Expertise

BI-Rate dan Strategi Pro-Poor Growth

Oleh Mudrajad Kuncoro, guru besar ilmu ekonomi pada Sekolah Vokasi UGM, Rektor Universitas Trilogi (2019-2022)

PADA 15 Juli 2025, Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan BI-Rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,25 persen. Di tengah tekanan inflasi yang relatif terkendali dan stabilitas nilai tukar rupiah yang terjaga, Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan kebijakan ini sebagai langkah proaktif untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.

Namun, Indonesia dihadapkan pada tantangan berikut: bagaimana menciptakan pertumbuhan yang bukan hanya tinggi, tapi juga benar-benar dirasakan oleh masyarakat miskin? Strategi pro-poor growth, pertumbuhan yang berpihak pada kaum duafa, kini menjadi paradigma penting untuk menjawab pertanyaan ini.

Penurunan suku bunga acuan akan berdampak pada menurunnya suku bunga pinjaman. Teori yang menjelaskan bahwa penurunan suku bunga acuan akan berdampak pada menurunnya suku bunga pinjaman adalah bagian dari Teori Transmisi Kebijakan Moneter, khususnya melalui mekanisme suku bunga (interest rate channel).

Dengan biaya kredit yang lebih murah, konsumen dan pelaku usaha akan terdorong untuk meningkatkan konsumsi dan investasi. Ini akan meningkatkan permintaan domestik yang menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi.

Presiden Prabowo Subianto memaparkan capaian dan prospek ekonomi Indonesia dalam pidatonya pada sesi pleno St. Petersburg International Economic Forum (SPIEF) di St. Petersburg, Rusia, Jumat 20/06/2025. Di hadapan para pemimpin global dan pelaku ekonomi dunia, Presiden Prabowo menyampaikan optimismenya bahwa ekonomi Indonesia sedang berada di jalur yang tepat. Pada akhir tahun ini, katanya, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mendekati 7 persen.

Baca juga: BI Rate Dipangkas, Kok Bunga Kredit Bank Belum Ikut Turun?

Namun, proyeksi terbaru menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 kemungkinan masih berkisar di 4,6 persen sampai dengan 5,4 persen. Dalam laporan World Economic Outlook April 2025, IMF merevisi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari awalnya 5,1 persen ke 4,7 persen untuk 2025.

Sementara, World Bank dalam Indonesia Economic Prospects, June 2025 & East Asia & Pacific Update memberi estimasi sedikit lebih optimistis (antara 4,7 persen-5,0 persen). Faktor eksternal, khususnya ketegangan perdagangan, melemahnya permintaan ekspor, dan ketidakpastian ekonomi global, menjadi batu sandungan yang membatasi laju pertumbuhan.

Maka itu, perlunya strategi pro-poor growth untuk menurunkan angka kemiskinan secara signifikan dan berkelanjutan. Menurut Ravallion & Chen (2003), pertumbuhan disebut “pro-poor” bila pendapatan kelompok miskin tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan kelompok kaya, atau setidaknya mengurangi tingkat kemiskinan secara absolut.

Indonesia sempat mengalami pertumbuhan yang berhasil menurunkan tingkat kemiskinan absolut antara 2000 hingga 2024. Namun, berbagai penelitian menyebut bahwa pertumbuhan tersebut belum cukup menekan ketimpangan. Gini ratio Indonesia stagnan di angka tinggi, sekitar 0,39.

Ironisnya, dominasi tenaga kerja miskin terjadi di sektor informal dengan upah rendah dan tanpa perlindungan sosial. Ini menjadi bukti bahwa pertumbuhan tinggi belum otomatis merembes ke pekerja dan keluarga miskin.

Hasil penelitian (Mudrajad Kuncoro, 2024)) membuktikan bahwa pola ketimpangan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia membentuk huruf U. Menentang Teori Kuznets (1955) tentang U terbalik di mana ketimpangan akan meningkat pada tahap awal pertumbuhan ekonomi, namun akan menurun setelah mencapai titik tertentu saat negara menjadi lebih makmur dan struktur ekonomi berubah (lihat grafik).

Terlihat bahwa pola hubungan ketimpangan dan PDB per kapita selama 1963-2024 membentuk huruf U, yang artinya terjadi penurunan ketimpangan hingga krisis moneter (krismon) 1998, setelah itu makin tinggi PDB per kapita maka ketimpangan makin meningkat. Penyebabnya ada dua: terus berlanjutnya ketimpangan antargolongan pendapatan dan antarpulau di Indonesia.

Grafik Hubungan Antara Ketimpangan (Koefisien Gini) dan PDB per Kapita: Indonesia, 1963-2024


Implikasinya, penurunan BI-Rate harus didukung oleh reformasi kebijakan fiskal dan sektoral yang lebih ekspansif dan tepat sasaran. Kebijakan Presiden Prabowo Subianto membentuk Koperasi Merah Putih (KMP) perlu didukung. Hingga pertengahan Juli 2025, tercatat 80.560 KMP telah terbentuk. Sekitar 77.000 koperasi telah berbadan hukum, sementara sisanya masih dalam proses legalisasi.

