Jakarta – Bank Indonesia (BI) menyebutkan masih adanya sejumlah tantangan dalam menjaga stabilitas sistem keuangan di tengah kondisi yang semakin tidak pasti.
Deputi Gubernur BI, Juda Agung mengatakan tantangan utama yang akan dihadapi dalam perekonomian, yaitu mengingkatnya ketidakpastian ekonomi global. Ketegangan geopolitik antara Rusia – Ukraina yang belum selesai, ditambah dengan adanya krisis geopolitik di Timur Tengah antara Israel dan Palestina mendorong harga energi dan pangan meningkat.
Baca juga: Menjaga Stabilitas Ekonomi Dengan Memperkuat Layanan Kebanksentralan
“Belum selesai kita dihadapkan pada krisis perang Ukraina dan Rusia kita kembali dikejutkan dengan adanya krisis geopolitik di Timur Tengah antara Israel dan Palestina. Ketegangan politik tersebut kemudian mendorong harga energi harga pangan meningkat,” ujar Juda dalam Peluncuran Buku KSK No.41, Senin 23 Oktober 2023.
Juda menambahkan, ini mengakibatkan terus meningkatnya inflasi global di negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika Serikat (AS).
Kemudian, hal tersebut direspon oleh kebijakan moneter di negara maju dengan tetap mempertahankan suku bunga acuan yang tinggi dalam waktu lama atau higer for longer.
“Apalagi Amerika juga sekarang ini memerlukan pendanaan macam-macam termasuk pendanaan untuk Perang, Yellen (Menteri Keuangan AS) secara ekplisit sudah menyebutkan bahwa dia akan membackup perang yang terjadi baik di Rusia maupun di Timur Tengah yang sehingga ini memerlukan pembiayaan politik, pembiayaan keamanan sehingga pada akhirnya mendorong kenaikan yield suku bunga di AS,” katanya.
Lebih Lanjut, ini berdampak pada volatilitas arus modal sangat tinggi, yang berakibat nilai tukar mata uang melemah. Bukan hanya di Indonesia melainkan secara global. Sehingga, tantangan selanjutnya yaitu menguatnya dolar atau strong dolar.
“Karena yield Amerika meningkat maka terjadi strong dolar, dolar menguat sehingga mata uang negara lain baik itu di advance country maupun emerging country termasuk Indonesia mengalami volatilitas yang sangat tinggi. Ini menjadi sebuah tantangan bagi kita dalam menjaga stabilitas makroekonomi maupun stabilitas sistem keuangan,” ungkap Juda.
Baca juga: 5 Dinamika Global yang ‘Paksa’ BI Naikan Suku Bunga
Tantangan tersebut lah, yang menjadi dasar bagi BI memutuskan mengingkatkan suku bunga acuannya sebesar 25 bps menjadi 6 persen. Bertujuan untuk memperkuat kebijakan stabilitas nilai tukar.
“Selama ini kita terus melakukan upaya menjaga stabilitas dengan intervensi pasar, tetapi tampaknya dengan kenaikan yield Amerika yang begitu cepat kita harus tambah amunisi yaitu dengan naikkan suku bunga kebijakan,” pungkasnya. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra
Jakarta - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI mencatatkan kontribusi terhadap penerimaan negara… Read More
Jakarta - PT Astra Digital Arta (AstraPay) merespons kebijakan anyar Bank Indonesia (BI) terkait biaya Merchant Discount… Read More
Jakarta - Aplikasi pembayaran digital dari grup Astra, PT Astra Digital Arta (AstraPay) membidik penambahan total pengguna… Read More
Labuan Bajo – PT Askrindo sebagai anggota holding BUMN Asuransi, Penjaminan dan Investasi Indonesia Financial… Read More
Jakarta - Presiden Prabowo Subianto memperoleh tanda kehormatan tertinggi, yakni “Grand Cross of the Order… Read More
Jakarta – PT PLN (Persero) telah melakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), pada Kamis (14/11).… Read More