Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengaku, penurunan suku bunga acuan BI telah direspons oleh perbankan dengan penurunan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK). Namun menurut BI, penurunan SBDK perbankan belum sepadan dengan penurunan suku bunga acuan yang sudah dilakukan Bank Sentral.
Asal tahu saja, penurunan suku bunga acuan BI 7-day Reverse Repo Rate sejak Januari 2020 sampai dengan Januari 2021 sudah sebanyak 125 bps menjadi 3,50%. Sementara pada periode yang sama SBDK hanya turun sebesar 78 bps (yoy) dan Suku Bunga deposito sudah turun 189 bps.
“Respons Suku Bunga Dasar Kredit bank masih belum sepadan dengan penurunan Suku Bunga Kebijakan Bank Indonesia,” ujar Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia, Yanti Setiawan dalam sebuah diskusi yang digelar Bank Indonesia secara virtual di Jakarta, Kamis, 25 Maret 2021.
Dirinya mengungkapkan, berdasarkan komponen SBDK, terlihat bahwa peningkatan justru terjadi pada marjin keuntungan. Hal ini mengindikasikan adanya upaya bank menahan potensi penurunan kinerja profitabilitas sebagai dampak dari menurunnya fungsi intermediasi akibat pelemahan ekonomi
Menurutnya, penurunan Suku Bunga Kebijakan BI telah direspons perbankan dengan penurunan SBDK yang masih terbatas dan penurunan suku bunga deposito yang lebih agresif sehingga terjadi pelebaran spread. Terbatasnya respons suku bunga kredit perbankan tercermin dari penurunan SBDK yang masih minim relatif terhadap penurunan suku bunga kebanyakan.
“Hal ini menyebabkan spread SBDK terhadap bunga acuan BI yang melebar dari 5,82% pada Januari 2020 menjadi 6,28% pada Januari 2021 (naik 46 bps). Sehingga spread antara suku bunga SBDK dan suku bunga deposito 1 bulan mengalami kenaikan lebih besar dari 4,86% menjadi 5,97% (111 bps),” ucapnya.
Lebih lanjut dirinya menyatakan, rigiditas SBDK masih terjadi di seluruh jenis kredit kecuali kredit mikro. Penurunan SBDK kredit mikro tercatat paling besar walaupun masih merupakan jenis kredit dengan level SBDK tertinggi. Adapun kredit Mikro tercatat mengalami penurunan SBDK sebesar 256 bps (yoy) sejak Januari 2020.
Sementara itu, rigiditas SBDK juga terjadi pada jenis kredit Konsumsi (KPR dan Non KPR), kredit Korporasi, dan kredit Ritel. Penurunan SBDK juga terjadi pada segmen kredit Konsumsi Non KPR sebesar 47 bps (yoy) sejak Januari 2020 sampai Januari 2021. (*)
Jakarta - UOB Indonesia memandang pentingnya literasi keuangan untuk membantu masyarakat memahami dan mengelola keuangan pribadi… Read More
Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan bahwa penghapusan utang kredit usaha mikro, kecil, dan… Read More
Tangerang - PT Terang Dunia Internusa Tbk, menyiapkan sejumlah strategi khusus menghadapi pelemahan daya beli… Read More
Jakarta - Kasus yang menimpa PT Investree Radhika Jaya atau Investree menyita perhatian masyarakat, dianggap… Read More
Jakarta - Istilah open banking mengacu kepada aksesibilitas data yang semakin terbuka, memungkinkan bank untuk… Read More
Jakarta - PT Bank Central Asia Tbk (BCA) menggelar Indonesia Knowledge Forum (IKF) 2024, di… Read More