Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai stabilitas sektor jasa keuangan nasional terjaga dengan kinerja intermediasi yang kontributif. Hal ini didukung oleh likuiditas yang memadai dan tingkat permodalan yang kuat di tengah peningkatan ketidakpastian global akibat ketegangan geopolitik
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan ketidakpastian ini juga disertai dengan trajektori penurunan inflasi yang berada di bawah ekpektasi pasar sehingga menimbulkan tekanan di pasar keuangan internasional.
Lebih lanjut, kata Mahendra, Produk Domsetik Bruto (PDB) Amerika Serikat (AS) melambat sebesar 1,6 persen dari kuartal sebelumnya (quarter to quarter/qtq) dibandingkan sebelumnya yang tumbuh 3,4 persen.
“Ini merupakan penurunan terendah dalam 2 tahun terakhir, disebabkan peningkatan impor yang signifikan. Meskipun begitu kinerja ekonomi AS masih menunjukkan tanda-tanda penguatan yang lebih tinggi dari pada ekpektasi semula,” kata Mahendra dalam Konferensi Pers RDK, Senin, 13 Mei 2024.
Hal tersebut mendorong kembalinya ekspektasi suku bunga yang higher for longer di AS. Artinya, ekspektasi maupun perkiraan terjadinya pemotongan tingkat Fed Fund Rate (FFR) dalam waktu dekat berkurang.
Baca juga: Perkuat Pengawasan Perbankan, OJK Dukung Versi Baru Basel Core Principles
Berbeda dengan The Fed, di lain pihak Bank Sentral Eropa (ECB) dan Bank Sentral Inggris (BoE) dihadapkan pada dilema antara pertumbuhan ekonomi yang rendah dan inflasi yang masih tinggi di kawasan Eropa.
“Namun pasar mengekspektasikan baik ECB dan BoE akan memilih menurunkan suku bunga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi masing-masing,” jelasnya.
Sementara, di Tiongkok rilis beberapa kinerja ekonomi di atas ekspektasi pasar mesikpun masih terjadi pelemahan permintaan domestik, sehingga pemerintah masih cenderung menerapkan kebijakan fiskal dan moneter yang akomodatif.
Di ekonomi dosmetik, inflasi inti mengalami peningkatan yang mengindikasikan pemulihan permintaan dalam periode pemilu dan bulan Ramadan. Adapun sektor manufakutr juga mengalami peningkatan kinerja, didorong oleh naiknya volume pesanan dan produksi baru.
“Penguatan tersebut terefleksi dari peningkatan pertumbuhan ekonomi kuartal I 2024 menjadi 5,11 persen yoy dibandingkan pertumbuhan di kuartal IV 2023 sebesar 5,04 persen,” ujar Mahendra.
Meski demikian, ke depan perlu dicermati potensi normalisasi pertumbuhan ekonomi seiring telah berakhirnya periode Pemilu dan Ramadan dan di tengah berlanjutnya normalisasi harga komoditas yang menekan pertumbuan ekspor.
Adapun untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dari berbagai gejolak global maupun domestik, OJK telah mengambil langkah kebijakan. Hal ini sehubungan dengan eskalasi tensi geopolitik global yang terjadi disertai meningkatanya volatilitas pasar uang, pasar modal dan komoditas.
Kebijakan tersebut di antaranya, OJK melakukan uji ketahanan atau stress test terhadap industri jasa keuangan (IJK) untuk memastikan bahwa berbagai risiko pasar dari aspek suku bunga dan nilai tukar dapat termitigasi dengan baik.
“Meskipun secara umum stabilitas IJK terjaga, OJK senantiasa mencermati dinamika global dan potensi dampak rambatan terhadap sektor jasa keuangan agar dapat mengambil langkah anitispatif,” paparnya.
Selain itu, OJK meminta IJK untuk selalu melakukan pemantauan terkait hal-hal tersebut terhadap kondisi lembaga jasa keuangan dan melakukan langkah mitigasi yang diperlukan.
“Koordinasi dengan anggota KSSK juga terus ditingkatkan disertai komitmen untuk mengeluarkan kebijakan secara tepat guna dan tepat waktu,” imbuhnya.
Kemudian, dalam rangka memperkuat pengawasan dan penanganan permaslahan perbankan serta penyelarasan dengan ketentuan pada UU PPSK, OJK telah menerbitkan POJK No.5 tahun 2024 tentang penetapan status pengawasan dan penangan permasalahan bank umum.
Baca juga: OJK Terbitkan POJK Terkait Status Pengawasan dan Penanganan Permasalahan Bank Umum
“Pengaturan ini di antaranya terkait pengkinian mekanisme dan koordinasi antar lembaga dalam penetapan bank sistemik, penetapan status dan tindakan pengawasan bank, rencana aksi pemulihan serta pendirian bank perantara dalam rangka resolusi bank oleh LPS,” ungkapnya.
Terakhir, sejalan dengan kebijakan sebelumnya di sektor perbankan, OJK telah mengakhiri kebijakan stimulus Covid-19 untuk sektor lembaga pembiayaan, perusahaan modal ventura, lembaga keuangan mikro, dan lembaga jasa kuangan lainnya, yang terkait penilaian kualitas aset pembiayaan yang dilaukan pada tanggal 17 april 2024.
“Berakhirnya kebijakan stimulus tersebut konsisten demhan pemulihan ekonomi yang terus berlanjut dan kecukupan pencadangan serta pencabutan status pandemi Covid-19 oleh pemeirntah Indonesia,” tutup Mahendra. (*)
Editor: Galih Pratama
Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More
Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More
Suasana saat penyerahan sertifikat Predikat Platinum Green Building dari Green Building Council Indonesia (GBCI) Jakarta.… Read More
Jakarta – Bank Indonesia (BI) melaporkan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Oktober 2024 mencapai Rp8.460,6 triliun,… Read More
Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menolak rencana pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi… Read More
Jakarta - Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada hari ini, Jumat, 22 November 2024, ditutup… Read More