Teknologi

CSIS: Layanan Cloud Berpotensi Ciptakan 95 Ribu Lapangan Kerja Baru

Jakarta – Survei dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menemukan bahwa penggunaan komputasi awan (cloud computing) dapat berkontribusi kepada perekonomian Indonesia sebesar Rp35 triliun, juga dapat menciptakan 95 ribu lapangan kerja baru.

Peneliti Departemen Ekonomi CSIS, Deni Friawan mengatakan, bahwa dalam mendukung Pemerintah Indonesia terkait rencana untuk mengembangkan Pusat Data Nasional (PDN), cloud computing memainkan peran penting dalam agenda transformasi digital Indonesia.

“Pemerintah Indonesia misalnya telah mengumumkan rencana untuk mengembangkan Pusat Data Nasional (PDN) yang bertujuan untuk mengonsolidasikan dan merampingkan berbagai aplikasi layanan publik menuju sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE) atau yang kita kenal sebagai e-goverment,” ujar Deni di Jakarta, 23 Agustus 2022.

Namun, adopsi komputasi awan di Indonesia, khususnya di sektor publik masih terbatas dan jauh tertinggal dari negara-negara lain. Hal tersebut terlihat pada peringkat E-Government Development Index (EGDI) dimana Indonesia berada di peringkat ke-88 dari 193 negara.

Berdasarkan fakta tersebut menunjukkan bahwa digitalisasi pelayanan publik di Indonesia perlu lebih ditingkatkan. Sehingga, CSIS dalam survei tersebut bertujuan untuk memberikan gambaran tentang adopsi cloud computing di sektor publik Indonesia, membahas beberapa keuntungan penting, dan tantangan yang dihadapi oleh sektor publik.

Hasil dari survei tersebut adalah hanya 30%  dari 169 lembaga publik yang disurvei, menunjukkan bahwa mereka telah menggunakan layanan cloud, dengan persentase yang terendah ada di sektor kesehatan atau rumah sakit (8,8%) dan pemerintah daerah (25%). Namun, prospek adopsi cloud di sektor publik Indonesia cukup cerah dikarenakan adanya hampir 40% organisasi publik yang berencana untuk menggunakannya di masa depan.

Di samping itu, adopsi komputasi awan di sektor publik Indonesia menghadapi beberapa hambatan dan tantangan serius. Faktor-faktor hambatan ini termasuk mis persepsi mengenai risiko keamanan dan masalah privasi data, ketidakpastian peraturan dan dukungan hukum, sistem pengadaan di pemerintahan, serta kurangnya keterampilan dan mendukung infrastruktur broadband.

Oleh karena itu, Indonesia perlu menunjang kembali peraturan yang ada saat ini, kebijakan yang disusun perlu memberikan ekosistem yang memudahkan untuk berinovasi serta memastikan keamanan dan perpindahan data yang stabil dan baik.

Hal tersebut juga menjadi penting untuk mencari titik keseimbangan dalam kerangka regulasi yang dibuat sehingga tidak berpotensi memperlambat transformasi digital dan modernisasi TIK. (*) Khoirifa

Apriyani

Recent Posts

Netflix, Pulsa hingga Tiket Pesawat Bakal Kena PPN 12 Persen, Kecuali Tiket Konser

Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan bahwa sejumlah barang dan jasa, seperti… Read More

40 mins ago

Paus Fransiskus Kembali Kecam Serangan Israel di Gaza

Jakarta -  Pemimpin tertinggi Gereja Katolik Sedunia Paus Fransiskus kembali mengecam serangan militer Israel di jalur… Read More

44 mins ago

IHSG Dibuka Menguat Hampir 1 Persen, Balik Lagi ke Level 7.000

Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berbalik dibukan naik 0,98 persen ke level 7.052,02… Read More

3 hours ago

Memasuki Pekan Natal, Rupiah Berpotensi Menguat Meski Tertekan Kebijakan Kenaikan PPN

Jakarta – Pengamat Pasar Uang, Ariston Tjendra, mengungkapkan bahwa kebijakan pemerintah terkait kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)… Read More

3 hours ago

Harga Emas Antam Stagnan, Segini per Gramnya

Jakarta -  Harga emas Antam atau bersertifikat PT Aneka Tambang hari ini, Senin, 23 Desember… Read More

3 hours ago

Transaksi QRIS Kena PPN 12 Persen, Begini Penjelasan DJP

Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) buka suara terkait dengan transaksi Quick Response Code Indonesia Standard (QRIS)… Read More

3 hours ago