Koperasi ini dirancang sebagai wadah penguatan ekonomi rakyat dan UMKM, yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Dengan memberikan akses permodalan yang lebih mudah dan sistem manajemen yang profesional, koperasi ini dapat mempercepat inklusi keuangan dan mendorong pertumbuhan usaha kecil menengah.

Keberadaan KMP ini berpotensi mendorong permintaan masyarakat secara signifikan, terutama di wilayah perdesaan. Akses yang lebih mudah terhadap barang pokok dan pinjaman murah dinilai akan meningkatkan konsumsi rumah tangga dan kegiatan usaha mikro. Tak hanya itu, koperasi ini diperkirakan mampu menyerap hingga 2 juta tenaga kerja sehingga turut menambah daya beli masyarakat.

Selain itu, ada program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang diharapkan berperan penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan daya beli masyarakat. Untuk melayani siswa sekolah dan ibu hamil, pemerintah mendirikan sekitar 28.000 dapur yang menghasilkan ribuan paket makanan setiap hari. Jika setiap dapur menyerap sekitar 40 pekerja, maka total tenaga kerja langsung bisa mencapai 1,2 juta orang.

Tak hanya itu. Permintaan besar terhadap bahan pangan, seperti beras, ayam, sayur, dan ikan, memberikan insentif positif bagi petani lokal dan UMKM pengolahan pangan. Alokasi anggaran MBG sebesar Rp71 triliun di 2025 bisa mendorong pertumbuhan PDB lokal hingga +0,06 persen, khususnya di wilayah terdampak langsung program.

Baca juga: Tok! BI Pangkas Suku Bunga Acuan Jadi 5,25 Persen

Meskipun demikian, program tersebut ternyata ada sisi dampak buruknya bagi sebagian masyarakat. Banyak pedagang kantin sekolah melaporkan mengalami penurunan drastis pendapatan akibat adanya MBG, hingga 70 persen-99 persen. Pasalnya, siswa lebih memilih makan dari dapur MBG. Kantin sekolah mulai ditinggalkan.

Pelibatan UMKM dan pelaku bisnis terkait program tersebut belum maksimal. Pengadaan makanan nyatanya banyak dilakukan oleh pemasok besar, juga sentralistis dan minim melibatkan pelaku UMKM setempat. Beberapa daerah mengeluhkan menu yang monoton, porsi minim, bahkan kasus makanan basi atau tidak layak konsumsi. Risiko pemborosan anggaran, penyalahgunaan dana, serta belum adanya sistem pelaporan digital real‑time yang memadai adalah masalah riil yang harus diwaspadai.

Penurunan BI-Rate menjadi 5,25 persen memang membuka ruang bagi pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Namun, tanpa dukungan kebijakan fiskal yang inovatif dan program-program sosial yang tepat sasaran, seperti KMP dan MBG, target pertumbuhan ekonomi 7 persen akan sulit tercapai.

Sinergi antara kebijakan moneter dan fiskal, dengan fokus pada pemberdayaan ekonomi rakyat dan peningkatan kualitas SDM, adalah kunci agar pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak hanya tinggi tapi juga inklusif sehingga tidak satu pun rakyat Indonesia dan daerah di Indonesia yang tertinggal. (*)

Galih Pratama

Recent Posts

Hashim Djojohadikusumo Raih Penghargaan ‘Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability’

Poin Penting Hashim Djojohadikusumo meraih penghargaan “Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability” berkat perannya… Read More

5 hours ago

Dua Saham Bank Ini Patut Dilirik Investor pada 2026

Poin Penting Mirae Asset merekomendasikan BBCA dan BMRI untuk 2026 karena kualitas aset, EPS yang… Read More

5 hours ago

Hashim Soroti Pentingnya Edukasi Publik Terkait Perubahan Iklim

Poin Penting Indonesia menegaskan komitmen memimpin upaya global melawan perubahan iklim, seiring semakin destruktifnya dampak… Read More

6 hours ago

OJK Sederhanakan Aturan Pergadaian, Ini Poin-poinnya

Poin Penting OJK menerbitkan POJK 29/2025 untuk menyederhanakan perizinan pergadaian kabupaten/kota, meningkatkan kemudahan berusaha, dan… Read More

7 hours ago

40 Perusahaan & 10 Tokoh Raih Penghargaan Investing on Climate Editors’ Choice Award 2025

Poin Penting Sebanyak 40 perusahaan dan 10 tokoh menerima penghargaan Investing on Climate 2025 atas… Read More

8 hours ago

Jelang Akhir Pekan, IHSG Berbalik Ditutup Melemah 0,09 Persen ke Level 8.632

Poin Penting IHSG ditutup melemah 0,09% ke level 8.632 pada 5 Desember 2025, meski beberapa… Read More

9 hours ago