Categories: Moneter dan Fiskal

BI Rate, Tak Ada Peluang Untuk Turun

Jakarta–Bank Indonesia (BI) masih mempertahankan suku bunganya (BI Rate) di level 7,5%. Hal ini sejalan dengan masih tingginya ketidakpastian di pasar keuangan global, terutama karena kemungkinan kenaikan suku bunga Bank Sentral AS (Fed Fund Rate) yang akan terjadi di bulan ini.

Ahli Perbankan Senior Sampoerna University, Wahyu Soedarmono mengungkapkan, meski ada beberapa kalangan yang meminta BI untuk menurunkan suku bunga acuannya dari level 7,5%. Namun, diperkirakan BI Rate belum ada peluang untuk turun, mengingat BI harus mengantisipasi terkait dengan rencana kenaikan suku bunga AS.

“Kenaikan suku bunga AS menjadi tantangan tersendiri, jadi tidak ada peluang untuk penurunan BI Rate ini meski ada beberapa kalangan yang meminta BI Rate turun. Di saat yang sama kondisi Tiongkok dan harga komoditas global juga menurun. Ini jadi tantangan tersendiri,” ujar Wahyu di Jakarta, Kamis, 10 Desember 2015.

Lebih lanjut dia menilai, dengan adanya kenaikan suku bunga AS yang direncanakan bakal terjadi di akhir tahun ini, maka akan membuat dolar AS lebih perkasa terhadap mata uang lainnya, termasuk rupiah. Oleh sebab itu, BI diminta untuk dapat mengantisipasi risiko tekanan rupiah terhadap dolar AS.

“Terkait dengan potensi tekanan rupiah, itu karena adanya kenaikan suku bunga AS,  maka risiko nilai tukar akan terlihat nanti. Sektor keuangan, ini memiliki eksposur yang paling besar, karena Utang Luar Negeri (ULN) berdasarkan sektor, dia yang paling besar,” tukas Wahyu.

Sebelumnya, Gubernur BI Agus DW Martowardojo pernah mengatakan, pihaknya terus mewaspadai rencana bank sentral AS yang akan menaikkan suku bunganya di akhir tahun ini. Pihaknya memperkirakan, setelah ekonomi AS membaik, dikhawatirkan suku bunga AS akan naik secara berkala.

Selain itu, BI juga mewaspadai dampak dari adanya perkiraan The Fed yang mungkin akan menaikkan suku bunganya secara berkala. Menurut Agus, negara berkembang seperti Indonesia, paling terkena dampak dari kenaikan suku bunga AS tersebut.

“Kalau kita lihat hasil kajian di bulan September itu, bahwa mungkin di 2015 Fed Rate akan menjadi 0,25%, setelah itu naik lagi 1,125% di tahun selanjutnya, lalu naik di 1,625% di tahun selanjutnya, jadi kalau dari sekarang dari 0% mendekati 0,25, terus kemudian naik menjadi 1,125%,” ucapnya.

Dengan kenaikan suku bunga AS secara berkala, maka akan membuat dolar AS menjadi mata uang super. “Artinya itu ada kecenderungan dolar akan cenderung menguat. Karena mata uangnya menguat ekonominya membaik, dan karena bunganya akan dinaikkan, maka ini mesti diantisipasi,” tegasnya. (*) Rezkiana Nisaputra

Apriyani

Recent Posts

Ekonomi RI Tumbuh 4,95 Persen di Kuartal III 2024, Airlangga Klaim Ungguli Singapura-Arab

Jakarta – Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2024 tercatat sebesar 4,95 persen, sedikit melambat dibandingkan kuartal… Read More

1 hour ago

AXA Mandiri Hadirkan Asuransi Dwiguna untuk Bantu Orang Tua Atasi Kenaikan Biaya Pendidikan

Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat peningkatan biaya pendidikan yang signifikan setiap tahun, dengan… Read More

3 hours ago

Sritex Pailit, Pemerintah Diminta Fokus Berantas Impor Ilegal dan Revisi Permendag 8/2024

Jakarta - Koordinator Aliansi Masyarakat Tekstil Indonesia (AMTI) Agus Riyanto mengapresiasi langkah cepat Presiden Prabowo… Read More

3 hours ago

BEI Beberkan Dampak Pemilu AS hingga Hapus Kredit UMKM ke Pergerakan IHSG

Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pekan lalu di periode 28 Oktober hingga 1… Read More

4 hours ago

Jelang Pilpres AS, Harris dan Trump Bersaing Ketat dengan Selisih Suara Tipis

Jakarta - Kandidat Presiden Amerika Serikat, Kamala Harris dan Donald Trump, saat ini tengah bersaing… Read More

4 hours ago

Erick Thohir Godok PP Hapus Kredit UMKM, Fokus pada Petani dan Nelayan

Jakarta - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tengah menggodok Peraturan Pemerintah (PP) perihal hapus tagih… Read More

5 hours ago