News Update

Butuh Stimulus, Kinerja Multifinance Diramal masih Minus Hingga Akhir 2020

Jakarta – Wabah Covid-19 memukul kinerja bisnis multifinance. Alih-alih mencapai target pertumbuhan kisaran 4% yang dicanangkan di awal tahun 2020, industri pembiayaan malah diprediksi tumbuh minus 2% – 3% hingga akhir tahun 2020.

Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, per Mei 2020 piutang pembiayaan industri multifinance minus 6,38% year on year menjadi Rp420,25 triliun. Labanya pun merosot hingga 64,64% secara tahunan dari Rp7,52 triliun menjadi Rp2,66 triliun. Sedangkan dari sisi aset terkoreksi 1,42% menjadi Rp507,11 triliun.

“Setelah pandemi Covid-19 terjadi di maret 2020, sekitar 80% perusahaan pembiayaan pada April dan Mei stop lending. Ini kita pahami karena ada beberapa kota yang melakukan PSBB. Pada saat stop lending, yang tidak bisa kita kendalikan adalah laba. Maka laba turun,” jelas Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno dalam acara InfobankTalkNews Media Discussion dengan tema: “Menakar Kekuatan Multifinance di Era New Normal: Menahan Goncangan Lewat Stimulus Kebijakan OJK”, Rabu 12 Agustus 2020.

Menurutnya, anjloknya penjualan motor dan mobil mengindikasikan buying power masyarakat yang menurun. Masyarakat lebih memilih menahan belanja konsumsi. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) memprediksi penjualan mobil baru tahun ini kemungkinan sulit mencapai target 500 ribu unit. Padahal target awal Gaikindo sebelum ada pandemi mencapai 1,050 juta unit.

“Sekitar 63% portfolio pembiayaan kami ada di kendaraan roda empat dan roda dua. Pembiayaan dana memang tumbuh, tapi kan ada aturan dari OJK maksimal 25%. Dengan berbagai kondisi tersebut, secara industri mungkin masih tumbuh minus, di kisaran 2% hingga 3% di akhir tahun ini,” imbuh Suwandi.

Bambang W Budiawan, Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2B OJK pun menambahkan, secara tahunan memang agak sulit bagi industri multifinance untuk meraih pertumbuhan positif. Pertumbuhan industri ini sangat dipengaruhi buying power. Saat ini buying power masyarakat lemah.

“Sampai akhir tahun kalau bisa zero growth sudah bagus. Kemungkinan yoy masih minus. Mungkin minus kisaran 5% plus minus 1%,“ ujar Bambang. (*) Ari Astriawan

Editor: Rezkiana Np

Suheriadi

Recent Posts

Jumlah SID Naik, BEI Gaspol Tingkatkan Keaktifan Investor di Pasar Modal

Balikpapan – PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat, jumlah single investor identification (SID) menembus 14 juta per… Read More

9 hours ago

Generali Indonesia Beri Perlindungan Asuransi bagi 6.000 Pelari di PLN Electric Run 2024

Jakarta – PT Asuransi Jiwa Generali Indonesia (Generali Indonesia) terus mendukung berbagai kegiatan yang mempromosikan kesehatan… Read More

9 hours ago

Diikuti 6.470 Pelari, PLN Electric Run 2024 Ditarget Hindari Emisi Karbon hingga 14 ton CO2

Jakarta - Sebanyak 6.470 racepack telah diambil pelari yang berpartisipasi dalam PLN Electric Run 2024… Read More

16 hours ago

Segini Target OJK Buka Akses Produk dan Layanan Jasa Keuangan di BIK 2024

Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membidik pencapaian Bulan Inklusi Keuangan (BIK) 2024 sekitar 8,7… Read More

17 hours ago

HUT ke-26, Bank Mandiri Hadirkan Inovasi Digital Adaptif dan Solutif untuk Siap Jadi Jawara Masa Depan

Jakarta - Merayakan usia ke-26, Bank Mandiri meluncurkan berbagai fitur dan layanan digital terbaru untuk… Read More

1 day ago

KemenKopUKM Gandeng Surveyor Indonesia Verifikasi Status Usaha Simpan Pinjam Koperasi

Jakarta - Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) menunjuk PT Surveyor Indonesia, anggota Holding BUMN IDSurvey,… Read More

1 day ago