News Update

BI: Rendahnya Inklusi Keuangan Berdampak Negatif Untuk Masyarakat

Jakarta – Sejalan dengan besarnya jumlah penduduk Indonesia, perluasan akses keuangan masyarakat menjadi salah satu tantangan terbesar yang tengah dihadapi Indonesia. Bank Indonesia (BI) menilai rendahnya tingkat inklusi keuangan tersebut dapat berakibat negatif pada berbagai aspek.

Demikian pernyataan tersebut seperti disampaikan oleh Deputi Gubernur BI, Sugeng di Jakarta, Senin, 18 Desember 2017. Menurutnya, berdasarkan survey terakhir yang dilakukan Bank Dunia di 2014 hanya sebesar 36 persen penduduk dewasa di Indonesia yang memiliki rekening pada lembaga keuangan formal.

Kondisi tersebut tidak sejalan dengan luasnya wilayah dan kondisi geografis Indonesia yang terdiri atas 16 ribu pulau. Terlebih, pemerintah sendiri menargetkan sebanyak 75 persen penduduk di Indonesia telah memiliki rekening di lembaga keuangan formal, sesuai dengan apa yang telah ditetapkan dalam Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI).

“Kondisi akses keuangan di Indonesia masih kurang menggembirakan. Hal itu tercermin dari rendahnya tingkat inklusi keuangan di Indonesia,” ujarnya.

Sugeng mengungkapkan, rendahnya tingkat inklusi keuangan di Indonesia dapat berakibat negatif pada berbagai aspek. Pertama, dari sisi masyarakat, eksklusivitas keuangan berdampak pada tidak adanya budaya menabung sehingga masyarakat tidak memiliki dana untuk berjaga-jaga ataupun keperluan di masa depan.

“Selain itu, eksklusivitas keuangan juga dapat menutup peluang masyarakat untuk memupuk asset, sehingga tidak dapat meningkatkan kesejahteraan, serta menyebabkan inefisiensi dalam melakukan transaksi pembayaran,” ucapnya.

Kedua, kata dia, dari sisi stabilitas sistem keuangan, eksklusivitas keuangan dapat menghambat pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK), sehingga berakibat pada kurang optimalnya fungsi intermediasi dari lembaga keuangan. Di sisi lain, eksklusivitas keuangan juga dapat memperbesar shadow economy.

Shadow economy atau transaksi ekonomi yang tidak tercatat sehingga rawan menimbulkan tindak pencucian uang dan pendanaan terorisme, serta mengurangi ‘buffer’ bagi sistem keuangan apabila terjadi kondisi resesi,” paparnya.

Dengan adanya hal tersebut, lanjut dia, pada akhirnya, bagi perekenomian nasional, eksklusivitas keuangan dapat memperlebar kesenjangan sosial, tidak mendukung penurunan jumlah kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi, serta dapat menimbulkan peningkatan inefisiensi secara nasional. (*)

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Siap-siap! Menkop Budi Arie bakal Bikin Anggota Koperasi Melonjak Drastis

Jakarta – Menteri Koperasi (Menkop) Budi Arie Setiadi berkomitmen penuh untuk mendongkrak rasio kepesertaan masyarakat… Read More

45 mins ago

Presiden Prabowo Memulai Lawatan Luar Negeri, Ini Negara-negara Tujuannya

Jakarta - Presiden RI Prabowo Subianto memulai kunjungan kerja luar negeri perdananya, dengan mengunjungi sejumlah negara… Read More

2 hours ago

IHSG Ditutup Bertahan di Zona Hijau ke Level 7.287

Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hari ini, 8 November 2024, ditutup menguat di… Read More

2 hours ago

Trump jadi Presiden AS, Sri Mulyani Beberkan Dampaknya ke Pasar Keuangan RI

Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI menyoroti pengaruh kemenangan Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat… Read More

3 hours ago

1.001 PR BUMN Era Prabowo-Gibran

Jakarta - Erick Thohir kembali menduduki kursi Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Kabinet… Read More

3 hours ago

Tiket.com Gandeng Accor, Sediakan Pilihan 500 Hotel bagi Wisatawan

Jakarta - Accor, pemimpin global industri perhotelan, resmi mengumumkan kemitraan strategis global dengan Tiket.com, salah… Read More

3 hours ago