Head of Payment System Implementation Department BI, Farida Peranginangin dalam acara Infobank Outlook 2026 bertajuk “Connected Banking Architecture: Real-time, Resilient, Revenue Ready” yang diselenggarakan Infobank Institute bersama Multipolar dan IBM, Selasa, 14 Oktober 2025. (Foto: Erman Subekti)
Jakarta – Dunia perbankan kini berada di jalur percepatan digitalisasi. Dalam proses ini, Bank Indonesia (BI) mewanti-wanti para pelaku industri untuk tidak hanya melihat peluang, tetapi juga mewaspadai tantangan yang menyertai perubahan tersebut.
Head of Payment System Implementation Department BI, Farida Peranginangin menyebut terdapat lima tren global dan tantangan utama yang dihadapi sektor perbankan di era digital. Tren pertama yang ia jabarkan adalah kehadiran real time payment.
“Sistem pembayaran instan kini telah menjadi standar global, dengan sekitar 80 persen transaksi retail dunia diproyeksikan akan bersifat real time,” ujar Farida di acara Infobank Outlook 2026 bertajuk “Connected Banking Architecture: Real-time, Resiliejt, Revenue Ready“, yang diselenggarakan Infobank Institute bersama dengan Multipolar dan IBM, Selasa, 14 Oktober 2025.
Baca juga: Prospek Perbankan 2026 Penuh Tantangan, Ini Pesan OJK Solo untuk Industri BPR dan BPRS
Indonesia sendiri sudah memiliki Quick Response Code Indonesia Standard (QRIS) dan BI-Fast, yang menyediakan layanan real time payment. Farida menyebut, nilai transaksi QRIS dalam sehari bisa menyentuh Rp39,19 triliun, sedangkan volume transaksi harian BI-Fast menembus 14,16 juta kali.
Menurutnya, sistem pembayaran real-time membuka peluang besar bagi integrasi lintas negara, seperti melalui QRIS crossborder. Integrasi regional ini akan mendorong transaksi antarnegara menjadi lebih cepat, murah dan inklusif.
Selanjutnya, ada tren open banking. Kehadiran teknologi ini dianggap menjadi penting, seiring berkembangnya embedded finance atau sistem keuangan yang terintegrasi antara satu ekosistem dengan ekosistem lainnya.
“Hal ini memperkuat kolaborasi antara bank dengan fintech dan model ini membuka potensi inovasi layanan keuangan yang lebih personal dan terintegrasi dengan kebutuhan masyarakat digital,” kata Farida.
Baca juga: Transaksi BI-Fast Bank Mandiri Ngegas, per Agustus 2023 Tembus Rp1.500 Triliun
Tren berikutnya yaitu inovasi baru yang mendorong bank sentral menerbitkan central bank digital currency atau uang digital. Di Indonesia, uang ini nantinya akan bernama rupiah digital. Mata uang jenis ini diterbitkan oleh bank sentral dan juga mulai diuji coba di berbagai negara.
Terakhir, Farida membahas eksistensi artificial intelligence (AI) dan pemanfaatan data. Menurutnya, keduanya berjalan beriringan, memungkinkan peningkatan pengalaman pengguna sekaligus memperkuat mitigasi risiko di sektor keuangan.
“Kita sudah memasuki era, di mana AI dan machine learning mempelajari behavior kita sehingga kita seolah-olah mempunyai pelayan personal untuk semua kebutuhan transaksi kita,” imbuh Farida.
Tren-tren ini, ungkap Farida, membuat pelaku perbankan bisa menangkap peluang pertumbuhan baru. Misalnya, QRIS untuk menjangkau pelaku usaha mikro, inovasi layanan digital, peningkatan efisiensi operasional, sinergi dengan ekosistem lain, serta pemanfaatan data.
Namun begitu, Farida juga mengingatkan beberapa tantangan penting yang tidak akan terhindarkan. Pertama, bank-bank kini wajib bersaing dengan kehadiran fintech atau layanan non-perbankan lainnya.
“Kedua, keamanan dan keandalan sistem menjadi isu krusial. Saya yakin, para fraudster, itu punya R&D yang sangat kuat dan continuous learing. Jadi, keamanan dan keandalan sistem menjadi isu krusial,” tegasnya.
Terlebih, dengan meningkatnya transaksi online, maka risiko, cyber attack, fraud, dan gangguan operasional juga semakin tinggi.
Karena itu, penguatan sistem keamanan dan tak kekeluaran risiko menjadi prioritas agar kepercayaan penggunaan tetap terjaga.
Baca juga: Harga Bitcoin Rebound Pasca Crash, Analis Beberkan Pemicunya
Selanjutnya, tantangan datang justru dari regulasi yang dikeluarkan regulator. Farida menegaskan peran BI sebagai sebagai fasilitator industri untuk bisa melayani sistem pembiayaan dengan baik.
Farida mengakui, pihaknya sangat khawatir tentang turunnya risiko kepercayaan masyarakat jika terjadi fraud. Jika kekhawatiran masyarakat memuncak, tidak menutup peluang bagi mereka untuk menarik dana dari perbankan, merugikan ekosistem secara keseluruhan.
“Tantangan keempat adalah kesiapan infrastruktur dan SDM digital, yang di dalamnya adalah SDM yang day-to-day menangani semua layanan operasional. Harus ada pemahaman tentang risiko yang terdapat di dalamnya, dan juga SOP yang mengadopsi mitigasi risiko yang andal,” jelas Farida.
Sebagai penutup, Farida mendorong perbankan untuk beradaptasi dengan model bisnis baru. Ia merasa, ketergantungan perbanlan terhadap pendapatan berbasis fee tradisional sekarang tidak lagi cukup.
Sekarang, bank perlu mencari sumber pendapatan yang sustainable berkelanjutan. Beberapa contoh yang Farida sebut antara lain adalah layanan berbasis data, serta kemitraan digital, maupun inovasi finansial lainnya. (*) Mohammad Adrianto Sukarso
Poin Penting IFAC menekankan pentingnya kolaborasi regional untuk memperkuat profesi akuntansi di Asia Pasifik, termasuk… Read More
Poin Penting BAKN DPR RI mendorong peninjauan ulang aturan KUR, khususnya agar ASN golongan rendah… Read More
Poin Penting IHSG menguat ke 8.655,97 dan sempat mencetak ATH baru di level 8.689, didorong… Read More
Poin Penting Konsumsi rumah tangga menguat jelang akhir 2025, didorong kenaikan penjualan ritel dan IKK… Read More
Poin Penting Kementerian PKP tengah memetakan kebutuhan hunian bagi korban banjir bandang di Sumatra melalui… Read More
Poin Penting Livin’ Fest 2025 resmi digelar di Denpasar pada 4-7 Desember 2025, menghadirkan 115… Read More