Jakarta – Tiga pakar ekonomi mendapatkan Nobel Prize 2022 untuk bidang ekonomi atas teori mereka tentang bagaimana lembaga bank beroperasi dan gagal selama ini. Ben Bernanke dari Institusi Brookings di Washington, DC, Douglas Diamond dari Universitas Chicago di Illinois, dan Philip Dybvig dari Universitas Washington di St Louis, Missouri, masing-masing meraih bonus yang setara dari total 10 juta kronor Swedia atau setara dengan USD915,000 melalui The Sveriges Riksbank Prize in Economic Sciences in Memory of Alfred Nobel.
Penelitian dari ketiga pemenang penghargaan tersebut telah membantu untuk menjelaskan kenapa lembaga perbankan ada dalam bentuk yang sekarang, dan kenapa mereka memiliki kerentanan yang bisa berdampak buruk terhadap perekonomian, yang dapat dilihat pada “keruntuhan” Wall Street di 1929 dan Great Depression yang menghantui setelahnya, serta krisis finansial global yang terjadi di 2008.
“Hasil karya ketiga peraih Nobel Ekonomi tersebut telah memampukan perbankan, pemerintah, dan institusi internasional lainnya dalam menavigasi bisnis operasi mereka di tengah badai pandemi Covid-19 tanpa konsekuensi bencana ekonomi yang berarti,” ucap komite Nobel seperti dikutip dari nature.com, Jumat, 14 Oktober 2022.
Penelitian dari ketiga peraih Nobel tersebut menunjukkan bagaimana sistem perbankan beroperasi tidak seirama dengan nature perekonomian, dan bisa menyebabkan hilangnya kendali pada sistem perekonomian yang ada. Sebagai contoh, ketika kepanikan melanda nasabah, dan menyebabkan perbankan menghentikan layanan pinjaman ke nasabah. Penelitian itu membantu menunjukkan bagaimana regulasi yang lebih baik bisa mengurangi risiko itu, serta bagaimana intervensi negara bisa mengembalikan stabilitas, meskipun harus menempuh biaya cukup banyak.
Sebelum ada penelitian dari ketiga peraih Nobel yang dirilis pada 1983 tersebut, tidak ada pengertian umum soal bagaimana lembaga perbankan menjalankan perannya di masyarakat. Diamond dan Dyvbig mempresentasikan sebuah model matematika yang menunjukkan lembaga perbankan berperan sebagai penghubung antara penyimpan dan peminjam dana, mempermudah persyaratan dalam mendapatkan permodalan.
Para penyimpan dana ingin berinvestasi dan menarik dana mereka dalam jangka waktu yang singkat, namun peminjam seperti pelaku usaha ingin pinjaman jangka panjang. Karena para nasabah reguler atau penyimpan dana ini tidak butuh menarik dana mereka dalam jumlah besar di waktu bersamaan, perbankan bisa menyerap fluktuasi yang ada untuk menjaga likuiditas, membuat dana yang ada bisa bersikulasi dan bermanfaat bagi masyarakat.
Sementara di satu sisi lagi, model tersebut juga menunjukkan kelemahan dari sistem perbankan. Jikalau para nasabah terkena guncangan likuiditas dari peristiwa sosial yang membuat mereka ingin menarik dananya dari bank, ini bisa mengantarkan pada kepanikan dan circle yang jahat, dimana para nasabah menarik dana mereka karena takut bank akan kehabisan dana. Kondisi demikian bisa membuat bank bangkrut.
“Krisis finansial menjadi lebih parah ketika masyarakat kehilangan kepercayaan mereka terhadap stabilitas sistem perbankan,” ujar Diamond.
“Diamond dan Dybvig menjelaskan bagaimana masalah likuiditas dapat timbul ketika lembaga perbankan mulai mementingkan pihaknya sendiri,” terang pakar ekonomi dari Universitas Princeton New Jersey, Atif Mian.
“Simplisitas pada argumen matematika mereka adalah sebuah hal yang cantik. Dan penelitian mereka itu berdampak penting terhadap kebijakan yang ada,” katanya. (*) Steven Widjaja
Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel pada hari ini (22/11)… Read More
Jakarta - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, di… Read More
Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia Kunardy Lie memberikan sambutan saat acara… Read More
Pengunjung melintas didepan layar yang ada dalam ajang gelaran Garuda Indonesia Travel Festival (GATF) 2024… Read More
Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More
Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More