Categories: Nasional

Dampak Perlambatan Ekonomi Bagi Ekonomi Pedesaan

Jika pada gejolak ekonomi sebelumnya pedesaan mampu menopang perekonomian nasional, tidak kali ini. Merosotnya harga komoditas memberikan dampak yang cukup dalam bagi pedesaan. Apriyani Kurniasih.

Jakarta–Bahwa beberapa pekan terakhir nilai tukar Rupiah dan IHSG jatuh dengan cukup dalam. Kondisinya memang berbeda dengan kondisi (krisis) pada 1997/1998 silam. Pada 1997, nilai tukar melemah namun harga komoditas, dalam valuta asing (Dollar), relatif tetap. Akibatnya, petani yang banyak memproduksi komoditas ekspor, seperti kopra, kopi, kakao, udang, dan kayu dapat menikmati harga jual yang sangat tinggi. Perputaran dana di desa yang sangat tinggi inilah yang menopang perekonomian nasional selama periode krisis Moneter kala itu.

Sementara, tahun ini, melemahnya nilai tukar diikuti dengan jatuhnya harga komoditas ekspor pertanian, perikanan dan pertambangan. Harga beberapa komoditas di pasar internasional turun secara ekstrem, dari periode peak awal 2011. Sejumlah komoditas yang menurun diantaranya, karet (- 70%), biji besi (-71%), gula (-60%), batu bara (-55%), sawit (-54%), kopra (-45%), dan kopi arabika (-42%).

Pelemahan harga komoditas ini semakin cepat dalam setahun terakhir akibat dipicu oleh penurun harga minyak bumi (-60%). Jatuhnya harga minyak menjalar ke komoditas lain. Sejatinya, pedesaan lah yang paling terkena imbasnya. Akibatnya gejolak ekonomi kali ini, desa tidak dapat menopang perekonomian nasional.

Budiman Sudjatmiko, Anggota DPR Komisi II mengatakan, merujuk pada situasi tersebut pemerintah harus secara serius memperhatikan dampak krisis ekonomi di desa. Karenanya, lanjut Budi, wacana dan kebijakan penanganan krisis hendaknya tidak didominasi oleh perspektif urban semata. Sebab pola pada 2015 kali ini berbeda dengan 1997.

Ada beberapa langkah yang memungkinkan untuk dilakukan, pertama, menggelontorkan program dan anggaran ke desa secara masif, cepat, tepat sasaran dan minim kebocoran. Kedua, memastikan prioritas alokasi anggaran tersebut untuk mendorong usaha-usaha pertanian dan perikanan, guna menjamin ketersediaan pangan domestik.

Ketiga, Kementrian Keuangan, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan juga perlu membuat terobosan untuk meningkatkan perputaran uang dan meminimasi dampak gejolak ekonomi di pedesaan. “Misalnya, dengan mendorong penyaluran kredit secara masif kepada komoditas bersiklus pendek seperti padi, jagung, kedelai, peternakan unggas, dan ikan tangkapan” imbuh Budi.

Apriyani

Recent Posts

Harita Nickel Raup Pendapatan Rp20,38 Triliun di Kuartal III 2024, Ini Penopangnya

Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel pada hari ini (22/11)… Read More

4 hours ago

NPI Kuartal III 2024 Surplus, Airlangga: Sinyal Stabilitas Ketahanan Eksternal Terjaga

Jakarta - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, di… Read More

4 hours ago

Peluncuran Reksa Dana Indeks ESGQ45 IDX KEHATI

Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia Kunardy Lie memberikan sambutan saat acara… Read More

6 hours ago

Pacu Bisnis, Bank Mandiri Bidik Transaksi di Ajang GATF 2024

Pengunjung melintas didepan layar yang ada dalam ajang gelaran Garuda Indonesia Travel Festival (GATF) 2024… Read More

6 hours ago

Eastspring Investments Gandeng DBS Indonesia Terbitkan Reksa Dana Berbasis ESG

Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More

7 hours ago

Transaksi Kartu ATM Makin Menyusut, Masyarakat Lebih Pilih QRIS

Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More

8 hours ago