Research Associate ID Comm, Claudius Surya (kanan) di Jakarta, Kamis (11/12). (Foto: Steven Widjaja)
Poin Penting
Jakarta – Pemerintah Indonesia menargetkan 2 juta unit populasi mobil listrik pada 2030. Merespons target pemerintah ini, Research Associate ID Comm, Claudius Surya mengatakan bahwa untuk mencapai target itu, rata-rata penjualan mobil listrik di Indonesia harus bisa mencapai 350.000 unit sampai 400.000 unit setiap tahun.
Sementara berdasarkan data Gaikindo, penjualan mobil listrik selama 2023 sampai 2025 baru mencapai sekitar 100.000 unit.
“Soalnya kalau hitung kasarnya, saat ini 100 ribu. Berarti, kita dalam 5 tahun, masih mengejar 1,9 juta unit. 1,9 juta dibagi 5 tahun, berarti harus sekitar Rp350.000 sampai Rp400.000 per tahun,” sebut Claudius saat konferensi pers peluncuran riset ID Comm bertajuk “Menuju Era Mobil Listrik: Sejauh Mana Indonesia Siap” di Jakarta, Kamis, 11 Desember 2025.
Baca juga: Insentif Impor Mobil Listrik CBU Disetop 2026, Ini Prediksi Harga Jual di RI
Ia mengungkapkan, pangsa penjualan mobil listrik dari total penjualan mobil di Indonesia saat ini berada di kisaran 17 sampai 18 persen. Menurutnya, jika pangsa itu bisa menembus 20 persen per tahun, maka itu sudah menjadi pencapaian positif untuk penjualan mobil listrik di Indonesia.
“Saat ini jumlah penjualan mobil di Indonesia lagi terdistorsi, 780.000-800.000 unit mobil terjual tahun ini. Bila kita bisa jual mobil listrik tahun ini 200.000, itu sudah 20 persen. Tapi, apakah bisa naik jadi 300.000-350.000, time will tell,” ucapnya.
Menurutnya, semua itu tergantung pada dukungan ekosistem komprehensif yang ada ke depannya. Ia lalu membandingkan dengan China, dimana pangsa penjualan mobil listrik di China telah mencapai lebih dari 30 persen, didukung oleh jaringan infrastruktur yang sudah masif.
Sedangkan di Indonesia sendiri, jaringan infrastruktur utama seperti Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) masih belum merata tersebar. Belum lagi ditambah persoalan mindset membeli mobil sebagai salah satu aset investasi.
Baca juga: Riset ID Comm: Mobil Listrik Masih Jadi “Mainan” Kelas Menengah Atas
Harga jual mobil listrik pasca tangan pertama yang masih jeblok membuat mayoritas masyarakat atau early majority memandang rugi membeli mobil listrik.
“Karena dengan banyak pertimbangan, dengan harus pasang SPKLU lagi, harga jual kembalinya. Mereka ‘kan masih memikirkan itu; beli mobil, harga jual nantinya berapa,” cetusnya.
Oleh karenanya, berdasarkan riset ID Comm ini, adopsi mobil listrik masih didominasi oleh masyarakat urban kelas menengah atas, yang telah memiliki mobil berbasis internal combustion engine (ICE), dan membeli mobil listrik sebagai mobil kedua, serta tak memandangnya sebagai aset investasi.
Claudius mengatakan, kondisi itu tak bisa dipisahkan dari rendahnya daya beli mayoritas masyarakat Indonesia.
“Jika kita mau buat mobil listrik makin grow, mobil listrik yang sekarang Rp190 juta itu harus dianggap sebagai disposable, yang dibuang saja. Otomatis berarti kalau Rp200 juta disposable, daya beli mereka harus di atas itu dong,” paparnya.
“Karena mereka sudah tidak memikirkan, ‘oh mobilnya harus saya jual lagi’, segala macam. Otomatis daya beli kita yang saat ini masih di Rp200 juta harus di Rp250-300 juta,” sambungnya.
Baca juga: Alasan Pentingnya Punya Asuransi Mobil Listrik
Di satu sisi, mindset seperti ini seharusnya ditinggalkan. Mengingat, biaya operasional mobil listrik yang jauh lebih hemat ketimbang mobil berbahan bakar bensin atau solar. Ia kemudian mengkhawatirkan terjadinya stagnasi dalam pangsa penjualan mobil listrik di Indonesia.
“Satu tahun, dua tahun lagi ini sudah sampai puncak, orang yang memakai mobil listrik sudah mulai (jenuh), ‘sudah ‘lah, sudah sempat pakai’, gantinya tetap mobil listrik lagi, tapi pasarnya tak tambah besar. Sustainable yes, tapi tidak bertambah besar,” ungkap Claudius.
Ia menegaskan, pemerintah harus bisa merancang kebijakan yang dapat meningkatkan daya beli masyarakat, seperti subsidi, keringanan PPN, dan lainnya. Jika tidak, maka pangsa penjualan mobil di Indonesia akan berada di titik jenuh.
“Karena mobil itu saat ini bukan prioritas utama, khususnya mobil baru. Daripada beli mobil baru, mereka akan beli mobil bekas. Pasar mobil bekas yang akan naik. Tapi, ya kita lihat saja. Tidak ada yang tahu masa depan,” pungkas Claudius. (*) Steven Widjaja
Memperingati Hari Disabilitas Internasional, Generali Indonesia kembali menegaskan komitmen Diversity, Equity dan Inclusion (DEI) yang… Read More
Poin Penting Pemerintah hentikan insentif impor Completely Built Up (CBU) mobil listrik mulai Januari 2026.… Read More
Poin Penting Pangsa pasar motor listrik sangat kecil, baru sekitar 1% dari total penjualan motor… Read More
Poin Penting Bank Mandiri menekankan kemanusiaan sebagai inti inovasi di era AI dan digitalisasi. Prinsip… Read More
Poin Penting Lonjakan biaya kesehatan dan aturan OJK serta BPJS mendorong perusahaan evaluasi ulang desain… Read More
Poin Penting IASC OJK mencatat kerugian akibat penipuan dari Januari-November 2025 mencapai Rp8,2 triliun. Sebanyak… Read More