Jakarta – Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Shinta W. Kamdani membeberkan sejumlah kerugian yang bisa ditimbulkan akibat diresmikannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Menurut Shinta, yang dengan adanya PP Tapera, baik buruh atau pemberi kerja akan terdampak. Ini disebabkan lantaran mereka juga harus membayar banyak tanggungan lain tiap bulannya.
“Aturan Tapera ini seterusnya akan menambah beban baru bagi pekerja maupun pemberi kerja. Saat ini, sudah ada Jamsostek, JHT, jaminan kematian, jaminan kecelakaan kerja, jaminan pensiun, jaminan sosial kesehatan, ada macam-macam,” ujar Shinta pada Jumat, 31 Mei 2024.
“Jadi, kalau misalnya ada penambahan lagi, tentu saja ini bebannya akan semakin berat. Dan juga dengan kondisi yang ada sekarang ini, seperti bagaimana permintaan pasar dan lain-lain, tentunya akan mempengaruhi kondisi ini,” tambahnya.
Shinta sendiri juga sudah memperhitungkan, beban bulanan dari buruh dan pengusaha saat ini mencapai 18,24 persen sampai 19,75 persen. Namun, keluarnya PP Tapera yang meminta bayaran 3 persen per bulan, yang mana 0,5 persen dilunasi pengusaha, sementara 2,5 persen dibayar oleh pekerja, dirasa memberatkan.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), Elly Rosita Silaban. Malah, menurutnya buruh lebih dirugikan karena keluarnya PP Tapera akibat menambahnya beban bulanan, di saat upah mereka masih belum optimal.
“Kenapa kita turun ke jalan untuk meminta kenaikan upah ini? Karena, sebenarnya upah yang didapatkan sekarang ini tidak cukup,” tutur Elly.
Sebagai simulasi, kenaikan upah minimum saat ini berkisar 3 persen per tahun. Namun nyatanya, bagi sebagian orang, ini belum cukup untuk membiayai kehidupan mereka. Dan dengan adanya biaya tapera sebesar 2,5 persen dari gaji bulanan, ini akan semakin menyulitkan para buruh.
“Artinya, kehidupan mereka, daya belinya, dan untuk tanggung jawab mereka terhadap keluarga serta untuk kegiatan sehari-hari juga pasti terancam,” tegas Elly.
Tidak hanya dari iuran Tapera saja, buruh juga terancam akibat perusahaan yang juga terbebani dengan biaya bulanan ini. Elly mengatakan, ada kemungkinan perusahaan memotong pekerjanya karena tidak bisa melunasi Tapera mereka. Ini bisa saja menimbulkan pengakhiran hubungan kerja (PHK) massal. Belum lagi kemungkinan penutupan pabrik, yang menyebabkan permasalahan sama. (*) Mohammad Adrianto Sukarso
Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel pada hari ini (22/11)… Read More
Jakarta - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, di… Read More
Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia Kunardy Lie memberikan sambutan saat acara… Read More
Pengunjung melintas didepan layar yang ada dalam ajang gelaran Garuda Indonesia Travel Festival (GATF) 2024… Read More
Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More
Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More