Jakarta – Terjadinya fluktuasi nilai tukar rupiah saat ini dinilai akan menimbulkan berbagai dampak untuk sektor keuangan. Bahkan bila rupiah terus melemah, diprediksi akan berpengaruh terhadap non performing loan atau kredit bermasalah (NPL).
Hal itulah yang diungkapkan oleh Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) setelah memaparkan kinerja keuangannya di kantor pusat BRI Jakarta. Suprajarto mengaku pelemahan rupiah terhadap dolar AS dapat memengaruhi rasio kredit bermasalah (NPL) khusunya pada segmen kredit valas.
“Kalau dolarnya naik terus bisa (berpengaruh), tapi harapan saya dolar AS tidak naik. Mudah-mudahan tidak tidak sampai Rp14.000/USD,” kata Suprajarto di Kantor Pusat BRI Jakarta, Kamis 3 Mei 2018.
Dirinya menambahkan, hingga saat ini pelemahan kurs rupiah terhadap dolar AS yang terjadi belum terlalu berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan perseroan. Hal tersebut tercermin dari kinerja keuangan yang terus tumbuh hingga kuartal I-2018.
Baca juga: Dorong Intermediasi dan Inklusi Keuangan, BRI Rangkul BPD Jateng
“Kebetulan posisi kita long, dan enggak masalah juga untuk likuiditas valas. Ini yang kita jaga ke depan dan kebetulan banyak nasabah eksportir yang hasilnya valuta asing,” tambah Suprajarto.
Dirinya mengaku, fluktuasi rupiah memang cukup menantang bagi nasabah eksportirnya, namun hal tersebut dapat diantisipasi dengan banyaknya nasabah yang bergerak di industri dalam negeri yang masih menggunakan rupiah. Namun Suprajarto mengaku akan terus berkonsolidasi dengan nasabah kredit valas guna menyikapi kenaikan mata uang AS tersebut.
Sebagai informasi, hingga Triwulan I 2018, secara konsolidasi Bank BRI telah menyalurkan kredit sebesar Rp757,68 Triliun atau naik sebesar 11,2 persen dibandingkan periode Triwulan Pertama 2017 sebesar Rp681,27 Triliun.
Penyaluran kredit yang tumbuh dua digit mampu diimbangi BRI dengan tetap menjaga kualitas kredit. Hal ini tercermin dari rasio kredit bermasalah atau NPL Gross BRI yang tercatat sebesar 2,46 persen. NPL BRI tercatat lebih kecil daripada NPL industri, dimana NPL industri perbankan di Indonesia tercatat 2,75 persen pada Maret 2018. (*)