Jakarta – Transisi ekonomi hijau berpotensi menciptakan produk domestik bruto (PDB) sebesar Rp2.943 triliun dalam satu dekade ke depan, atau setara 14,3 persen PDB Indonesia pada 2024.
“Dampak ekonomi hijau ini bisa menimbulkan PDB yang lebih besar. Dari sisi surplus usaha pun lebih besar, pendapatan negara lebih besar dan juga penyerapan tenaga kerja juga lebih besar,” kata Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Nailul Huda dalam acara Mendiversifikasi PMA di Investasi Berkelanjutan, di Jakarta, 25 September 2024.
Ia mengatakan, upaya mendorong ekonomi hijau terus dilakukan lantaran membawa efek positif terhadap ekonomi di Tanah Air dan juga penyerapan tenaga kerja.
“Kalau kita lihat sebenarnya dari ekonomi bisnis as usual kita lakukan sekarang ini, ada biaya-biaya lingkungan yang ditanggung oleh ekonomi. Misalnya biaya yang ditanggung pertambangan batu bara,” jelasnya.
Baca juga : TKBI: Kontribusi OJK Membangun Ekonomi Hijau
Pada laporan teranyar pihaknya, desa yang mengandalkan pertambangan batu bara berpotensi 50 persen terkena dampak bencana alam seperti banjir.
“Potensinya lebih tinggi terkena banjir dibandingkan desa yang tidak mengandakan pertambangan batu bara,” bebernya.
Termasuk dari sisi konflik horizontal, di mana ada potensi yang lebih besar apabila desa mengandalkan batu baru sebagai mata pencarian.
Berdasarkan studi CELIOS dan Greenpeace Indonesia, dampak lain ekonomi hijau terhadap PDB juga turut meningkatkan jumlah lapangan kerja dan pendapatan pekerja.
Bahkan, peralihan ke ekonomi berkelanjutan diproyeksi mampu membuka hingga 19,4 juta lapangan kerja anyar yang muncul dari pelbagai sektor yang berkaitan dengan pengembangan energi terbarukan.
Misalnya saja pertanian, kehutanan, perikanan dan jenis-jenis industri ramah lingkungan lainnya. Sementara itu, pendapatan pekerja secara total bisa bertambah hingga Rp 902,2 triliun.
Meski ekonomi hijau memberi dampak baik bagi ekonomi, namun pihaknya menilai masih banyak pekerjaan rumah bagi pemerintah, khususnya di daerah.
“Masih banyak provinsi di Indonesia yang masih belum siap dalam program transisi ekonomi hijau. Masih banyak pemda-pemda kita yang memahami apa itu ekonomi hijau, bagaimana penerapannya,” akunya.
Baca juga : Kolaborasi Pembiayaan Berkelanjutan Demi Mengakselerasi Transisi Ekonomi Hijau
Ia mencontohkan, ada satu daerah bernama Wae Sano, Kabupaten Manggarai Barat, NTT yang telah menghasilkan proyek pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTPB) atau geothermal.
“Di sana sudah ada aktivitas geothermal, tapi ditolak warganya karena ada aktivitas pengeboran yang merusak rumah. Nah ini yang pemerintah daerah belum mengetahiui tentang ekonomi hijau,” terangnya.
Bahkan, warga yang menolak pembangunan PLTPB Wae Sano juga menilai proyek tersebut sangat berdampak buruk bagi ruang hidup mereka.
Di mana, kesatuan yang utuh tidak terpisahkan antara pemukiman, kebun pencaharian, sumber air, pusat kehidupan adat, kuburan, hutan serta danau. (*)
Jakarta - Pemerintah telah menyediakan berbagai program untuk mendorong industri perumahan, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah… Read More
Jakarta – Indonesia dan negara berkembang lainnya menuntut komitmen lebih jelas terhadap negara maju terkait… Read More
Jakarta – Kapal Anchor Handling Tug and Supply (AHTS) Harrier milik Pertamina Hulu Energi Offshore South East Sumatera (PHE… Read More
Bangkok – Indonesia dianggap sebagai pasar yang menarik bagi banyak investor, khususnya di kawasan Asia… Read More
Jakarta - Bank Indonesia (BI) mendukung program pembangunan 3 juta rumah Presiden Prabowo Subianto yang… Read More
Padang - Wakil Menteri Koperasi (Wamenkop) Ferry Juliantono mengapresiasi kinerja Koperasi Konsumen Keluarga Besar (KSUKB)… Read More