Jakarta– Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK) memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia (LKTBI) Tahun 2017.
Dengan demikian, LKTBI memperoleh opini WTP dalam 5 tahun terakhir. Dalam opini atas LKTBI Tahun 2017, BPK juga memberikan berapa penekanan dan catatan.
Diantaraya ialah terkait tagihan BI kepada Indo Plus B.V sebesar US$33,29 juta atau setara dengan Rp451,12 miliar sehubungan dengan pengelolaan Non-Performing Loan (NPL) eks Indover Bank yang seluruhnya sudah dijual, dan saat ini masih dalam proses review oleh BI.
Berdasarkan LKTBI Tahun 2017 (audited), nilai aset dan liabilitas BI
per 31 Desember 2017 masing-masing adalah sebesar Rp2.196,27 triliun. Sedangkan nilai surplus setelah pajak adalah sebesar Rp5,27 triliun.
“Selain memberikan opini, hasil pemeriksaan BPK mengungkapkan 14 temuan yang memuat 19 permasalahan kelemahan SPI. Permasalahan tersebut tidak memengaruhi kewajaran penyajian laporan keuangan,” seperti dikutip dalam laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) 1 Tahun 2018.
Dalam laporan tersebut, BPK juga memberikan catatan untuk pencatatan tidak akurat pada laporan BI. Salah satu ketidakakuratan tersebut ialah tagihan atas sanksi Devisa Hasil Ekspor (DHE) dan kewajiban membayar Laporan Transfer Dana Bukan Bank (LTDBB) belum dibukukan sebagai piutang (basis akrual), namun dibukukan pada saat diterima (basis kas).
Departemen Pengelolaan Logistik dan Fasilitas (DPLF) mencatat Aset Dalam Penyelesaian (ADP) berdasarkan perincian per pembayaran, namun pengefektifan ADP dilakukan secara batch dan penatausahaan ADP pada Kantor Perwakilan (KPw) belum dilaksanakan secara tertib dan akurat.
Hal ini mengakibatkan antara lain: (1) Pengenaan denda tahun 2017 atas DHE sebesar Rp6,77 miliar dan LTDBB sebesar Rp37,30 juta, serta tagihan denda sebelum tahun 2017 belum diakui dan dicatat sebagai pendapatan dan piutang, dan (2) Saldo rekening ADP pada pos Aset Tetap dan Lainnya di LKTBI Tahun 2017 (unaudited) belum disajikan dengan akurat.
“Permasalahan ini disebabkan BI tidak tegas memberlakukan pengenaan sanksi sesuai dengan surat sanksi yang telah diterbitkan, dan DPLF dan KPw menatausahakan ADP secara manual dan belum dilaksanakan dengan tertib dan akurat,” kutip laporan yang diterbitkan oleh BPK tersebut. (*)
Jakarta - PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) masih mengkaji ihwal kenaikan PPN 12 persen… Read More
Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi… Read More
Jakarta – Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada hari ini, Senin, 23 Desember 2024, ditutup… Read More
Jakarta - Terdakwa Harvey Moeis dinyatakan bersalah atas tindak pidana korupsi pada penyalahgunaan izin usaha… Read More
Jakarta - PT KAI (Persero) Daop 1 Jakarta terus meningkatkan kapasitas tempat duduk untuk Kereta… Read More
Jakarta – Starbucks, franchise kedai kopi asal Amerika Serikat (AS) tengah diterpa aksi pemogokan massal… Read More