Keuangan

Dampak Geopolitik, Ini Risiko Perpecahan yang Harus Diwaspadai Industri Keuangan

Jakarta – Kondisi geopolitik global yang belum mereda akibat konflik antar negara, memunculkan dampak negatif terhadap perekonomian global. Hubungan multilateral maupun bilateral dalam konteks ekonomi yang terjalin sebelumnya, menjadi lebih sukar dilakukan karena adanya fragmentasi kubu ekonomi akibat konflik geopolitik yang ada.

Muliaman D Hadad selaku Duta Besar Indonesia untuk Swiss dan Liechtenstein mengungkapkan, setidaknya ada enam risiko perpecahan atau fragmentasi yang patut diwaspadai industri keuangan pada tahun 2023 dan 2024. Keenam risiko itu yakni hilangnya keuntungan dari globalisasi, kepercayaan antar negara yang memudar, kebijakan perdagangan dan investasi yang ketat, rantai pasokan global yang terganggu, sistem pembayaran yang tak terkoneksi satu sama lain, serta berkurangnya perhatian yang diberikan terhadap risiko perubahan iklim.

“Kita akan kehilangan keuntungan yang kita dapatkan dari tren globalisasi. Kita menikmati dampak globalisasi terhadap perdagangan selama 20 tahun ini. Banyak efisiensi, inovasi, peluang investasi, hingga perdagangan yang kita nikmati selama 2 dekade ini. Namun, karena pandemi, karena perang, dunia jadi terfragmentasi, dan kita kehilangan benefit yang sebelumnya kita dapatkan dari globalisasi,” ujar Muliaman pada acara ESG Public Discussion virtual bertema “Global and National Outlook for Resilience Amid Recession and Digitalization” yang digelar Impac+ bersama Infobank dan TBS, Senin, 5 Desember 2022.

Kondisi yang semakin terpolarisasi itu pada akhirnya mengurangi rasa saling percaya antar negara yang selanjutnya memicu kebijakan-kebijakan perdagangan dan investasi yang semakin ketat atau tertutup, dimana kondisi demikian mempersulit aktivitas perekonomian domestik setiap negara.

“Rantai pasokan global lalu jadi terganggu, sebagaimana yang kita alami setelah pandemi dan sekarang setelah perang. Rantai pasokan global yang terganggu ini bisa saja memutus sistem pembayaran yang sudah saling terkoneksi di antara negara sebelumnya,” jelasnya.

Semua faktor-faktor risiko di atas pada akhirnya akan mengganggu perhatian negara-negara pada isu kelestarian lingkungan seperti perubahan iklim. “Kita harus memitigasi semua risiko tersebut dengan menerbitkan kebijakan yang bisa mengurangi dampak negatif dari fragmentasi,” pungkasnya. (*) Steven Widjaja

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Hashim Djojohadikusumo Raih Penghargaan ‘Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability’

Poin Penting Hashim Djojohadikusumo meraih penghargaan “Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability” berkat perannya… Read More

5 hours ago

Dua Saham Bank Ini Patut Dilirik Investor pada 2026

Poin Penting Mirae Asset merekomendasikan BBCA dan BMRI untuk 2026 karena kualitas aset, EPS yang… Read More

5 hours ago

Hashim Soroti Pentingnya Edukasi Publik Terkait Perubahan Iklim

Poin Penting Indonesia menegaskan komitmen memimpin upaya global melawan perubahan iklim, seiring semakin destruktifnya dampak… Read More

6 hours ago

OJK Sederhanakan Aturan Pergadaian, Ini Poin-poinnya

Poin Penting OJK menerbitkan POJK 29/2025 untuk menyederhanakan perizinan pergadaian kabupaten/kota, meningkatkan kemudahan berusaha, dan… Read More

7 hours ago

40 Perusahaan & 10 Tokoh Raih Penghargaan Investing on Climate Editors’ Choice Award 2025

Poin Penting Sebanyak 40 perusahaan dan 10 tokoh menerima penghargaan Investing on Climate 2025 atas… Read More

7 hours ago

Jelang Akhir Pekan, IHSG Berbalik Ditutup Melemah 0,09 Persen ke Level 8.632

Poin Penting IHSG ditutup melemah 0,09% ke level 8.632 pada 5 Desember 2025, meski beberapa… Read More

8 hours ago