Jakarta – Indonesia memiliki peluang investasi hijau, khususnya pada sektor infrastruktur dan energi baru dan terbarukan yang mencapai USD792 miliar dan berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi. Yati Kurniati Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia (BI) mengatakan, transisi tersebut membutuhkan dukungan serta peningkatan pembiayaan hijau oleh sektor keuangan dan swasta.
“APBN hanya mampu mendukung sekitar 34% kebutuhan investasi hijau. Semua harus bergerak beriringan, sinergi, kolaborasi sangat dibutuhkan dan itu menjadi hal yang diutamakan oleh BI untuk bersama-sama sinerginya tidak hanya dengan otoritas lain, kementerian/lembaga tapi juga universitas, masyarakat maupun dengan produsennya,” jelas Yati, Senin, 12 Desember 2022.
Menurutnya, sektor keuangan memiliki peran penting dalam mendorong partisipasi sektor keuangan untuk mendukung transisi. Selain itu, kewajiban publikasi target, strategi dan realisasi emisi karbon perusahaan menjadi kunci untuk mendorong partisipasi sektor swasta.
Meski demikian, terdapat dampak terhadap stabilitas moneter dan sistem keuangan jika RI tidak segera bertransisi ke ekonomi hijau. Dampak dari moneter yaitu, peningkatan volatilitas harga karena penurunan hasil pertanian, tekanan terhadap nilai tukar akibat perubahan preferensi investor global, dan perubahan pada transmisi moneter karena perubahan nilai valuasi terhadap risiko.
Sementara dampak dari sisi stabilitas keuangan yaitu, peningkatan risiko kredit pada sektor yang rentan terhadap risiko fisik (cuaca), peningkatan risiko keuangan dari aset terbengkalai dan revaluasi aset keuangan, serta pembatasan akses keuangan terhadap industri tinggi karbon.
Untuk itu, Bank Sentral memiliki peran penting dalam mendukung transisi dalam menjaga stabilitas moneter dan stabilitas sisitem keuangan (SSK). Karenanya, BI memastikan ketahanan sektor keuangan terhadap dampak perubahan iklim, dengan mendukung transisi yang teratur, adil, dan berkemampuan melalui dukungan pembiayaan dan infrastruktur hijau.
“BI tidak memberikan pembiayaan langsung tapi kita bisa memberikan insentif terhadap bank yang memberikan kredit atau pembiayaan untuk sektor dan UMKM yang green,” jelasnya.
Transisi menuju ekonomi hijau ini diperlukan karena nantinya emisi yang dihasilkan oleh debitur, akan diperhitungkan sebagai emisi bank sebagai kreditur. Dimana semua korporasi itu harus melaporkan emisi yang dihasilkan dan juga rencana transisi atau pun bagaimana proses pengurangan emisi kedepannnya yang harus dicantumkan pada laporan keuangannya dalam sustainability report.
“Itu akan mempermudah nanti UMKM atau korporasi yang sudah punya sustainability untuk bisa akses masuk ke perbankan,” kata Yati. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra
Jakarta - Melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada Jumat, 15 November 2024,… Read More
Jakarta - PT Prudential Life Assurance atau Prudential Indonesia mencatat kinerja positif sepanjang kuartal III-2024.… Read More
Jakarta - Di era digital, keinginan untuk mencapai kebebasan finansial pada usia muda semakin kuat,… Read More
Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat indeks pembangunan manusia (IPM) mencapai 75,08 atau dalam… Read More
Jakarta - PT Caturkarda Depo Bangunan Tbk (DEPO) hari ini mengadakan paparan publik terkait kinerja… Read More
Jakarta - Bank Indonesia (BI) melaporkan posisi Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada triwulan III 2024 tercatat… Read More