Jakarta–Dampak Brexit diyakini tak akan terlalu berpengaruh di Asia. Chief Economist DBS Group Research David Carbon mengatakan, dalam jangka pendek, dampak Brexit memang terasa dalam pasar uang dan pasar modal. Ini terlihat dari bursa saham Asia melakukan aksi jual pada saat hasil referendum diumumkan. Namun Carbon mengatakan, dari perspektif ekonomi dampak ini tidak terlalu mengkhawatirkan terutama bagi Asia.
Dalam keterangan yang diterima Infobank, kemarin, Carbon mengatakan, meski pertumbuhan Asia melambat, Asia masih akan tumbuh sekitar US$ 1 triliun setiap tahun. Ini setara dengan tingkat produk domestik bruto (PDB) Jerman setiap 3,2 tahun. Lima tahun dari sekarang, Asia akan membentuk Jerman baru setiap 2,8 tahun. “Jadi jangan khawatir soal Brexit jika Anda tinggal di Asia,” ujar Carbon dalam riset berjudul “Economics Markets Strategy 3Q2016” yang diterbitkan 9 Juni 2016.
Seperti diketahui, rakyat Inggris Raya akhirnya memutuskan untuk berpisah dari Uni Eropa (Brexit) dalam referendum yang digelar pada 23 Juni lalu. Sebanyak 51,9 persen penduduk memilih keluar (leave), dan sebanyak 48,1 persen memutuskan untuk tetap bergabung (remain).
Keputusan untuk keluar dari Uni Eropa menurut Carbon merupakan kemunduran besar bagi Inggris Raya. Mereka seperti sedang menembak kakinya sendiri dalam menghadapi era perdagangan bebas dan globalisasi yang membuka sekat-sekat perbatasan negaranya.
Bagi kelompok muda, perdagangan bebas merupakan peluang untuk memperoleh pekerjaan serta pendapatan yang melampaui orang-orang tua mereka. Itu sebabnya, anak-anak muda Inggris lebih memilih untuk tetap bergabung dengan Uni Eropa, lantaran dengan perdagangan—baik barang dan jasa—yang semakin terbuka, mereka bebas bekerja di mana saja.
Namun bagi generasi tua yang kurang memiliki skill, era perdagangan bebas dapat membatasi ruang mereka untuk memperoleh pekerjaan. Mereka kalah bersaing dengan pencari kerja yang lebih muda yang familiar dengan teknologi terbaru. Untuk itu, Carbon menyarankan, pelatihan kepada mereka yang “kalah” untuk menghadapi sistem ekonomi dan teknologi baru untuk mengatasi persoalan ini.
Lebih lanjut Carbon menilai, besarnya dampak yang ditimbulkan dari Brexit tergantung dari berapa banyak negara yang bisa jadi akan menyusul langkah Inggris keluar dari Uni Eropa. Efek domino dapat timbul ketika Brexit menjadi inspirasi bagi negara Uni Eropa lain seperti Belanda, Austria, Swedia, dan Prancis untuk menggelar referendum serupa. Perlu juga dicatat bahwa Skotlandia telah memutuskan untuk tetap menjadi bagian dari ekonomi Uni Eropa. Hal ini membuka kembali kemungkinan Skotlandia akan meninggalkan Inggris Raya untuk bisa tetap menjadi anggota Uni Eropa.
Inggris Raya merupakan negara dengan tingkat perekonomian terbesar di Uni Eropa. Tak pelak, keputusan untuk berpisah langsung direspons negatif pasar. Pascakeputusan referendum, mata uang Poundsterling sempat anjlok 12,5 persen terhadap Dolar Amerika Serikat (AS). Standard & Poor’s pun akhirnya menurunkan peringkat utang Inggris dari level tertingginya.
“Kami rasa skenario terburuk dari keputusan ini, nilai Poundsterling akan turun 10-20 persen. Ditambah lagi dengan ketidakpastian akibat pengunduran diri Perdana Menteri David Cameron,” ujar ekonom DBS Group Research Philip Wee dalam risetnya “Brexit first impact” yang dirilis 24 Juni 2016. (*)
Editor: Paulus Yoga
Jakarta - Presiden Direktur Sompo Insurance, Eric Nemitz, menyoroti pentingnya penerapan asuransi wajib pihak ketiga… Read More
Senior Vice President Corporate Banking Group BCA Yayi Mustika P tengah memberikan sambutan disela acara… Read More
Jakarta - PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat sejumlah pencapaian strategis sepanjang 2024 melalui berbagai… Read More
Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengapresiasi kesiapan PLN dalam… Read More
Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan telah melaporkan hingga 20 Desember 2024, Indonesia Anti-Scam… Read More
Jakarta - PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) membidik penambahan sebanyak dua juta investor di pasar… Read More