Surabaya – Guna meningkatkan jangkauan pasar keuangan syariah domestik, dan mencapai target inklusi keuangan yang dipatok pemerintah, Bank Indonesia (BI) terus mendorong pemanfaatan financial technology (fintech) berbasis syariah di Indonesia yang saat ini masih minim.
Asal tahu saja, Pemerintah menargetkan inklusi keuangan pada 2019 bisa mencapai 75 persen, naik dari capaian tahun 2017 yang sebesar 69 persen. Berdasarkan Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) Revisit 2017, hanya 13 provinsi yang memiliki indeks literasi keuangan di atas rata-rata nasional.
Deputi Gubernur BI Sugeng mengatakan, pemanfaatan fintech syariah ini menjadi pelengkap atau komplementer sektor perbankan syariah Indonesia. Tak hanya itu, fintech syariah juga dapat mendukung pembiayaan syariah dalam pengembangan rantai nilai halal (halal value chain).
Halal value chain adalah seluruh kegiatan entitas yang terlibat sepanjang rantai pasok dari hulu ke hilir menerapkan konsep yang sesuai syariat Islam, dimulai dari pemilihan pemasok, proses produksi, penyimpanan, sampai dengan distribusi (memisahkan penyimpanan dan pengiriman produk halal agar terhindar dari kontaminasi).
“Pemanfaatan teknologi digital melalui fintech syariah menjadi salah satu peluang yang krusial bagi Indonesia untuk menjaga daya saing negara,” ujar Sugeng dalam rangkaiana Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2018 di Surabaya, Rabu, 12 Desember 2018.
Pemanfaatan teknologi digital, kata Sugeng, dapat menghasilkan pengumpulan maupun penyaluran dana sosial syariah yang lebih cepat dan efisien, dengan jangkauan yang lebih luas yang dimungkinkan melalui implementasi secara online.
Adapun saat ini beberapa lembaga amil zakat di Indonesia telah menawarkan layanan digital untuk pembayaran zakat serta penyaluran sedekah dan infak. Lebih jauh lagi, bahkan pemanfaatan teknologi blockchain dapat meningkatkan efisiensi dan transparansi pengelolaan dana sosial syariah.
“Teknologi blockchain dapat meningkatkan efisiensi dan transparansi pengelolaan dana sosial syariah ini,” jelasnya.
Lebih lanjut Sugeng mencontohkan, proses digitalisasi menyebabkan pemilihan unit dalam
halal value chain menjadi lebih dinamis, yakni mempermudah proses inventarisasi dan verifikasi jaminan aspek kehalalan suatu produk barang maupun jasa.
Di sektor makanan halal misalnya, Uni Emirat Arab memanfaatkan teknologi blockchain untuk proses verifikasi produk makanan halal. Di Thailand, yang telah mencanangkan visinya untuk menjadi dapur halal dunia, telah memanfaatkan teknologi big data untuk mempercepat proses verifikasi produk makanan halalnya.
“Indonesia sendiri, kita harus turut bergerak cepat, memanfaatkan sumber daya dan teknolgi inovasi yang harus kita optimalkan,” tutupnya. (*)
Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengangkat Yon Asral sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua… Read More
Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melalui Direktorat Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (Ditjen IKMA)… Read More
Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan dua nama baru sebagai tersangka dalam pengembangan… Read More
Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 27 Tahun 2024 tentang… Read More
Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membeberkan proses pengembangan kegiatan usaha bullion atau usaha yang berkaitan dengan… Read More
Jakarta - PT Bank CIMB Niaga Tbk (CIMB Niaga) mengoptimalkan fasilitas digital banking yang dimiliki sebagai alternatif… Read More