Keuangan

BI: Shadow Banking Hingga Kebocoran Data jadi Risiko Digitalisasi

Jakarta – Digitalisasi merupakan kunci untuk akselerasi pemulihan ekonomi dan mendorong pertumbuhan. Lebih dari itu, digitalisasi sangat penting untuk mendorong inklusi keuangan.

Di tengah pandemi, transaksi keuangan digital meningkat sangat cepat. Baik yang dilayani oleh perbankan digital, perusahaan jasa sistem pembayaran (e-money) maupun e-commerce. Fintech pun juga bergerak (tumbuh) cepat, seperti peer-to-peer lending, crowdfunding, maupun di area lainnya.

Demikit diungkapkan oleh Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia (BI), dalam Opening Ceremony Bulan Fintech Nasional dan Indonesia Fintech Summit 2021 secara virtual, Kamis, 11 November 2021. Menurutnya, digitalisasi juga memiliki risiko, seperti shadow banking, perlindungan data pribadi, serangan siber, atau yang sekarang meresahkan masyarakat adalah pinjaman online ilegal.

“Risiko-risiko ini harus dimitigasi agar dapat terus meningkatkan manfaat digitalisasi. Sebagai bank sentral, BI menyadari manfaat dan resiko dalam melakukan akselerasi digitalisasi sistem pembayaran yang sudah kami lakukan sejak Mei 2019,” katanya.

Perry menambahkan, BI telah melakukan suatu digitalisasi sistem pembayaran, pertama membangun industri sistem pembayaran yang sehat, kompetitif, dan inovatif. Kedua, membangun infrastruktur sistem pembayaran yang terintegasi, interkoneksi dan interoperabilitas, aman dan handal. Ketiga membangun praktek pasar yang sehat, efisien, wajar, bertata kelola dan mampu mengelola resiko.

Selain itu, terdapat empat capaian penting BI dalam implementasi digitalisasi sistem pembayaran, serta mendukung inovasi mengintegrasi ekonomi keuangan digital nasional, pertama perluasan QRIS, saat ini 12juta pedagang/UMKM sudah tersambung dengan QRIS. Kedua, melakukan standarisasi untuk Open API Pembayaran bersama industri sistem pembayaran baik bank maupun non bank.

Ketiga, BI-Fast Payment yang akan diimplementasikan awal Desember 2021, terdapat 22 bank maupun non bank akan mulai mengimplementasi tahap pertama dari BI-Fast Payment. Keempat, reformasi regulasi.

“BI telah mengeluarkan empat peraturan yang ditujukan untuk membentuk ekosistem ekonomi keuangan digital nasional secara principle base dan sederhana dari 135 regulasi menjadi empat regulasi. Kami ingin menciptakan suatu lingkungan bagi pertumbuhan industri yang kondusif, memenuhi kebutuhan masyarakat dan memajukan ekonomi dengan kemudahan perizinan,” tutupnya. (*) Ayu Utami

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Harita Nickel Raup Pendapatan Rp20,38 Triliun di Kuartal III 2024, Ini Penopangnya

Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel pada hari ini (22/11)… Read More

3 hours ago

NPI Kuartal III 2024 Surplus, Airlangga: Sinyal Stabilitas Ketahanan Eksternal Terjaga

Jakarta - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, di… Read More

3 hours ago

Peluncuran Reksa Dana Indeks ESGQ45 IDX KEHATI

Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia Kunardy Lie memberikan sambutan saat acara… Read More

5 hours ago

Pacu Bisnis, Bank Mandiri Bidik Transaksi di Ajang GATF 2024

Pengunjung melintas didepan layar yang ada dalam ajang gelaran Garuda Indonesia Travel Festival (GATF) 2024… Read More

5 hours ago

Eastspring Investments Gandeng DBS Indonesia Terbitkan Reksa Dana Berbasis ESG

Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More

7 hours ago

Transaksi Kartu ATM Makin Menyusut, Masyarakat Lebih Pilih QRIS

Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More

7 hours ago