Jakarta – Centre of Budget Analysis (CBA) mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat untuk melakukan upaya hukum terhadap perusahaan yang diduga mengambil mata air tanpa izin. Pemeriksaan dilakukan terkait dugaan pelanggaran izin pengambilan air oleh perusahaan PT DFT.
“Apalagi dugaan kasus tersebut sudah berlangsung selama delapan tahun. Maka gak ada jalan lain, Kejati Jabar harus segera melakukan pemeriksaan,” ujar Direktur Eksekutif CBA, Uchok Sky Khadafi seperti dikutip di Jakarta.
Menurut Uchok, pemeriksaan terhadap PT DFT memang mendesak. Selain sudah berlangsung sangat lama, juga karena kasus ini diduga berpotensi merugikan keuangan negara. Dan untuk itu pula, Kejati bisa menggandeng auditor, dalam hal ini adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Yang penting pemeriksaan harus dilakukan segera. Bahkan kalau perlu juga berkoordinasi dengan Polda Jawa Barat. Segera panggil direksi dan komisaris perusahaan tersebut,” kata Uchok.
Menurutnya, kondisi perusahaan yang belum bisa memperlihatkan izin saat dipanggil Satpol PP pekan lalu, bisa menjadi bukti awal. Apalagi juga diduga bahwa selama ini perusahaan sudah melakukan penjualan kepada industri. Dan tentu saja, penjualan air secara komersial tersebut sudah melanggar izin yang diberikan, yaitu digunakan untuk kepentingan real estate.
“Infrastrukturnya kan jelas ada. Pipa-pipa yang menjadi alat pengambilan dan penyaluran air oleh perusahaan, juga bisa dijadikan barang bukti,” kata dia.
Pekan lalu, Satpol PP Kabupaten Sumedang memang melakukan pemanggilan kepada PT DFT. Pemanggilan dalam rangka klarifikasi terkait dugaan pelanggaran pengambilan air izin oleh perusahaan.
Menurut Kepala Bidang Penegakan Peraturan Perundang-undangan Daerah, Satpol PP Kabupaten Sumedang, Yan Mahal Rizzal, pada klarifikasi tersebut, PT DFI belum bisa menunjukkan izin di Blok Lebak Lewang, Desa Sindanggalih, Kecamatan Cimanggung.
Dugaan pelanggaran pengambilan air itu sendiri, diduga juga berpotensi merugikan keuangan negara. Seperti dijelaskan sebelumnya oleh pakar kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, bahwa yang berhak menjual air kepada industri hanya BUMN atau BUMD. Nah, ketika PT DFT melakukan penjualan kepada industri, di sinilah letak potensi kerugian negara.
Seharusnya memang hanya BUMN yang bisa melakukan kegiatan tersebut. Akibatnya, dalam setahun, diduga negara dirugikan sekitar Rp20 miliar. Dan jika kegiatan tersebut dilakukan selama delapan tahun, maka potensi kerugian negara diperkirakan mencapai Rp200 miliar. (*)
Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ekspor pada Oktober 2024 mengalami peningkatan. Tercatat, nilai ekspor Oktober… Read More
Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Indonesia pada Oktober 2024 mencatatkan surplus sebesar USD2,48… Read More
Serang - PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk (Bank Banten) baru saja menggelar Rapat Umum… Read More
Jakarta - Rupiah diperkirakan akan melanjutkan pelemahan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) seiring penguatan dolar… Read More
Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memblokir sejumlah rekening milik Ivan Sugianto… Read More
Jakarta - Pada pembukaan perdagangan pagi ini, Jumat (15/11), pukul 9.00 WIB Indeks Harga Saham… Read More