Perbankan

Bos BCA Buka Suara soal Dampak Tarif Trump ke Industri Perbankan

Jakarta – Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA), Jahja Setiaatmadja, menanggapi isu dampak dari kebijakan tarif resiprokal yang dilontarkan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, terhadap industri perbankan di Indonesia.

Jahja menjelaskan bahwa pihaknya, sebagai pelaku sektor perbankan, belum dapat memberikan komentar mendalam. Hal ini dikarenakan pemerintah Indonesia masih dalam tahap negosiasi dengan Pemerintah AS, sementara Trump sendiri masih menunda implementasi kebijakan tersebut.

Meski begitu, Jahja menyampaikan bahwa kebijakan tersebut berpotensi memengaruhi sejumlah sektor industri yang dominan melakukan ekspor ke AS, seperti furnitur, udang, ikan laut, hingga pakaian. Namun, BCA memilih untuk tidak gegabah dalam mengambil keputusan, khususnya dalam hal pembiayaan terhadap sektor-sektor tersebut.

“Kita juga tidak mau cepat-cepat, wah inventarisasinya semua perusahaan furnitur, apparel, terus kemudian apa lagi, yang ekspor seafood, dan perusahaan, kurangi kreditnya, habiskan semuanya. Kita nggak mau grasah-grusuh seperti itu. Kita akan mengamati sambil melihat perkembangan suasana,” ujar Jahja dalam konferensi pers kinerja BCA kuartl I-2025, dikutip, Kamis, 24 April 2025.

Baca juga: BI Soroti Dampak Global Tarif Trump, The Fed Diprediksi Turunkan Suku Bunga

Jahja menaruh harapan agar proses negosiasi pemerintah terkait tarif berjalan mulus sehingga tidak berdampak signifikan pada industri-industri ekspor.

“Jadi kita harapkan kalau semua berjalan sesuai dengan strategi yang disusun oleh pemerintah kita, maka kemungkinan nggak akan terlalu memengaruhi industri-industri yang saat ini paling terkena dampak dari tarif tersebut,” pungkasnya.

Baca juga: Jahja Setiaatmaja Pamit, Mulai 1 Juni, BCA Punya Presiden Direktur dan Komisaris Baru

Di sisi lain, Jahja menyampaikan keyakinannya bahwa fundamental BCA tetap kuat dalam menghadapi potensi dampak dari kebijakan tersebut.

Hal itu tecermin dari rasio loan at risk (LAR) dan non-performing loan (NPL) yang terjaga, masing-masing di angka 6 persen dan 2 persen hingga kuartal I-2025. Rasio pencadangan NPL dan LAR juga berada pada level yang solid, yakni 180,5 persen dan 66,5 persen.

“Jangan khawatir NPL kita juga akan tetap terjaga. Saat ini NPL kita 2 persen jauh di bawah industri, dan rasanya ini kita bisa mitigasi alat-alat seperti ini, cadangan kita juga cukup,” tegasnya. (*)

Editor: Yulian Saputra

Irawati

Recent Posts

Kolaborasi Majoris AM dan Istiqlal Global Fund Luncurkan Program Wakaf Saham

Poin Penting Majoris Asset Management dan IGF-BPMI meluncurkan Program Wakaf Saham Masjid Istiqlal, memungkinkan masyarakat… Read More

4 hours ago

Saham Indeks INFOBANK15 Bergerak Variatif di Tengah Penguatan IHSG

Poin Penting IHSG tetap menguat, ditutup naik 0,46 persen ke level 8.660,59 meski mayoritas indeks… Read More

4 hours ago

Sun Life dan CIMB Niaga Kenalkan Dua Produk Berdenominasi USD

Wealth Practice bertajuk “Legacy in Motion: The Art of Passing Values, Wealth, and Business” persembahan… Read More

8 hours ago

BSI Salurkan Bantuan 78,8 Ton Logistik Senilai Rp12 Miliar untuk Korban Bencana Sumatra

Poin Penting BSI dan BSI Maslahat menyalurkan bantuan 78,7 ton senilai Rp12 miliar bagi korban… Read More

17 hours ago

Daftar Saham Penopang IHSG Sepekan: BUMI, BRMS hingga DSSA

Poin Penting IHSG menguat 0,32 persen sepanjang pekan 8–12 Desember 2025 dan ditutup di level… Read More

18 hours ago

IHSG Sepekan Naik 0,32 Persen, Kapitalisasi Pasar Jadi Rp15.882 Triliun

Poin Penting IHSG naik 0,32 persen dalam sepekan ke level 8.660,49, serta mencatat rekor tertinggi… Read More

18 hours ago