Jakarta – Pembengkakan kredit macet atau Non-Performing Loan (NPL) pada masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) total ditengah pandemi COVID-19 tidak dapat dihindari. Bagai bom waktu, bengkaknya NPL tentu bisa mengganggu perenonomian nasional.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede menjelaskan, peningkatan NPL dipengaruhi oleh perlambatan pertumbuhan kredit khususnya dari sisi permintaan kredit modal kerja (KMK) yang cenderung melambat seiring dengan penurunan aktivitas perekonomian dari sisi produksi.
“Pada kuartal kedua 2020, terjadi kontraksi pada hampir seluruh sektor usaha, yang menandakan bahwa pandemi ini berdampak negatif terhadap mayoritas sektor usaha,” kata Josua ketika dihubungi infobanknews di Jakarta, Jumat 11 September 2020.
Josua menjelaskan, salah satu sektor yang mengalami kontraksi cukup dalam adalah sektor perdagangan, yang terkontraksi sebesar 7,6% (YoY) pada kuartal II-2020. Padahal, sektor ini merupakan salah satu sektor terbesar yang menyumbang permintaan kredit dengan proporsi sebesar 17,08% dari total kredit.
Sebagai informasi saja, per Juni 2020, sektor perdagangan juga mengalami pertumbuhan kredit kontraksi sebesar -5,38%, serta mencatatkan NPL cukup besar di angka 4,59%.
“Sektor dari perdagangan ini sendiri berkaitan langsung dengan aktivitas ekonomi masyarakat sehingga tanpa adanya pemulihan ekonomi yang signifikan, maka pertumbuhan kreidt di sektor ini akan terhambat,” tambahnya.
Dirinya memprediksi, kedepan pergerakan NPL masih akan mengalami tren kenaikan, terutama dalam beberapa bulan ke depan mengingat PSBB kembali diterapkan di DKI Jakarta, dan akan kembali menghambat aktivitas perekonomian secara umum.
Dihubungi terpisah, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai, peningkatan NPL harus diwaspadai oleh Pemerintah, terlebih program restrukturisasi kredit belum maksimal.
Bhima menyebut sektor jasa keuangan khususnya perbankan akan mengalami tekanan dua sisi baik dari perlambatan kredit maupun peningkatan NPL. Oleh karena itu, Pemerintah diharapkan dapat hadir di masyarakat maupun hadir di sektor jasa keuangan melalui kebijakan stimulus.
“Jadi memang bank mendapatkan tekanan combo. Diperkirakan NPL masih akan meningkat hingga 2021. Tentunya bank juga harus antisipasi perbesar pencadangan,” tukas Bhima.
Sebagai infornasi saja, OJK mencatatkan tren kenaikan pada kredit bermasalah (NPL).Tercatat hingga Juni 2020, NPL perbankan sudah mencapai 3,11% atau mengalami kenaikan dari posisi Maret 2020 yang berkisar 2,77% serta lebih tinggi juga dari periode Desember 2019 yang sebesar 2,53% secara industri. (*)
Editor: Rezkiana Np
Jakarta - Sektor perbankan Indonesia terus menunjukkan performa yang gemilang, didukung oleh fundamental yang kuat,… Read More
Jakarta - Harga emas batangan bersertifikat Antam keluaran Logam Mulia PT Aneka Tambang Tbk (ANTM)… Read More
Jakarta - Pada pembukaan perdagangan pagi ini, Selasa, 19 November 2024, pukul 9:00 WIB, Indeks… Read More
Jakarta - BNI Sekuritas melihat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) secara teknikal hari ini (19/11)… Read More
Jakarta - Otorit Jasa Keuangan (OJK) bersiap-siap menerima limpahan pengawasan aset kripto mulai Januari 2025.… Read More
Jakarta – Sejumlah perusahaan modal ventura merespons rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen… Read More