Moneter dan Fiskal

BI Revisi ke Atas Pertumbuhan Ekonomi Global Jadi 3,1 Persen di 2025

Poin Penting

  • Bank Indonesia merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2025 naik menjadi 3,1 persen, dari sebelumnya 3 persen.
  • Kebijakan tarif Amerika Serikat masih menekan perdagangan global, sementara stimulus fiskal Tiongkok membantu mendorong pertumbuhan.
  • BI mencatat peluang penurunan suku bunga The Fed makin besar, di tengah pelemahan dolar AS dan fluktuasi aliran modal ke negara berkembang.

Jakarta – Bank Indonesia (BI) merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2025 menjadi 3,1 persen, lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya sebesar 3 persen.

Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan, perekonomian dunia masih berada dalam tren perlambatan akibat dampak kebijakan tarif Amerika Serikat (AS) yang meningkatkan ketidakpastian global.

AS diketahui kembali memberlakukan tambahan tarif pada sektor farmasi, mebel, dan otomotif sejak 1 Oktober 2025, serta mengumumkan rencana pengenaan tarif tambahan hingga 100 persen terhadap produk asal Tiongkok.

“Berbagai indikator menunjukkan kebijakan tarif AS memperlemah kinerja perdagangan global, tecermin dari melambatnya ekspor dan impor di sebagian besar negara,” kata Perry dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Bulan Oktober 2025 secara daring, Rabu, 22 Oktober.

Baca juga: Tok! BI Tahan Suku Bunga Acuan 4,75 Persen di Oktober 2025

Perry menjelaskan, pertumbuhan ekonomi AS masih lemah sehingga berdampak pada penurunan kondisi ketenagakerjaan.

Sementara ekonomi Jepang, Eropa, dan India juga belum menunjukkan penguatan signifikan, meski telah mendapat dukungan dari stimulus fiskal dan moneter. 

Sedangkan perekonomian Tiongkok pada triwulan III 2025 menunjukkan peningkatan berkat stimulus fiskal. Perkembangan ini berdampak pada pertumbuhan ekonomi dunia 2025 yang diprakirakan sebesar 3,1 persen, sedikit di atas prakiraan sebelumnya 3,0 persen.

Peluang Penurunan Suku Bunga The Fed Meningkat

Selain itu, probabilitas penurunan kembali Fed Funds Rate (FFR) semakin besar seiring melemahnya sektor ketenagakerjaan di AS.

Baca juga: Begini Peluang Pemangkasan Suku Bunga The Fed hingga Akhir 2025

Sejalan dengan itu, yield US Treasury jangka pendek kembali menurun dan indeks mata uang dolar AS (DXY) cenderung melemah.  Lalu, aliran modal ke emerging market (EM) masih berfluktuasi seiring dengan tingginya ketidakpastian pasar keuangan global.

“Perkembangan ini menuntut kewaspadaan dan penguatan respons kebijakan untuk memitigasi dampak rambatan ketidakpastian perekonomian dan pasar keuangan global yang masih tinggi tersebut terhadap perekonomian domestik,” papar Perry. (*)

Editor: Yulian Saputra

Irawati

Recent Posts

IHSG Sesi I Berbalik Ditutup Merosot 0,57 Persen ke Level 8.568

Poin Penting IHSG sesi I 19 Desember ditutup melemah 0,57 persen ke level 8.568,66 dan… Read More

54 mins ago

Target Pajak 2025 Tak Tercapai, Purbaya Beberkan Penyebabnya

Poin Penting Penerimaan pajak 2025 berpotensi shortfall akibat perlambatan ekonomi nasional sejak triwulan I hingga… Read More

56 mins ago

Bank Mandiri Bakal Tebar Dividen Interim Rp9,3 Triliun

Poin Penting Bank Mandiri membagikan dividen interim sebesar Rp9,3 triliun atau Rp100 per saham, sesuai… Read More

2 hours ago

Jumlah Investor Pasar Modal RI Tembus 20 Juta

Poin Penting Jumlah investor pasar modal tembus 20 juta SID, naik 34,8 persen dibanding akhir… Read More

3 hours ago

Harga Emas Galeri24 dan UBS Kompak Naik Hari Ini, Segramnya Jadi Segini

Poin Penting Emas Galeri24 dan UBS yang diperdagangkan di Pegadaian kembali menguat pada Jumat, 19… Read More

3 hours ago

IHSG Dibuka Menguat 0,56 Persen ke Posisi 8.666

Poin Penting IHSG dibuka menguat 0,56 persen ke level 8.666,65, dengan mayoritas saham menguat meski… Read More

5 hours ago