Jakarta – Citi melalui Citi Global Perspectives & Solutions (Citi GPS) dalam laporan terbaru bertajuk ‘Unlocking Climate and Development Finance’ mengkaji langkah-langkah untuk meningkatkan pendanaan ke berbagai wilayah geografis, industri, dan sejumlah proyek.
Laporan tersebut menyoroti bagaimana perbedaan selera risiko modal dan profil risiko proyek menjadi salah satu penyebab minimnya mobilisasi pendanaan untuk proyek-proyek terkait perubahan iklim.
Meskipun fasilitas aliran modal sudah dipahami dengan baik, namun dibutuhkan lebih banyak proyek yang dapat dibiayai dan dapat diinvestasikan guna mendukung upaya penanganan perubahan iklim.
Dari hasil kajian tersebut, disebutkan dalam beberapa dekade terakhir, kemajuan luar biasa telah dicapai dalam mengangani perubahan iklim. Pada tahun 2015 misalnnya, 196 negara sepakat mengadopsi Paris Agreement dalam pertemuan COP15 yang menghasilkan perjanjian untuk menjaga kenaikan suhu rata-rata global di bawah 2 derajat celcius.
Baca juga: Perubahan Iklim Makin Memburuk, Ini Industri yang Paling Terdampak
“Kemudian pada pertemuan COP26 tahun 2021, para pemimpin dunia berkumpul untuk merancang agenda global dan kerangka kerja menuju net-zero emission. Tantangan berikutnya adalah mencari cara untuk mendanai tindakan global terkait perubahan iklim,” tulis laporan Citi, dikutip Sabtu, 16 Desember 2023.
Disebutkan dalam laporan tersebut, dalam rentang tahun 2016-2020, berbagai proyek terkait perubahan iklim berhasil menggerakkan antara $600 miliar hingga $900 miliar rata-rata per tahun. Namun, untuk mencapai skenario Net-Zero Emission pada tahun 2050, diperlukan sekitar $125 triliun dalam 30 tahun ke depan.
“Meskipun aliran pendanaan global meningkat hampir dua kali lipat pada tahun 2022 menjadi $1,4 triliun, namun perkiraan kesenjangan pendanaan iklim tahunan antara tahun 2030 dan 2050 hampir 7 kali lipat dari aliran dana tahun 2022,” papar laporan itu.
Adapun investasi atau pendanaan dalam transisi energi saat ini pada pasar negara-negara maju dilakukan melalui pembiayaan modal swasta, sedangkan di pasar negara berkembang melalui sektor publik dan organisasi supranasional.
Sebab, dalam beberapa dekade mendatang, sebagian besar pendanaan iklim akan disalurkan di negara-negara berkembang untuk mencapai tujuan iklim global yang sudah ditetapkan.
Baca juga: Begini Peran OJK dalam Mitigasi Perubahan Iklim
Kawasan Asia Timur dan Pasifik misalnya, tercatat menerima 47% dari keseluruhan aliran pendanaan iklim pada tahun 2022 dan Eropa Barat menerima 24% lagi.
Sementara Afrika Sub-Sahara, Timur Tengah serta Afrika Utara wilayah yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim dilaporkan hanya menerima 2% dan 1% dari keseluruhan aliran pendanaan.
Chief Executive Officer Citi Indonesia Batara Sianturi mengatakan, di Citi Indonesia pihaknya terus menggunakan keahlian SDM untuk mendukung klien dalam mengatasi tantangan global dan berkontribusi pada upaya transisi energi.
“Kami berharap laporan ini dapat memberikan pemahaman yang lebih jelas mengenai bagaimana mencapai investasi yang diperlukan untuk mengatasi tantangan terbesar yang dihadapi oleh ekonomi, masyarakat, dan lingkungan global, yang semuanya tertuang dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB,” puungkasnya. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra
Jakarta - Bank QNB Indonesia, anak perusahaan dari QNB Group, mengumumkan kemitraan strategis dengan supermarket premium, TheFoodhall,… Read More
Jakarta - Sektor perbankan Indonesia terus menunjukkan performa yang gemilang, didukung oleh fundamental yang kuat,… Read More
Jakarta - Harga emas batangan bersertifikat Antam keluaran Logam Mulia PT Aneka Tambang Tbk (ANTM)… Read More
Jakarta - Pada pembukaan perdagangan pagi ini, Selasa, 19 November 2024, pukul 9:00 WIB, Indeks… Read More
Jakarta - BNI Sekuritas melihat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) secara teknikal hari ini (19/11)… Read More
Jakarta - Otorit Jasa Keuangan (OJK) bersiap-siap menerima limpahan pengawasan aset kripto mulai Januari 2025.… Read More