910 juta, Jepang USD31.932 juta, Tiongkok (China) USD11.282 juta, US USD10.347 dan Belanda USD10.223 juta. Sementara utang ke lembaga internasional antara lain: IBRD USD14.284 juta, ADB USD8.046 juta dan IMF USD2.759 juta. Data utang luar negeri swasta dan Pemerintah relative akurat karena dilaporkan setiap bulan. Swasta wajib melaporkan posisi utang luar negeri kepada BI.
Sementara utang dalam negeri korporasi/ swasta per Q4 2015 diperkirakan sebesar Rp4.266 triliun yang terdiri dari utang swasta di perbankan Rp4.000 triliun, corporate bonds Rp250 triliun, dan MTN Rp16 triliun.
Dampak Yuan menjadi mata uang internasional secara umum positif bagi Indonesia karena: (i) mengurangi ketergantungan terhadap mata uang USD khususnya untuk perdagangan barang dan jasa antara Indonesia dan China yang dapat dinyatakan dalam Yuan, (ii) dalam hal mata uang Yuan melemah dalam terhadap USD dibandingkan pelemahan Rupiah terhadap USD, maka harga barang dan jasa dalam Yuan menjadi semakin murah untuk Indonesia, artinya impor dari China menjadi semakin murah, (iii) berkurangnya ketergantungan terhadap USD membuat nilai tukar Rupiah terhadap USD lebih stabil, demand terhadap USD menjadi terbagi dengan demand terhadap Yuan, (iv) mengurangi transaction cost, karena nilai barang/ jasa dapat langsung dinyatakan dalam Yuan dan dibayar dalam yuan (sekali konversi Rupiah ke Yuan), tanpa melalui mekanisme konversi dua kali yaitu Rupiah ke USD, USD ke Yuan.
Dampak negatifnya lebih terkait dengan kebijakan Pemerintah China yang tidak dapat diprediksi, nilai tukar Yuan dilemahkan secara sistematis melalui rate fixing, namun di sisi lain Pemerintah China juga melakukan intervensi untuk menjaga nilai tukar Yuan tetap kuat. Timing pelemahan nilai tukar Yuan kadang tidak tepat sehingga berpengaruh pada pelepasan saham dan asset keuangan besar-besaran oleh investor asing yang tentunya membuat Pemerintah China semakin mengurangi cadangan devisanya. Sisi negative lainnya adalah jika mata uang Yuan terlalu lemah maka harga produk Indonesia menjadi mahal dilihat dari sudut pandang China, sehingga tidak membantu mengurangi deficit transaksi berjalan.(*)
Penulis adalah Staf Khusus Waka Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan
Jakarta - PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) resmi membuka penjualan tiket kereta cepat Whoosh… Read More
Jakarta - PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) terus berkomitmen mendukung pengembangan sektor pariwisata berkelanjutan… Read More
Tangerang - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) meluncurkan program… Read More
Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat bahwa data perdagangan saham selama periode 16-20… Read More
Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat di minggu ketiga Desember 2024, aliran modal asing keluar… Read More
Jakarta - PT Asuransi BRI Life meyakini bisnis asuransi jiwa akan tetap tumbuh positif pada… Read More