Market Update

Dampak Badai Helene pada Hardening Market Reasuransi, Ini Prediksi AAUI

Bali – Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) memprediksi pasar reasuransi global tidak akan mengalami hardening market pada 2025, meski Badai Helene melanda Florida, AS, Kamis (26/9/2024) lalu.

Hal tersebut diungkapkan oleh Budi Herawan, Ketua Umum AAUI, di sela-sela acara Rendezvouz Indonesia 2024, di Bali, Jumat, 11 Oktober 2024.

“Ya, hasilnya hari ini (setelah kegiatan Rendezvouz Indonesia 2024), keputusan apakah masih dalam posisi hardening market atau kembali ke pasar yang normal. Saya pikir teman-teman (industri asuransi) merasa puas bertemu dengan perusahaan reasuransi dari luar maupun dari dalam negeri (di kegiatan Rendezvouz Indonesia 2024). Melihat kondisi untuk tahun 2025, kalau prediksi saya harusnya tidak pada posisi market yang hardening lagi,” kata Budi.

Baca juga: Punya Potensi Ekonomi, Bos Bank Sumut: Pisang Kepok Nias Harus Dikembangkan

Kendati begitu, menurutnya masih ada sejumlah batasan-batasan yang akan diterapkan oleh perusahaan reasuransi dalam negeri, terutama yang termasuk dalam Indonesian Professional Reinsurers (IPR).

“Sementara, di sisi pricing, retrosesi, reasuransi treaty, non-proportional, kemungkinan bisa sama, tapi semuanya juga tergantung kepada result dari masing-masing perusahaan reasuransi,” ungkapnya.

Bisnis asuransi masih akan ketat

Budi menambahkan, sejumlah lini bisnis asuransi diprediksi masih akan ketat pada 2025, misalnya di sektor properti, engineering dan marine hull.

“Harapannya bisa sedikit melunak, semoga. Tapi pasar internasional juga melihat prospek yang bagus di Indonesia untuk beberapa loss ratio. Kalau di asuransi kesehatan itu sudah burn, istilahnya loss ratio sudah above dari sekitar 140% sampai 148%,” tambahnya.

Baca juga: AAUI Ungkap Peluang Usaha Menjanjikan di Era Prabowo-Gibran, Ini Daftarnya

Sedangkan, lanjut Budi, di asuransi kredit, ia berharap dengan adanya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) yang baru tentang asuransi kredit, akan membantu perbaikan, misalnya dengan adanya resharing dengan pihak perbankan, serta adanya batasan-batasan biaya akusisi.

“Sementara, kalau kendaraan bermotor impact-nya memang dari penjualan yang menurun dan akibat dari masyarakat yang kena daftar hitam akibat judi online dan pinjaman online. Alhasil ketika mereka masuk ke daftar hitam, di SLIK, begitu pengajuan kreditnya diproses tidak bisa. Ini menjadi tantangan lagi bagi industri perasuransian, OJK dan di pemerintahan baru kedepan,” tutupnya. (*) Ayu Utami

Yulian Saputra

Recent Posts

BI Laporkan Uang Beredar Oktober 2024 Melambat jadi Rp9.078,6 Triliun

Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat uang beredar (M2) tetap tumbuh. Posisi M2 pada Oktober 2024 tercatat… Read More

26 mins ago

IIF Raih Peringkat Gold Rank pada Ajang Penghargaan ASRRAT

Jakarta - PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF) kembali meraih peringkat "Gold Rank" dalam ajang Asia… Read More

46 mins ago

Hyundai New Tucson Mengaspal di RI, Intip Spesifikasi dan Harganya

Jakarta – Menjelang akhir 2024, PT Hyundai Motors Indonesia resmi merilis new Tucson di Indonesia. Sport Utility Vehicle (SUV)… Read More

48 mins ago

Direktur Keuangan Bank DKI Raih Most Popular CFO Awards 2024

Jakarta - Romy Wijayanto, Direktur Keuangan & Strategi Bank DKI menerima penghargaan sebagai Most Popular… Read More

58 mins ago

Wamenkop: Koperasi jadi Solusi Pengentasan Kemiskinan dan Jeratan Rentenir

Jakarta - Kementerian Koperasi (Kemenkop) menegaskan peran strategis koperasi, khususnya Baitul Maal Wa Tamwil (BMT), dalam… Read More

1 hour ago

Presiden Prabowo Bawa Oleh-oleh Investasi USD8,5 Miliar dari Inggris

Jakarta – Optimisme para pelaku usaha di Inggris terhadap ekonomi di Tanah Air masih solid.… Read More

2 hours ago