Asisten Gubernur dan Kepala Departemen Kebijakan Makroprudential BI, Solikin M. Juhro. (Foto: Erman Subekti)
Jakarta – Di tengah ketidakpastian perekonomian hingga ketegangan geopolitik global, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih bisa dikelola dengan baik.
Asisten Gubernur dan Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia Solikin M. Juhro mengatakan, indikator pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup solid terlihat dari stabilnya tingkat inflasi dan nilai tukar rupiah.
“Ekonomi Indonesia secara umum terkelola dengan baik. Dari sisi inflasi masih stabil dan rendah. CAR juga terkelola dengan baik, begitu juga dengan nilai tukar,” ujarnya dalam acara Unlock Opportunities In Global Economic Change yang digelar Infobank, di Jakarta, Jumat, 29 Agustus 2025.
Dengan sejumlah indikator positif tersebut, dirinya optimis pertumbuhan ekonomi bisa tumbuh solid di semester II 2025.
“Kalau kita lihat pertumbuhan ekonomi kita 5,12 persen, nanti semester II 2025 ini ada indikasi yang cukup baik bahwa ekonomi kita tumbuh dengan syarat realisasi program pemerintah dipercepat,” bebernya.
Baca juga : Pertumbuhan Ekonomi Capai 5,12 Persen, Pimpinan DPR Sebut Kejutan Positif
Diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan kedua tahun 2025 mencapai 5,12 persen year-on-year (yoy). Adapun pada triwulan pertama tahun ini, pertumbuhan ekonomi mencapai 4,87 persen.
Meski begitu, dirinya tak menampik akan sejumlah tantangan di depan mata yang harus dihadapi, khususnya dalam mendorong pembiayaan dan kredit perbankan.
“Kita sejak September sudah menurunkan suku bunga 5 kali, dari 6,25 persen menjadi 5 persen. Ini luar biasa dan menunjukkan komitmen pemerintah dalam mendorong pembiayaan dan kredit,” bebernya.
Hanya saja diakuinya, isu transmisi masih menjadi permasalahan utama dalam intermediasi terhadap penurunan suku bunga kredit perbankan.
Baca juga : Tok! LPS Pangkas Suku Bunga Penjaminan Jadi 3,75 Persen
“Cuma kenapa transmisinya kok agak lelet ya. Ini yang menjadi permasalahan. Biasanya kan kalau intermediasi itu kan suku bunga turun, nanti dalam beberapa menit suku bunga pasar uang, pasar dana dan pasar digit itu ikut turun,” akunya.
Menurutnya, banyak faktor penyebab lambatnya transmisi tersebut. Salah satunya fenomena menarik dari sisi likuiditas. Ia menyebut, beberapa bank masih menanamkan alat likuidnya ke sejumlah aset yang memiliki imbal hasil menarik seperti Surat Berharga Negara (SBN), Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sehingga membuat ‘seret’ penyaluran kredit.
“Harapan kita dengan penurunan suku bunga BI Rate, suku bunga SRB dan SBN turun tentunya realokasi ke kredit ini menjadi nyata di semester II 2025,” pungkasnya. (*)
Editor: Galih Pratama
Poin Penting Hashim Djojohadikusumo meraih penghargaan “Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability” berkat perannya… Read More
Poin Penting Mirae Asset merekomendasikan BBCA dan BMRI untuk 2026 karena kualitas aset, EPS yang… Read More
Poin Penting Indonesia menegaskan komitmen memimpin upaya global melawan perubahan iklim, seiring semakin destruktifnya dampak… Read More
Poin Penting OJK menerbitkan POJK 29/2025 untuk menyederhanakan perizinan pergadaian kabupaten/kota, meningkatkan kemudahan berusaha, dan… Read More
Poin Penting Sebanyak 40 perusahaan dan 10 tokoh menerima penghargaan Investing on Climate 2025 atas… Read More
Poin Penting IHSG ditutup melemah 0,09% ke level 8.632 pada 5 Desember 2025, meski beberapa… Read More