Moneter dan Fiskal

Bos OJK: Inflasi Bikin Banyak Negara Masuk Jurang Resesi

Jakarta – Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menyatakan, perekonomian global di tahun 2023 bahkan 2024 akan menghadapi kelesuan akibat pandemi yang tidak dapat dihindari. Ditandai dengan banjir dana murah di berbagai negara yang menyebabkan inflasi semakin tinggi yang berujung pada jurang resesi.

Selain itu, konflik geopolitik antara Rusia dan Ukraina menambah kemelut persoalan ekonomi yang berakibat rantai pasok produksi maupun sistem logistik dibatasi.

“Maka munculah inflasi yang tidak pernah terjadi di negara-negara maju yang bahkan untuk Eropa sampai dua digit atau di atas 10%. Indonesia saja inflasi di atas 10% itu terakhir 15 tahun lalu dan itupun hanya sekali karena adanya persoalan di neraca perdagangan,” ujar Mahendra dalam Webinar Sosialisasi dan Edukasi Perlindungan Konsumen, Senin, 19 Desember 2022.

Sehingga, Bank Sentral di dunia berlomba-lomba untuk menaikkan tingkat suku bunga acuanya secara agresif. Karena tingkat suku bunga tinggi maka uang menjadi sulit, baik untuk transaksi maupun untuk melakukan bisnis investasi dan kegiatan ekonomi. Sehingga yang tadinya kelebihan dana dan aktivitas ekonomi bergulir lebih cepat langsung turun drastis.

“Inilah yang kemungkinan akan mendorong perekonomian di negara-negara itu menuju resesi dan beberapa negara Eropa sekarang termasuk Inggris, Perancis, Belgia, dan Itali sudah resesi. Beberapa lagi akan masuk resesi dan kalau ini dalam sekali maka akan menjadi persoalan, bukan hanya masalah ekonomi, tapi sosial-politik dan keberlanjutan stabilitas,” jelasnya.

Artinya, lanjut Mahendra, ada dua tantangan ekonomi makro yang akan dihadapi ke depannya, yaitu inflasi dan resesi yang akan dirasakan sekaligus di tahun depan.

“Apakah menghadapi inflasi, sehingga harus meningkatkan tingkat suku bunga sehingga inflasi turun atau menghadapi resesi yaitu menurunkan tingkat suku bunga sehingga ekonomi bergerak. Tapi tahun depan dua hal ini terjadi sekaligus, inflasinya tinggi resesinya berat jadi mau naikkan tingkat bunga makin resesi, tidak naikkan tingkat bunga inflasinya naik terus ini suatu dilema yang luar biasa,” kata Mahendra.

Meski demikian, instrumen Bank Sentral tidak bisa mengatasi dua hal ini sekaligus, karena Bank Sentral tugas utamanya adalah menghadapi inflasi bukan menanggulangi kelesuan ekonomi.

“Sehingga kalau dia (negara) memakai obat penanggulangan inflasi maka dampak kepada pertumbuhan ekonominya bisa dikatakan di luar kompetensinya, bukan di situ tugas Bank Indonesia ataupun Bank Sentral di seluruh dunia tapi di penanggulangan stabilitas harga,” pungkasnya.

Untuk itu, pemerintah bersama Bank Sentral harus bersinergi dalam mengatasi permasalahan inflasi dan resesi agar mendorong perekonomian tumbuh. Namun menurutnya, di negara–negara maju hanya menggunakan kebijakan moneter untuk mengendalikan kedua hal tersebut.

“Bank Sentral bisa ikut mengendalikan inflasi tapi ini tidak ada, terjadi kevakuman dalam kebijakan negara-negara maju baik Amerika, Eropa, Jepang, maupun Korea. Mereka selalu menggunakan hanya instrumen moneter dan pengendali inflasi. Tapi instrumen untuk menstimulir ekonomi Riil itu tidak ada karena pemerintahnya tidak dalam kapasitas untuk melakukan itu, kenapa? karena defisit anggaran belanja mereka luar biasa besar,” ungkapnya. (*)

Irawati

Recent Posts

Dua Direksi Kompak Mundur Ketika Kinerja Bank Bengkulu Kinclong, Begini Respons OJK

Jakarta – Pengunduran diri Direktur Utama Bank Bengkulu Beni Harjono dan Direktur Kepatuhan Jufrizal Eka… Read More

12 mins ago

Antisipasi Arus Mudik, Menhub Cek Kesiapan Pelabuhan Indah Kiat Merak

Merak - Menteri Perhubungan (Menhub) Dudy Purwagandhi melakukan pengecekan ke Pelabuhan Indah Kiat, Merak, Banten… Read More

5 hours ago

MLPT Kembangkan Dua Aplikasi Berbasis AI untuk Tingkatkan Produktivitas dan Efisiensi Perusahaan

Jakarta – Ketatnya persaingan menuntut perusahaan meningkatkan produktivitas sekaligus efisiensi. Perusahaan yang beroperasional dengan pola… Read More

6 hours ago

Top! Laba Bersih Bank Kalsel Tumbuh 18,16 Persen Jadi Rp298,06 Miliar di 2024

Jakarta - Kinerja PT Bank Kalsel (Bank Kalsel) mencatatkan rapor biru sepanjang 2024. Bank yang… Read More

14 hours ago

Mitsubishi Fuso Bidik Market Share 40 Persen di 2025, Begini Strateginya

Jakarta – Tahun lalu, menjadi momen yang berat bagi industri otomotif, khususnya di segmen kendaraan… Read More

16 hours ago

Varnion Bantu Tingkatkan Daya Saing Industri Hospitality Tanah Air

Jakarta – Salah satu entitas usaha tidak langsung milik Grup Djarum, PT Varnion Technology Semesta… Read More

17 hours ago