Jakarta – Kemunculan bitcoin membuat geger dunia keuangan dan digital. Banyak yang dibuat resah oleh sepak terjang bitcoin dan pemujanya. Di Indonesia, semakin banyak orang menambang uang digital (virtual money) ini. Dan bitcoin tidak sendiri, karena ada banyak lagi jenis uang digital yang diluncurkan.
Hal ini membuat gerah regulator. Bank Indonesia (BI) kembali menghimbau keras pelarangan penggunaan bitcoin. Tak hanya BI, baru-baru ini regulator di Korea dan India juga mengecam keras penggunaan bitcoin yang dinilai berisiko besar. Bahkan, membandingkannya layaknya skema Ponzi yang berbahaya dalam sejarah.
Uang virtual yang tersimpan dalam format digital ini disebut rentan terhadap hacking, kehilangan kata sandi, dan serangan malware yang mengakibatkan hilangnya uang secara permanen.
Belum lama ini, seorang direktur PayPal memprediksi bahwa harga bitcoin akan mencapai US$ 1 juta dalam lima sampai 10 tahun mendatang. Senada, seorang manajer aset keuangan mengatakan bitcoin adalah emas baru. Namun, kontroversi bitcoin tak kalah ramai. Beberapa ahli keuangan dan banyak regulator menyamakan bitcoin layaknya skema Ponzi, bahkan skema ponzi terbesar dalam sejarah.
Munculnya bitcoin didasarkan pada ketidakpercayaan terhadap mata uang yang dikeluarkan pemerintah. Bitcoin dengan segala kelebihannya kemudian dianggap sebagai uang masa depan.Lalu bagaimana bitcoin kemudian disandingkan dengan skema Ponzi?
Harga bitcoin mungkin dua kali lipat atau bahkan empat kali lipat, karena harganya didasarkan pada spekulasi murni. Namun, Vivek Wadhwa anggota terhormat di Carnegie Mellon University di Silicon Valley memprediksi bahwa harga pasar bitcoin hampir pasti akan macet. Tidak ada satupun yang tahu kapan itu akan terjadi, dan karena tidak satupun baik pemerintah ataupun bank yang mendukungnya.
Menurut Vivek, harga bitcoin bukanlah cerminan dair penggunaan yang berkembang sebagai mata uang. Nilainya hanya mencerminkan permintaan akan fatamorgana nilai spekulatifnya. Meningkatnya harga bitcoin hanya karena orang-orang diseluruh dunia mendengar cerita tentang bagaimana orang lain melipatgandakan uang mereka dalam waktu singkat.
Bitcoin diciptakan oleh orang atau sekelompok orang yang tidak dikenal menjadi mata uang digital. Hal ini memungkinkan uang untuk ditransfer secara langsung antara individu yang menggunakan kriptografi. Buku besar bank didistribusikan ke semua pengguna, dan transaksi matematika yang rumit memastikan integritas transaksi. Sistem semacam itu menyulitkan pemerintah untuk mengetahui identitas orang-orang yang bertukar uang sehingga menjadi tempat berlindung bagi pencucian uang, transaksi narkoba, dan korupsi.
Kejadian ini, kata Vivek, mirip dengan kejadian di akhir 1990-an silam. Pada akhir 1990-an, kapitalis Silicon Valley dan bankir investasi New York City menggunakan ungkapan seperti monetising eyebalss, stickiness, dan B2C untuk membenarkan valuasi sebuah perusahaan internet. Mereka mengklaim bahwa metode konvensional tidak dapat diterapkan dalam menilai perusahaan internet – yang tidak memiliki pendapatan – ini, karena mereka memasuki ekonomi yang sama sekali baru.
Percaya pada orang-orang ini dan merasa takut untuk melewatkan demam emas, mulai dari investor kecil, nenek dan kakek, tukang cukur serta supir taksi menginvestasikan tabungan hidup mereka di perusahaan seperti Pets.com, Webvan, dan eToys. Tak berapa lama, gelembung pun pecah, dan mereka kehilangan segalanya. Melalui transfer kekayaan miliaran dolar dari Main Street ke Wall Street, pemodal ventura, CEO yang tidak bermoral, dan para bankir telah memperkaya diri mereka dengan mengorbankan ratusan ribu investor biasa.
Tidak jauh berbeda, spekaluasi ini pula yang dinilai ada dalam bitcoin. Tetapi kali ini bukan hanya negara maju yang akan kehilangan tetapi negara berkembang yang memang kini banyak menambang bitcoin. Tiongkok misalnya, menjadi negara pertambangan bitcoin yang dominan.
Mata uang digital, diakui, adalah masa depan. Namun sejatinya, banyak sudah negara yang yang lebih maju dalam mengembangkan uang digital ini. Sebut saja, China’s WeChat Pay dan Alipay yang telah memproses US$5,5 truliun payment, yang memungkinkan pengiriman yang antar orang dalam hitungan detik dan tanpa biaya apapun. Dibandingkan bitcoin, sistem ini terjadi dari bank ke bank dan mendapat dukungan pemerintan serta jaminan keamanan bagi nasabah. (*)
Jakarta - Perusahaan pembiayaan PT Home Credit Indonesia (Home Credit) terus berupaya meningkatkan inklusi keuangan… Read More
Jakarta - Hilirisasi nikel di Pulau Obi, Maluku Utara membuat ekonomi desa sekitar tumbuh dua… Read More
Jakarta - Menteri Koperasi (Menkop) Budi Arie Setiadi mendukung langkah Induk Koperasi Unit Desa (Inkud)… Read More
Jakarta - PT Bank Central Asia Tbk (BCA) untuk pertama kalinya menggelar kompetisi Runvestasi pada… Read More
Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) memberi tanggapan terkait penutupan Indeks Harga Saham Gabungan… Read More
Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) bersama Self-Regulatory Organization (SRO), dengan dukungan dari Otoritas… Read More