Categories: Moneter dan Fiskal

BI Rate Masih Tersandera Kondisi Global

Jakarta – Bank Indonesia (BI) telah menurunkan suku bunga acuannya (BI Rate) pada Januari lalu sebesar 0,25% menjadi 7,25%. Kondisi ini direspon positif oleh pemerintah yang sebelumnya berharap agar BI Rate dapat turun sehingga dapat mendorong sektor riil.

Namun, menurut pengamat ekonomi, Yanuar Rizki, keputusan BI untuk menurunkan suku bunganya baru-baru ini terbilang terlambat. Pasalnya, BI telah menahan suku bunga acuannya di level 7,5% sangat lama, sehingga membuat pertumbuhan sektor riil pada saat itu terhambat. Hal ini terjadi karena BI Rate selama ini tidak bisa keluar dari sandera eksternal yang sangat volatile.

“BI Rate selama ini sangat tersandera eksternalitas. Karena hubungan nilai tukar jadinya negatif. Sehingga BI Rate relatif tinggi,” ujar Yanuar, di Jakarta, Senin, 1 Februari 2016.

Dia menilai, dengan adanya kondisi tersebut, BI Rate sulit untuk berada di level rendah selama volatilitas pasar keuangan sangat ditentukan eksternalitas yang memicu fluktuasi inflasi. Menurutnya, selama ini, BI selalu beralasan dengan kebijakan BI Rate tinggi untuk mengendalikan rupiah dan inflasi.

“Tapi sayangnya dengan BI Rate tinggi justru nilai tukar tetap tinggi. Dan inflasi sangat rendah sekali jika ada gejolak di ekseternal. “Kenapa tidak seperti di negara lain yang suku bunga juga rendah? Padahal dengan BI Rate tinggi, cost capital juga tinggi. Sehingga ini menjadi persoalan,” tegasnya.

Dengan BI Rate tinggi, telah membuat uang beredar untuk pindah dari perbankan ke sektor riil juga kecil. Sehingga sektor riil tidak tumbuh berkelanjutan. Apalagi selama ini sektor riil sedang bermasalah. Jangan kan untuk menyerap dari dunia perbankan melalui pinjaman, untuk menyerap KUR saja yang suku bunga kecil masih sulit.

“Tahun lalu hanya 76% KUR yang terserap sektor riil. Itu jadi masalah,” ucap Yanuar.

Kendati demikian, Gubernur BI Agus DW Martowardojo pernah mengungkapkan, bahwa kedepan masih terbuka ruang untuk pelonggaran kebijakan moneter. BI memberi sinyal akan kembali melakukan pelonggaran moneternya melalui penurunan BI Rate atau Giro Wajib Minimum (GWM). (*) Rezkiana Nisaputra

Apriyani

Recent Posts

Laba BRK Syariah Kuartal III 2025 Tumbuh 3,46 Persen, Ini Penopangnya

Poin Penting Laba BRK Syariah kuartal III-2025 naik 3,46 persen menjadi Rp218,20 miliar didorong pembiayaan… Read More

4 hours ago

BCA Siapkan Rp42,1 Triliun Uang Tunai untuk Nataru 2025/2026

Poin Penting BCA menyiapkan uang tunai Rp42,1 triliun untuk Nataru 2025/2026 agar transaksi nasabah tetap… Read More

5 hours ago

Aliran Modal Asing Keluar RI Rp0,13 Triliun di Pertengahan Desember 2025

Poin Penting Aliran modal asing keluar pada minggu kedua Desember 2025 nonresiden tercatat jual neto… Read More

5 hours ago

Bank Muamalat Catat Kenaikan Double Digit pada Pembiayaan Multiguna iB Hijrah

Poin Penting Pembiayaan Multiguna iB Hijrah Bank Muamalat tumbuh 41 persen secara tahunan (YOY) hingga… Read More

6 hours ago

Keluarga Ini Jadi Paling Tajir di Taiwan Berkat Bank dan Asuransi, Intip Siapa Mereka

Poin Penting Daniel dan Richard Tsai jadi orang terkaya Taiwan dengan kekayaan USD13,9 miliar dari… Read More

6 hours ago

Bank Mega dan Metro Hadirkan Season of Elegance Fashion Show, Diskon hingga 70 Persen

Poin Penting Bank Mega dan Metro menggelar Season of Elegance Fashion Show yang menampilkan karya… Read More

7 hours ago