Moneter dan Fiskal

BI Sebut Sudah Komunikasikan Instrumen DNDF ke Perbankan

Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengaku tengah mempersiapkan pemberlakuan instrumen transaksi domestic non-deliverable forward (DNDF) sebagai bagian dari upaya Bank Sentral memperdalam pasar keuangan dalam rangka stabilitas nilai tukar rupiah.

Instrumen DNDF adalah transaksi forward yang penyelesaian transaksinya dilakukan secara netting dalam mata uang Rupiah di pasar valuta asing (valas) domestik, sehingga BI tidak perlu lagi menggunakan cadangan devisa ketika melakukan intervensi rupiah.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, bahwa pihaknya telah melakukan sosialisasi dan komunikasi kepada perbankan dan para investor  terkait dengan penerapan instrumen DNDF ini. Dirinya meyakini, kebijakan yang dikeluarkan BI ini akan mendukung stabilitas rupiah.

“Di dalam operasionalnya, sejumlah bank kami sudah berkomunikasi. Persiapan bank berlanjut. Kami juga terus komunikasi dengan bank asing dan investor asing dalam memanfaatkan alternatif instrumen ini,” ujar Perry di Jakarta, Jumat, 28 September 2018.

Namun demikian, dirinya mengungkapkan, bahwa untuk penerapan instrumen ini, bank sentral masih tetap menunggu kesiapan infrastruktur dari perbankan. Adapun, kata dia, untuk payung hukum kebijakan tersebut akan segera terbit dan mulai berlaku.

“Alhamdulilah hari ini PBI DNDF sudah ditandatangani bapak Menteri Hukum dan Ham. Jadi sejak saat ini domestik NDF ini mulai berlaku,” ucap Perry.

Untuk instrumen DNDF ini, kurs acuan yang digunakan adalah JISDOR untuk mata uang dolar AS terhadap Rupiah dan kurs tengah transaksi Bank Indonesia untuk mata uang non-dolar AS terhadap Rupiah.

Transaksi DNDF dapat dilakukan oleh bank dengan nasabah dan pihak asing untuk lindung nilai atas risiko nilai tukar Rupiah, dan wajib didukung oleh underlying transaksi berupa perdagangan barang dan jasa, investasi dan pemberian kredit Bank dalam valas.

Selain itu, penerapan DNDF tersebut juga untuk mengantisipasi ketidakpastian di pasar keuangan global yang masih tinggi, di mana ekonomi AS diperkirakan masih tetap kuat didukung akselerasi konsumsi dan investasi, dan dibarengi tekanan inflasi yang tetap tinggi.

Dampak dari ketidakpastian tersebut, membuat modal keluar deras dari negara-negara berkembang yang menimbulkan fluktuasi nilai tukar rupiah. Oleh karena itu kebijakan ini diharapkan akan menjadi alternatif instrumen yang memungkinkan bank dengan nasabah untuk melakukan transaksi hedging atau lindung nilai atas risiko nilai tukar. (*)

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Kemenperin Dorong Kolaborasi Startup dan IKM untuk Transformasi Digital

Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melalui Direktorat Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (Ditjen IKMA)… Read More

21 mins ago

OJK Terbitkan Aturan Terkait Perdagangan Kripto, Ini Isinya

Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 27 Tahun 2024 tentang… Read More

6 hours ago

OJK: BSI Tengah Siapkan Infrastruktur untuk Ajukan Izin Usaha Bullion Bank

Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membeberkan proses pengembangan kegiatan usaha bullion atau usaha yang berkaitan dengan… Read More

7 hours ago

Libur Natal dan Tahun Baru, CIMB Niaga Optimalkan Layanan Digital

Jakarta - PT Bank CIMB Niaga Tbk (CIMB Niaga) mengoptimalkan fasilitas digital banking yang dimiliki sebagai alternatif… Read More

7 hours ago

Jelang Libur Natal, IHSG Ditutup Merah ke Level 7.065

Jakarta - Menjelang libur dan cuti bersama perayaan Natal 2024, indeks harga saham gabungan (IHSG)… Read More

7 hours ago

Komisi VII DPR Dukung PPN 12 Persen, Asalkan…

Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI Dina Lorenza menyatakan dukungannya terhadap kenaikan Pajak Pertambahan… Read More

7 hours ago