Categories: Ekonomi dan Bisnis

BUMD Harus Kolaborasi Bangun Infrastruktur Teknologi

Solo – Penggunaan dan pengembangan infrastruktur teknologi di lingkup badan usaha milik daerah (BUMD), seperti bank pembangunan daerah (BPD) maupun bank pembangunan rakyat (BPR), tidak bisa dilakukan sendiri-sendiri.

Hal ini diungkapkan oleh Arya Damar, Direktur Utama Lintasarta dalam Forum Holdingisasi BPD “Peran Pemilik dan Pengurus dalam Memajukan dan Membuat BUMD Semakin Adaptif Pada Era Digital” yang diselenggarakan Infobank, di Alila Solo, Kamis, 19 Mei 2022. Menurutnya, jika dilakukan sendiri-sendiri akan memakan banyak waktu dan biaya yang sangat mahal sehingga menjadi tidak efisien.

“Kami mengusulkan, kalau nanti terjadi kerjasama atau holdingisasi antar BPD, pertama dari sisi penggunaan infrastruktur teknologi harus kolaborasi. Misalnya, penggunaan infrastruktur harus bersama-sama. Baik itu data center, maupun cloud. Sekarang sudah banyak perusahaan-perusahaan sudah tidak membangun atau membeli server sendiri,” kata Arya.

Ia mencontohkan, dulu ketika setiap pemerintah daerah (pemda) sedang membangun konsep Smart City, masing-masing membuat server dan aplikasi sendiri. Padahal, aplikasi dan bisnis prosesnya, semua sama. “Saya bicara di depan asosiasi kota seluruh Indonesia, saya tanya kenapa setiap pemda menginvestasi aplikasi yang sama. Kenapa tidak taruh di cloud yang sama, kalau aplikasi pemda A kalau bagus, ya digunakan ke pemda B,” tambahnya.

“Akhirnya, keluar keputusan dari Presiden Jokowi, bahwa seluruh server pemerintah itu harus tanggung jawab Kominfo. Maka, sekarang ada pusat data nasional yang seluruhnya ada di cloud Kominfo sehingga jauh lebih efisien. Jadi saya sampaikan, kalau BPD menyatukan infrastruktur maka akan jauh lebih murah,” lanjutnya.

Kedua, kolaborasi dalam aplikasi. Contohnya, Third Party Card Management dimana bank mengeluarkan kartu kredit, kartu debit, atau white label bank yang perlu sistem sendiri. Menurut Arya, kalau bangun sistem sendiri sangat mahal. Sedangkan, jika kolaborasi akan jauh lebih murah, karena pembayaran dilakukan per-transaksi bukan keseluruhan. Sama halnya, dengan E-KYC yang juga bisa dipakai bersama-sama untuk melihat data pensiunan atau data pelanggan-pelanggan baru.

“Kita juga bisa memilih mana BPD yang aplikasinya sudah bagus, taruh di cloud, lalu digunakan BPD lain. Jadi saling menggunakan aplikasi sama yang kami dorong, supaya satu infrastruktur, aplikasinya satu, dan proses jadi lebih mudah. Saya melihat dengan adanya roadmap, open banking platform kedepannya, BPD akan bisa bersaing dengan bank-bank umum dalam ekosistem digital,” tutupnya. (*) Ayu Utami

Evan Yulian

Recent Posts

Evelyn Halim, Dirut SG Finance, Raih Penghargaan Top CEO 2024

Jakarta – Evelyn Halim, Direktur Utama Sarana Global Finance Indonesia (SG Finance), dinobatkan sebagai salah… Read More

1 hour ago

Bos Sompo Insurance Ungkap Tantangan Industri Asuransi Sepanjang 2024

Jakarta - Industri asuransi menghadapi tekanan berat sepanjang tahun 2024, termasuk penurunan penjualan kendaraan dan… Read More

2 hours ago

BSI: Keuangan Syariah Nasional Berpotensi Tembus Rp3.430 Triliun di 2025

Jakarta - Industri perbankan syariah diproyeksikan akan mencatat kinerja positif pada tahun 2025. Hal ini… Read More

3 hours ago

Begini Respons Sompo Insurance soal Program Asuransi Wajib TPL

Jakarta - Presiden Direktur Sompo Insurance, Eric Nemitz, menyoroti pentingnya penerapan asuransi wajib pihak ketiga… Read More

3 hours ago

BCA Salurkan Kredit Sindikasi ke Jasa Marga, Dukung Pembangunan Jalan Tol Akses Patimban

Senior Vice President Corporate Banking Group BCA Yayi Mustika P tengah memberikan sambutan disela acara… Read More

4 hours ago

Genap Berusia 27 Tahun, Ini Sederet Pencapaian KSEI di Pasar Modal 2024

Jakarta - PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat sejumlah pencapaian strategis sepanjang 2024 melalui berbagai… Read More

4 hours ago