Moneter dan Fiskal

BI Sebut 4 Hal Ini Bisa jadi Modal RI Hadapi Perlambatan Ekonomi Global

Bali – Bank Indonesia (BI) baru saja menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2023 dari 2,6% menjadi 2,3%. Ini tidak lepas dari tensi geopolitik yang masih tinggi, ketidakpastian ekonomi, hingga pengetatan kebijakan moneter di negara maju. Tapi di lain sisi, pencabutan kebijakan zero covid di Tiongkok bisa menjadi kabar baik.

Firman Mochtar, Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia mengungkapkan, pencabutan kebijakan zero covid oleh pemerintah Tiongkok menjadi angin segar dan akan berdampak positif pada ekonomi global. Relaksasi pembatasan di Tiongkok tersebut tidak hanya akan membuat pasokan global membaik, tapi permintaan juga akan meningkat.

“Permintaan dari Tiongkok sendiri akan meningkat yang pada akhirnya secara global akan berdampak positif, termasuk di kawasan,” ujarnya dalam Focus Group Discussion (FGD) Media Massa di Bali, Selasa, 24 Januari 2023.

Firman menegaskan, di tengah perlambatan ekonomi global, ada negara-negara yang akan bisa bertahan. Ada empat hal yang bisa menjadi pembeda atau modal sekaligus menentukan daya tahan suatu negara dalam menghadapi perlambatan ekonomi global di 2023.

Pertama, yang bisa bertahan adalah negara yang memiliki hubungan, interaksi atau eksposur erat dengan Tiongkok. Pelonggaran kebijakan di Tiongkok akan meningkatkan transaksi perdagangan, baik barang maupun jasa. Kedua, negara yang memiliki permintaan domestik tinggi. Salah satu indikasinya adalah jumlah penduduk yang besar sehingga permintaan bisa tinggi,

Ketiga, negara yang memiliki sumber daya alam. Alasannya, harga komoditas ke depan masih akan tetap tinggi, meski harus diakui pertumbuhannya akan lebih lambat dibandingkan tahun 2022. Keempat, keunikan-keunikan yang muncul dari negara-negara itu sendiri.

“Jadi empat hal ini yang akan membedakan daya tahan suatu negara, di tengah tren global yang semakin menurun karena pengaruh tensi geopolitik yang masih tinggi,” imbuhnya.

Lalu bagaimana dengan Indonesia? Ekonomi nasional diyakini akan tetap tumbuh. BI memproyeksi di kisaran 4,5% – 5,3%. Penghapusan PPKM membuat keyakinan masyarakat meningkat. Mobilitas masyarakat meningkat dan konsumsi rumah tangga juga akan membaik. Begitu pula dengan investasi yang diperkirakan mengalami peningkatan. (*) Ari Astriawan

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Jasindo Ingatkan Pentingnya Proteksi Rumah dan Kendaraan Selama Libur Nataru

Poin Penting Menurut Asuransi Jasindo mobilitas tinggi memicu potensi kecelakaan dan kejahatan, sehingga perlindungan risiko… Read More

46 mins ago

Presiden Prabowo Tegaskan Komitmen Selamatkan Kekayaan Negara

Poin Penting Pemerintah menyelamatkan lebih dari Rp6,6 triliun keuangan negara, sebagai langkah awal komitmen Presiden… Read More

1 hour ago

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatra

Poin Penting Bank Mandiri menerapkan perlakuan khusus kredit bagi debitur terdampak bencana di Aceh, Sumut,… Read More

1 hour ago

Kredit BNI November 2025 Tumbuh di Atas Rata-rata Industri

Poin Penting BNI menyalurkan kredit Rp822,59 triliun per November 2025, naik 11,23 persen yoy—melampaui pertumbuhan… Read More

3 hours ago

Cek Jadwal Operasional BSI Selama Libur Nataru 2025-2026

Poin Penting BSI menyiagakan 348 kantor cabang di seluruh Indonesia selama libur Natal 2025 dan… Read More

3 hours ago

Update Harga Emas Hari Ini: Galeri24 dan UBS Kompak Merosot, Antam Naik

Poin Penting Harga emas Pegadaian turun jelang libur Nataru 2025/2026, dengan emas Galeri24 turun Rp22.000… Read More

6 hours ago